Nasional Bola

Konflik KITAS Pemain Asing Liga Indonesia, Salah Siapa?

Pekan pertama Go-Jek Traveloka (GT) Liga 1 Indonesia telah bergulir. Sejumlah klub telah memainkan partai perdananya dengan menurunkan tim utama mereka, termasuk marquee player yang dimiliki. Meskipun kemeriahan liga telah resmi dimulai, Indonesia tetaplah Indonesia, di mana selalu saja ada permasalahan di setiap kesempatan.

Permasalahan dimulai ketika Persib Bandung melawan Arema FC, Sabtu (16/4) lalu. Maung Bandung menurunkan dua marquee player mereka, Michael Essien dan Carlton Cole. Apa yang salah dari mereka?

Badan Olahraga Profesional Indonesia (BOPI) menganggap PT Liga Indonesia Baru (LIB) telah melanggar aturan dengan mengizinkan Essien dan Cole turun ke pertandingan, padahal mereka belum mengantongi Kartu Izin Tinggal Terbatas (KITAS). Selain dua pemain tersebut, permasalahan KITAS juga menimpa marquee player Madura United, Peter Odemwingie dan tujuh pemain asing lain.

Apa itu KITAS? Seperti dikutip dari situsweb Direktorat Jenderal Imigrasi Kementrian Hukum dan HAM Republik Indonesia, KITAS salah satunya diberikan pada Warga Negara Asing (WNA) yang bekerja di Indonesia untuk menggantikan VITAS (Visa Tinggal Terbatas). VITAS hanya dapat digunakan selama 30 hari, sedangkan KITAS memiliki jangka waktu satu tahun dan dapat diperpanjang tiap tahunnya.

Pemain asing yang baru berkarier di Indonesia wajib membuat KITAS yang baru, sedangkan pemain asing yang sebelumnya sudah berkarier di Indonesia cukup memperpanjang KITAS-nya saja.

Jika mengacu pada definisi di atas, tuduhan BOPI pada PT LIB yang telah melanggar aturan memang benar adanya. Akan tetapi, PT LIB tidak sepenuhnya salah jika kita menilik ‘perjanjian kerja sama’ yang telah ditandatangani PT LIB dan BOPI. Dalam perjanjian tersebut tertulis bahwa jika ada 1-2 pemain yang tidak bisa main karena ada dokumen yang belum lengkap seperti KITAS yang belum selesai diurus, mereka akan di-cover oleh ‘perjanjian kerja sama’ tersebut. Artinya, sang pemain diperbolehkan turun ke lapangan sembari menunggu proses pembuatan KITAS-nya selesai.

Proses pembuatan KITAS memang memakan waktu yang cukup lama, bisa sampai satu bulan, Jika sang pemain datang di awal pembukaan jendela transfer Indonesia, tentu tak jadi masalah karena ia dapat mengurus KITAS sambil melakukan persiapan pra-musim sehingga ketika musim dimulai ia telah melengkapi semua dokumennya.

Namun bayangkan apabila seorang pemain datang di deadline day dan ia harus menunggu satu bulan lamanya demi mendapatkan KITAS agar bisa merumput. Yakinlah bahwa klub pemilik pemain tersebut akan bersuara karena tidak dapat langsung menggunakan jasa sang pemain. Itulah gunanya perjanjian kerja sama yang saya tulis di atas, atau biasa disebut Joint Cooperation Agreement.

Lalu bagaimana tanggapan dari Persib? Irfan Suryadireja selaku media officer Persib mengatakan bahwa pemain asing baru memiliki tenggat waktu sampai 15 Mei 2017 atau satu bulan setelah kick-off GT Liga 1 untuk menyelesaikan pembuatan KITAS mereka.

Dalam kurun waktu hingga deadline tersebut, sang pemain akan di-cover oleh perjanjian kerja sama, dan jika lewat dari tenggat waktu tersebut belum memiliki KITAS, ia tidak boleh bermain.

Dari tiga versi penjelasan di atas, tampak adanya salah pemahaman antara BOPI dan PT LIB mengenai aturan KITAS bagi pemain asing baru. Sementara itu, Persib Bandung menjadi “korban” dari ketidakjelasan aturan ini.

Menurut saya, satu hal yang luput dari perjanjian itu adalah tidak adanya jangka waktu yang ditetapkan bagi seorang pemain yang dilindungi oleh Joint Cooperation Agreement. Artinya, seorang pemain yang berhak dilindungi oleh perjanjian paling lambat harus sudah mengurus KITAS sekian hari setelah ia resmi direkrut.

Kalau sudah begini, siapa yang sebenarnya salah? Dan yang terpenting, siapa nantinya yang mau mengalah?

Author: Aditya Jaya Iswara (@joyoisworo)
Milanisti paruh waktu yang berharap Andriy Shevchenko kembali muda dan membawa AC Milan juara Liga Champions Eropa lagi.