Suara Pembaca

Sang Pangeran yang Terpinggirkan

Dalam kurun waktu 2004 sampai 2010, Syamsul Bachri Chaeruddin selalu menjadi alasan untuk anak-anak muda di Makassar memutuskan berkarier di sepak bola. Legenda hidup PSM Makassar itu sukses menjadi pelecut semangat berlatih bagi bocah-bocah anggota sekolah sepak bola di Makassar untuk bisa menyamai prestasinya.

Syamsul menjadi anomali di barisan tengah timnas Indonesia yang banyak diisi pemain bertipe stylish, sejak kemunculannya pada Piala Asia 2004 di Cina. Gaya bermainnya yang spartan dan terus berlari sepanjang pertandingan, membuat Ivan Kolev (pelatih Indonesia saat itu) kepincut pada pria kelahiran Kabupaten Gowa tersebut.

Baca juga: Selamat Datang di Indonesia Kembali, Ivan Kolev!

Jika kita lebih cermat menyimak pertandingan Indonesia melawan Qatar di Piala Asia 2004, Syamsul menjadi sosok kunci yang membuat permainan Qatar sulit berkembang. Hal yang turut pula diakui oleh Philippe Troussier (pelatih Qatar) saat mengomentari kekalahan timnya (2-1) yang sekaligus menjadi kemenangan pertama Indonesia sejak ikut serta di Piala Asia. Dengan ciri khasnya yang ngotot dalam berduel, Syamsul sukses membuat gelandang-gelandang Qatar tak berkutik.

Syamsul Chaeruddin terpilih menjadi All Star saat Piala Tiger 2004 (Kredit: Kaskus)

Tahun 2007 menjadi era keemasan pemain yang kini berusia 34 tahun itu di timnas Indonesia. Saat itu, bersama dengan Vietnam, Thailand, dan Malaysia, Indonesia ditunjuk sebagai tuan rumah Piala Asia 2007. Kala hegemoni sepak bola Indonesia sedang meningkat, tokoh kita ini berhasil menampilkan performa apiknya

Bila Anda mengingat laga kedua Indonesia kontra Arab Saudi, tentu Anda bisa melihat sendiri bagaimana aksi Syamsul saat mematahkan serangan lawan, kemudian berduel dengan empat orang sekaligus pemain Arab sebelum mengirim umpan yang berhasil dikonversi menjadi gol oleh Ellie Aiboy.

Beberapa tahun berselang setelah masa keemasannya di timnas, saat ini, hingga pekan ke-6 Liga 1 berlalu, Syamsul belum juga mendapatkan kesempatan bermain di PSM. Berbeda dengan kompatriotnya di Piala Asia 2007 seperti, Ponaryo Astaman, Eka Ramdani, Ismed Sofyan, ataupun Bambang Pamungkas, yang masih mendapat menit bermain dari tim masing-masing.

Permainan pemain yang akrab disapa Ancu ini, belumlah bisa dikatakan habis. Saat kedatangannya musim lalu, Robert Rene Albert sempat mengomentari permainan anak asuhnya ini. Menurut Robert, Syamsul pemain yang bagus. Lebih lanjut lagi Robert berharap Syamsul bisa lebih efisien menggunakan tenaganya. Hal tersebut bisa kita lihat pada pemain yang satu tipe dengan Syamsul, Hariono. Pemain jangkar Persib Bandung itu, kini tampil lebih kalem dan efisien dalam bergerak.

Sulit memang rasanya jika kita berharap untuk melihat pemain yang identik dengan rambut gondrong itu, tampil reguler bersama PSM. Meskipun Robert selalu mengutak-atik lini tengahnya, tak sekalipun pemilik nomor punggung 8 di PSM itu diberi kesempatan bermain.

Hadirnya duo Belanda, Wiljan Pluim dan Marc Klok, di lini tengah PSM, menjadi salah satu faktor dicadangkannya Syamsul. Belum lagi ada nama besar lain seperti Rizky Pellu dan Rasyid Bakri. Kesempatan sebenarnya terbuka bagi Syamsul, saat Rasyid Bakri harus menepi akibat cedera lutut. Sayangnya performa apik dari Asnawi Mangkualam dan M. Arfan, membuat Robert kembali pikir-pikir untuk menurunkannya.

Baca juga: Asnawi Mangkualam: Gelandang Masa Depan PSM

Namun, jika kita lebih awas melihat kebijakan dari Rene Albert, ada peran lain yang diberikan sang meneer untuk pemain yang juga akrab dipanggil Daeng Sila ini. Meskipun tak pernah diturunkan, Syamsul selalu diikutkan tiap laga tandang PSM sejauh ini. Kehadiran sang legenda hidup di pinggir lapangan, membuat pemain PSM yang didominasi oleh putra daerah semakin termotivasi dalam bertanding.

Bagaimana pun Syamsul sudah menjadi panutan baik di dalam maupun di luar lapangan oleh para pemain muda PSM Makassar. Bahkan, tak berlebihan jika menyebut Syamsul adalah pemain terpopuler yang lahir dari tanah Sulawesi Selatan, selain tentunya salah satu legenda terbesar sepak bola Indonesia, Ramang.

Baca juga: Mengenang Ramang, Sang Dewa Bola dari Sulawesi Selatan

Tentu saja Syamsul juga berharap mendapat kesempatan bermain musim ini. Namun, jika melihat performa pemain tengah PSM yang mampu membawa tim Juku Eja memimpin klasemen, sulit rasanya untuk dapat melihat aksinya.

Namun, main atau tidak, Syamsul telah menempati ruang tersendiri di hati penggemar PSM. Tak salah jika kelak PSM Makassar menjadi juara di Liga 1, pemain yang paling layak mengangkat piala pertama kali adalah Syamsul Bachri Chaeruddin.

Author: Penulis berinisial A.I.