Tepat sebelum bergulirnya Go-Jek Traveloka Liga 1, para klub peserta berbondong-bondong memublikasikan seluruh “amunisi” ke hadapan publik. Mereka memperkenalkan daftar nama pengisi skuat lengkap dengan pemain bintangnya, merilis jersey baru, hingga mempromosikan sponsornya masing-masing.
Namun, ada yang berbeda dari PSM Makassar. Selain tiga hal tersebut, PSM secara mengejutkan juga merilis logo baru klub.
Selain untuk modernisasi brand, logo baru ini tentu diharapkan mampu menghadirkan spirit baru dalam tim. Spirit baru yang nantinya berujung pada kesuksesan Juku Eja meraih berbagai prestasi melebihi era logo sebelumnya.
Harapan positif pada logo baru itu perlahan mulai terwujud. Tim asuhan Robert Rene Albert untuk sementara bercokol di puncak klasemen setelah sukses meraih kemenangan 3-1 pada laga pertama melawan Persela Lamongan, Minggu (16/4).
Meski patut diingat bahwa kompetisi masih sangat premature karena perjalanan musim ini masih begitu panjang. Maka, sebelum berekspektasi lebih jauh, ada baiknya saya mengajak Anda mengingat kembali perjalanan sebuah tim Liga Inggris yang di awal musim ini mengarungi kompetisi dengan logo baru.
Logo baru Manchester City
Di awal musim 2016/2017 ini, Manchester City memperkenalkan logo barunya bersamaan dengan kedatangan manajer kondang, Pep Guardiola. Kombinasi dua hal tersebut digadang-gadang sebagai sebuah era baru yang penuh dengan kejayaan. Tak salah memang, The Citizens nyatanya sukses memenangi sepuluh pertandingan pertama mereka di semua kompetisi.
Namun dalam perjalanannya hingga artikel ini ditulis, Sergio Aguero dan kawan-kawan sudah tersingkir dari Liga Champions Eropa dan Piala Liga Inggris. Mereka juga tengah berjuang untuk tetap berada di empat besar klasemen Liga Primer demi menjaga asa lolos ke Liga Champions musim depan. Satu-satunya peluang meraih trofi yang tersisa di musim ini hanya di Piala FA.
Itu berarti, harapan yang tersemat pada logo baru klub yang bermarkas di Etihad Stadium ini belum terwujud. Setelah mengawali musim dengan gemilang, rival sekota Manchester United tampaknya harus berjuang keras untuk mengakhiri musim dengan baik sembari mengintropeksi dan memperbaiki diri untuk musim selanjutnya.
Terlalu cepat gunakan NOS?
Dari contoh di atas, terlihat adanya penurunan performa setelah sukses melaju kencang di awal. Ibarat sebuah balapan mobil, kedua tim tersebut seperti menggunakan Nitrous Oxide Systems (NOS) terlalu dini sehingga mengalami keteteran di pertengahan hingga akhir lintasan.
Sekadar informasi bagi yang tidak begitu menggeluti dunia otomotif, fungsi NOS kurang lebih adalah memberikan kecepatan ekstra pada mobil yang tengah melaju guna dapat melewati mobil lain yang kecepatannya masih normal (belum/tidak menggunakan NOS).
Sayangnya, efek NOS hanya dapat bertahan dalam jangka waktu tertentu sehingga tak dapat digunakan sepanjang balapan.
Seperti itulah kira-kira kejadian yang dialami City. Terlanjur menggunakan NOS di awal, mereka akhirnya harus rela terkejar dan tersusul tim lain yang lebih bijak memakai NOS-nya dengan menyimpan di awal, lalu menggunakannya di pertengahan atau titik akhir lintasan yang lebih krusial.
Inikah juga yang (mungkin) dialami PSM musim ini? Sejatinya masih terlalu awal untuk mengatakan hal demikian bagi Hamka Hamzah dan kawan-kawan. Terlebih lagi, mereka baru saja melakoni laga pembuka.
Namun jika dibandingkan dengan tim lain, start PSM nyatanya memang yang paling kencang. Bahkan, gol pertama Reinaldo Elias sudah tercipta kala pertandingan belum genap berusia satu menit.
Alangkah baiknya jika di kompetisi yang masih sangat dini ini, PSM mampu belajar dari perjalanan City maupun tim lainnya. Jangan sampai, harapan publik Makassar yang tersemat dalam logo baru menjadi sirna di akhir musim.
Pelatih sekaliber Robert Albert, yang notabene pernah menjuarai Liga Indonesia bersama Arema, seharusnya mampu membuat PSM mengarungi seluruh ‘lintasan balap’ dengan baik dan menggunakan NOS dengan bijaksana.
Ewako, PSM!
Author: Reynaldi Manasse Parulian Siahaan (@reymanasse)
Seorang playmaker di dalam dan luar lapangan