Nil Maizar, sosok pelatih yang sangat lekat dengan Semen Padang dalam satu dekade terakhir, akhirnya harus lengser dari jabatannya. Gagal menang dalam sembilan laga terakhir di mana empat di antaranya adalah kekalahan beruntun, menjadi penyebab berakhirnya kerjasama Kabau Sirah dengan pelatih asal Payakumbuh itu.
Di Go-Jek Traveloka Liga 1 musim ini, Nil Maizar adalah pelatih ke-12 tidak yang harus melepas jabatannya. Dengan kata lain, dari 18 klub yang berlaga di kasta tertinggi sepak bola Indonesia ini, hanya ada enam pelatih di Liga 1 yang masih awet mendampingi timnya berlaga di pinggir lapangan. Mereka adalah Simon McMenemy, Robert René Alberts, Gomes de Olivera, Stefano ‘Teco’ Cugurra, Jacksen F. Tiago, dan Hanafi.
Terlalu kejam? Bisa jadi.
Namun, manajemen klub pasti memiliki pertimbangan sendiri terkait surat pemecatan yang mereka turunkan. Mulai dari tuntutan suporter dan desakan sponsor untuk berprestasi, bisa menjadi beberapa pertimbangan untuk melayangkan surat PHK, meskipun sang pelatih memiliki jasa yang amat besar di tahun-tahun sebelumnya.
Tak hanya Nil Maizar, beberapa pelatih yang sebelumnya pernah mengukir cerita manis kini kariernya juga berakhir tragis di Go-Jek Traveloka Liga 1, seperti Djadjang Nurdjaman dan Jafri Sastra. Coach Djanur yang pernah membawa Persib menjuarai Liga Indonesia di tahun 2014 mundur karena serentetan hasil buruk, begitu pula Jafri Sastra yang membawa Mitra Kukar menjadi kampiun di Piala Jenderal Sudirman 2015.
Selalu diawali kekalahan beruntun
Jika ditelisik lebih lanjut, ada pola unik yang terjadi di Liga 1 terkait pergantian pelatih, yakni kekalahan beruntun. Tak peduli berapa pun jumlah kekalahan beruntun yang diderita, entah dua, tiga, atau lima, surat pemecatan pasti akan menyusul jika sang pelatih tidak berniat mengundurkan diri.
Hans-Peter Schaller menjadi pelatih pertama yang dipecat musim ini setelah kalah dalam dua laga beruntun bersama Bali United. Gelombang pemecatan kemudian meningkat di pekan ketiga, ketika dua pelatih asing lengser karena alasan yang berbeda.
Timo Scheunemann mundur dari Persiba Balikpapan usai kalah beruntun di tiga pertandingan, sedangkan Lauret Hatton diberhentikan PS TNI secara misterius padahal ia sama sekali belum menelan kekalahan. Menariknya lagi, dua pemain asing PS TNI, Aboubacar Leo Camara dan Aboubakar Sylla, harus ikut angkat kaki karena termasuk satu paket dengan sang pelatih.
Setelah sempat tenang selama beberapa pekan, di pertengahan putaran pertama hingga awal putaran kedua, sederet juru taktik kembali menjadi korban kejamnya kompetisi domestik di Indonesia. Bahkan beberapa di antaranya termasuk nama besar dan beberapa juga tak bisa dikatakan gagal total.
Liestiadi harus berpisah dengan Persipura usai kalah beruntun dari PSM dan Madura United, kemudian Yusak Sutanto juga harus angkat kaki dari Perseru padahal performa tim memang begitu adanya, lalu Dragan Đukanović yang harus terdepak karena hasil buruk di laga tandang walaupun perkasa di kandang, dan Jafri Sastra yang catatannya sama dengan Dragan.
Tim yang diasuh keempat pelatih tersebut memang berulang kali diterpa kekalahan, tapi secara poin sebenarnya mereka tidak terlalu gagal. Terbukti, para pengganti mereka tidak dapat mengangkat performa tim secara signifikan, kecuali Wanderley Junior yang meneruskan tongkat kepelatihan Liestiadi.
Jelang akhir putaran pertama hingga awal putaran kedua, jumlah pelatih yang angkat kaki kian bertambah. Aji Santoso, Herry Kiswanto, Djadjang Nurdjaman, Ivan Kolev, dan Osvaldo Lessa harus angkat kaki karena kekalahan beruntun. Pengecualian untuk Milomir Šešlija karena ia menghilang secara misterius.
Aji Santoso resign setelah kalah dari Persipura dan Semen Padang yang membuatnya gagal memenuhi target masuk lima besar. Herry Kiswanto lengser setelah kekalahan beruntun di empat laga, serupa dengan Ivan Kolev, kemudian Djadjang Nurdjaman dan Osvaldo Lessa gagal menunjukkan konsistensi di timnya masing-masing.
Apabila trennya terus berlanjut seperti ini, siapa pun pelatihnya pasti tidak dapat bekerja dengan tenang. Kalah sekali masih oke, lalu ketika kalah lagi maka lutut langsung bergetar. Tekanan datang, dan ketenangan hilang seketika. Siapapun pelatihnya pasti akan kesulitan dengan iklim kerja seperti ini.