Liverpool memiliki fondasi skuat yang bagus, berisi pemain-pemain penuh vitalitas, daya ledak yang tinggi, dan kecepatan untuk menghukum tim yang lengah. Namun ternyata, skuat dengan potensi besar itu masih kekurangan satu aspek yang tak kalah penting. Bak mobil balap dengan power besar, sebuah rem yang pakem jelas dibutuhkan.
Liverpool tampil begitu baik ketika berhasil menjadi tim pertama, dan hingga kini satu-satunya, yang berhasil mengalahkan Manchester City. The Reds tampil penuh dedikasi, penuh tenaga, menerapkan pressing intensitas tinggi hampir selama 90 menit penuh. Sebuah kemenangan yang manis, terutama sebelum laga, Philippe Coutinho resmi hengkang ke Barcelona.
Kemenangan Liverpool juga seperti menegaskan bahwa Jürgen Klopp seperti sudah menemukan fondasi yang tepat. Ciri pressing intensitas tinggi dan eksploitasi ruang yang diterapkan Liverpool membutuhkan komponen yang tepat. Nama-nama seperti Sadio Mane, Mohamed Salah, Roberto Firmino, dan Alex-Oxlade Chamberlain punya segalanya untuk membantu Klopp menerapkan idenya setiap minggu.
Keempat pemain tersebut tak hanya cepat. Sane, Salah, Firmino, dan Chamberlain menyajikan kreativitas, kecerdasan memanfaatkan ruang-ruang yang tercipta karena kelengahan lawan, hingga ketajaman yang dibutuhkan. Kemenangan atas City menjadi gambaran yang jelas: skuat Liverpool seperti mobil balap Formula 1 dengan teknologi paling mutakhir, mesin dengan ribuan tenaga kuda, dan pengemudi yang berteknik tinggi.
Baca juga: Ketika Liverpool Sudah Menemukan Fondasi yang Ideal
Namun Liverpool masih kekurangan satu kompenen, yaitu “rem yang pakem”.
Mobil balap, secepat apapun, membutuhkan sistem pengereman yang akurat dan aman. Tanpa sistem ini, tentu kerja pengemudi hanya soal mengantar nyawa, bukannya berkompetisi untuk menjadi juara.
Bagi Liverpool, “rem yang pakem” adalah pemain yang mampu mengendalikan tempo. Seorang pemain yang bisa “mengikat” empat pemain Liverpool dengan daya ledak di atas.
Tak hanya soal mengendalikan tempo, pemain dengan kemampuan seperti ini bisa melihat situasi pertandingan dengan jernih. Ia bisa menemukan cara-cara paling ideal untuk membongkar kebuntuan, misalnya ketika skuat Liverpool dibuat kehilangan akal ketika dikalahkan juru kunci Liga Primer Inggris, Swansea City.
“Jika Anda mengendarai mobil Formula 1 di jalanan Kota London saat jam empat sore, di tengah kemacetan, mobilnya tentu tak akan bisa berlari. Kira-kira seperti itulah yang kami lakukan untuk mengalahkan Liverpool,” ungkap pelatih Swansea City, Carlos Carvahal, memberi analogi keberhasilan Swansea mengalahkan Liverpool.
Ketika Coutinho masih ada, Liverpool punya satu pemain yang berani menurunkan tempo, mencari solusi, ketika lawan bertahan dengan garis pertahanan yang begitu rendah. Pemain asal Brasil tersebut juga berani melakukan penetrasi-penetrasi sebagai bentuk variasi. Jadi, cara menyerang Liverpool tak hanya soal kecepatan, tapi keluwesan menyesuaikan dengan situasi.
Sementara itu, ketika Coutinho hengkang, tak ada lagi pemain Liverpool, yang punya kemampuan mencari variasi dan mengontrol tempo. Gelandang-gelandang Liverpool pun bukan playmaker dengan kemampuan yang dicari.
Oleh sebab itu, mumpung jendela transfer belum ditutup, dan Liverpool masih punya sisa dana hasil penjualan Coutinho ke Barcelona, membeli satu pemain yang bisa menjadi “rem yang pakem” adalah pilihan yang bijak.
Di bursa transfer sendiri memang tidak banyak pemain dengan kemampuan mengontrol tempo yang tersedia. Saat ini, setidaknya ada tiga pemain alternatif, dengan harga yang masih terjangkau, yang akan menjadi kejutan, yang bisa diboyong Liverpool dengan segera sebelum jendela transer Januari ditutup.
Tiga pilihan “rem yang pakem”
Pemain menarik pertama yang bisa diboyong adalah Jorginho. Nama pemain berdarah Brasil berpaspor Italia ini berpeluang masuk ke dalam daftar jual apabila Lucas Torreira berhasil diboyong Napoli. Harga jual Jorginho sendiri masih di bawah 30 juta euro. Tentu sungguh terjangkau untuk keuangan Liverpool.
Nama kedua adalah Leandro Paredes, gelandang Zenit St. Petersburg. Sebuah kejutan terjadi ketika Paredes justru memilih hengkang ke Zenit ketika namanya tengah ramai disandingkan dengan beberapa klub besar Eropa. Nilai transfer pemain asal Argentina tersebut ketika hengkang dari AS Roma adalah 23 juta euro.
Salah satu kelebihan Paredes adalah umpan vertikal yang akurat, kecerdasan untuk membuat dirinya terbebas dari tekanan lawan untuk menerima umpan, dan visi yang tajam. Sebuah variasi yang tentu bisa sangat dibutuhkan untuk skuat Liverpool yang bisa jadi akan kembali kehilangan akal ketika lawan bertahan dengan level kedisiplinan yang tinggi.
Pemain ketiga adalah Oriol Busquets. Siapa dia? Oriol masih berusia 19 tahun dan punya potensi menjadi gelandang penting bagi Barcelona di masa depan. Memiliki nama yang sama, Oriol disebut akan mewarisi tahta Segio Busquets sebagai metronom Blaugrana.
Oriol punya semua kelebihan untuk menjadi deep playmaker kelas elite. Kelebihannya mencakup teknik umpan, krativitas, visi, kecerdasan taktik, dan punya kesadaran akan pentingnya kerja sama tim. Harga jual Oriol saat ini tentu masih sangat terjangkau, tak sampai lebih dari 10 juta euro.
https://www.youtube.com/watch?v=q1SGqTt-3lk
Tiga pilihan pemain di atas tidak dipilih berdasarkan nama besar semata. Ketiganya menawarkan kebaruan untuk skuat Liverpool yang sudah punya fondasi yang baik. Keberadaan pemain dengan “rem yang pakem” akan membuat skuat Liverpool makin lengkap.
Author: Yamadipati Seno (@arsenalskitchen)
Koki Arsenal’s Kitchen