“Di akhir jendela transfer, menilai kembali semua aktivitas transfer, sekali lagi, kami berhasil memperbaiki kedalaman dan kualitas skuat,” ungkap Ivan Gazidis, CEO Arsenal seperti yang dikutip Daily Star. Klaim yang cukup berani dari Gazidis. Namun, benarkah demikian? Apakah aktivitas jual dan beli Arsenal termasuk sukses?
Klaim di atas sebenarnya cukup berbahaya. Kesuksesan sebuah aktivitas transfer, tidak bisa jika hanya diukur dari jumlah pemain yang datang dan pergi. Atau, kesuksesan jual dan beli pemain tak bisa ditakar menggunakan jumlah uang yang sudah diinvestasikan, bahkan keuntungan yang didapat. Untuk mencapai kesimpulan “sukses”, analisis dari berbagai aspek harus dilakukan.
Musim panas ini, Arsenal mendatangkan dua pemain saja. Sead Kolasinac, bek kiri asal Bosnia, didatangkan secara gratis dari Schalke. Sementara itu, The Gunners memecahkan rekor pembelian ketika mendatangkan penyerang dalam diri Alexandre Lacazette dari Lyon dengan banderol 49 juta paun.
Sementara itu, dari sisi penjualan, Arsenal melepas sembilan pemain, dengan lima pemain dilepas secara permanen, sedangkan empat pemain dipinjamkan selama satu musim. Dari penjualan permanen, kas Arsenal menggemuk hingga 63 juta paun, dengan penjualan termahal adalah Alex Oxlade-Chamberlain yang dilego ke Liverpool dengan nilai transfer mencapai 35 juta paun.
Pemain lain yang dilepas adalah Wojciech Szczęsny ke Juventus dengan nilai transfer 11 juta paun, Gabriel Paulista dengan 10 juta paun ke Valencia, Kieran Gibbs dibeli West Browmwich Albion dengan harga 6 juta paun, dan Yaya Sanogo yang dilepas secara gratis ke Toulouse karena kontraknya yang sudah habis.
Total, penjualan Arsenal, seperti yang disebutkan di atas, mencapai 63 juta paun. Sementara itu, Meriam London mengeluarkan 48 juta paun untuk membeli pemain. Jadi, untuk musim panas kali ini, Arsenal meraup keuntungan hingga 15 juta paun. Dari sisi ekonomi, aktivitas jual dan beli “Perusahaan Dagang Arsenal” meraup kesuksesan! Hore!
Selain dari sisi ekonomi, menurut Gazidis, aktivitas musim panas ini sangat sukses karena berhasil mencegah hengkangnya dua pemain penting Arsenal, yaitu Alexis Sanchez dan Mesut Özil. Kedua pemain ini akan berstatus bebas kontrak di akhir musim 2017/2018 dan hingga kini belum menunjukkan kesiapan memperpenjang kontraknya.
Apakah mencegah hengkangnya Alexis dan Ozil adalah sebuah kesuksesan? Ya, apabila kedua pemain bisa menunjukkan komitmen tertinggi selama satu musim ini. Ingat penegasannya: komitmen tinggi selama satu musim. Artinya, saat ini, siapa saja, kecuali Tuhan, tak bisa dengan enteng menyebut aktivitas transfer Arsenal adalah sukses.
Mengapa? Karena cara Arsenal mencegah Alexis hengkang boleh dibilang tak berhasil dengan baik. Meski bertahan, namun suasana batin si pemain tak ada yang bisa menjamin akan tetap bahagia. Bahkan, manajemen Manchester City, klub peminat Alexis, akan membawa Arsenal ke jalur hukum lantaran dengan sengaja membuat proses kepindahan pemain asal Cile tersebut gagal.
Artinya, menahan pemain yang tak bahagia adalah pertaruhan yang akan sulit dimenangi Arsenal. Belum lagi apabila Alexis memaksa dijual di jendela transfer musim dingin Januari nanti. Melepas pemain inti di pertengahan musim bukan langkah yang bijak. Selain sulit mencari pengganti, harga pemain bisa semakin gila.
Melepas Alexis di pengujung jendela transfer yang lalu justru bisa menjadi langkah yang terbaik. Arsenal tak perlu “memelihara” pemain yang marah, dan bisa menggunakan dana hasil penjualannya untuk berinvestasi di pemain baru. Kualitas tim akan tetap terjaga dan Arsenal bisa melalui satu musim dengan nyaman.
Jadi, dengan kenyataan seperti itu, apakah transfer Arsenal bisa dibilang sukses? Tidak!
Satu hal lagi. Suksesnya aktivitas transfer juga harus dianalisis dari cara pelatih menggunakan si pemain. Meski yang datang adalah pemain dengan kaliber besar, namun jika si pelatih tak bisa “menembakkannya”, tentu akan sia-sia. Celakanya, eksperimen Wenger di kandang Liverpool silam menjadi contoh yang buruk.
Wenger mencadangkan Lacazette dan memainkan Danny Welbeck yang tampil mengecewakan. Sementara itu, Kolasinac, yang tampil istimewa sebagai bek kiri di Schalke dan timnas, dimainkan sebagai bek tengah, dan bahkan dicadangkan di Anfield.
Memang, eksperimen Wenger tak hanya bertujuan teknis. Ada alasan non-teknis yang disebut menjadi latar mengapa kakek ini memainkan Chamberlain sebagai bek sayap kanan dan Bellerin sebagai bek sayap kiri. Namun tetap saja, keputusan tidak menggunakan dua pemain baru, dua pemain yang bisa mengangkat kualitas tim, sungguh sulit dinalar.
Maksudnya adalah, Wenger harus bisa memperbaiki kekurangannya soal taktik. Pemain bagus, berkualitas, namun tak ditunjang dengan taktik yang sama baiknya, hanya seperti menempatkan Lionel Messi ke salah satu klub di Liga Nusantara. Tak ada faedahnya.
Maka, pada akhirnya, supaya klaim Gazidis lebih berfaedah, aktivitas transfer ini harus dibuktikan lebih dahulu di akhir musim nanti. Juara adalah takaran paling minimal untuk menyebut bahwa aktivitas jual dan beli ini sukses besar.
Ya kalau memang hanya menggunakan hitungan untung dan rugi atau besarnya laba yang didapat, sebaiknya Arsenal berubah jadi KUD dan menyiapkan bibit lele dan palawija saja. Jauh lebih berfaedah ketimbang melempar klaim kepagian.
Author: Yamadipati Seno (@arsenalskitchen)
Koki Arsenal’s Kitchen