Piala Presiden kembali digelar pada tahun 2018 nanti. Edisi ketiga turnamen yang pada awalnya merupakan instruksi Presiden Republik Indonesia, Joko Widodo, untuk mengisi kekosongan karena kompetisi terhenti akibat sanksi dari FIFA, awalnya diproyeksikan sebagai kompetisi yang dijalankan bersamaan dengan Liga. Kini, Piala Presiden justru menjadi turnamen pra-musim terutama bagi kesebelasan yang berada di Liga 1. Fenomena ini juga semakin diperkuat dengan wacana penyelenggaraan kompetisi yang menyelingi liga, Piala Indonesia 2018.
Persib Bandung menjadi juara pada edisi perdana, Arema FC merupakan juara bertahan di kompetisi terakhir setelah mengalahkan Borneo FC II di partai final. Piala Presiden seakan menjadi ajang pemanasan tim-tim peserta Liga 1 sebelum mengarungi musim kompetisi yang panjang. Meskipun demikian, di balik ingar-bingarnya, terselip masalah besar yang muncul.
Karena sifatnya ‘hanya’ turnamen pra-musim, Piala Presiden sering digunakan klub-klub Liga 1 untuk mencoba para pemain baru mereka. Ibaratnya turnamen ini merupakan seleksi untuk menguji para penggawa baru mereka di pertandingan resmi.
Pada edisi sebelumnya, Persib Bandung menguji kelayakan Erick Weeks Lewis, di mana kemudian playmaker asal Liberia ini tidak jadi dikontrak permanen untuk memperkuat tim Maung Bandung di kompetisi liga. Hal serupa dengan yang dilakukan Mitra Kukar yang melepas Angel Munoz dan digantikan Marclei Santos. Kesebelasan lain juga melepas beberapa pemain mereka selepas gelaran Piala Presiden 2017.
Hal serupa kemungkinan terjadi kembali di gelaran Piala Presiden 2018 nanti, karena sudah ada indikasi yang mengarah kepada hal tersebut. Bisa dilihat dengan bagaimana Marcel Sacramento hanya dikontrak oleh Madura United untuk gelaran Piala Presiden, dengan opsi dipermanenkan seandainya penyerang asal Brasil tersebut menampilkan permainan terbaik. Bahkan tim promosi, PSIS Semarang, secara terang-terangan mengaku menggunakan ajang Piala Presiden 2018 nanti untuk menyeleksi para legiun asing.
Hal serupa juga sepertinya akan dilakukan oleh PSMS Medan yang bahkan sebelum turnamen dimulai sudah mencoret banyak pemain karena menelan kekalahan di laga uji tanding. Persib Bandung pun sepertinya akan menggunakan ajang Piala Presiden 2018 nanti untuk menguji kelayakan penyerang asing asal Chad, Ezechiel N’Douassel. Karena kabarnya, Ezechiel sebenarnya tidak masuk dalam rencana dari pelatih baru Roberto Carlos Mario Gomez, walau sudah diikat kembali dengan kontrak.
Sebenarnya harus ada yang mesti diperhatikan terkait fenomena yang sering terjadi selepas Piala Presiden. Memang betul adalah hak semua klub untuk menyeleksi para pemain baru yang akan memperkuat kesebelasan mereka untuk kompetisi mendatang, jadi klub tidak akan rugi-rugi amat seandainya sudah mengontrak pemain yang ternyata tidak bagus-bagus amat.
Meskipun demikian, ada dua hal yang bisa diperhatikan terkait fenomena melepas pemain setelah gelaran Piala Presiden. Pertama, nyatanya kesebelasan-kesebelasan Indonesia masih belum memilki scout yang baik, sehingga selalu saja mesti dilakukan tahapan ‘seleksi’ bahkan mesti dibuatkan sebuah turnamen untuk melakukan hal tersebut. Kedua adalah soal profesionalitas.
Melepas pemain tepat setelah gelaran Piala Presiden sebenarnya bisa memengaruhi integritas klub. Bisa diartikan bahwa klub-klub Indonesia banyak yang tidak menghargai proses. Bagaimana mungkin Anda bisa mengharapkan seorang pemain langsung nyetel dengan tim dari turnamen yang digelar dalam durasi satu bulan saja? Seharusnya ajang Piala Presiden ini digunakan bukan sebagai seleksi melainkan untuk proses adaptasi. Contohnya, pada Piala Presiden 2017, Sylvano Comvalius tidak tampil meyakinkan, tetapi justru ia kemudian keluar sebagai pencetak gol terbanyak liga di akhir kompetisi.
Ada kesan “menggampangkan” ketika sebuah klub melepas pemain dengan begitu saja selepas Piala Presiden. Menjadi preseden buruk karena ini seakan menunjukkan bahwa banyak klub di Indonesia tidak konsekuen terhadap keputusan yang sudah mereka buat. Langkah yang diambil oleh Madura United sebenarnya mesti diapresiasi. Ketimbang mencederai kesepakatan, lebih baik memang membuat kesepakatan secara resmi dengan mengontrak pemain hanya untuk gelaran Piala Presiden.
Jangan sampai kesepakatan awal adalah bermain untuk semusim penuh, tetapi kemudian dilepas hanya karena tampil tidak maksimal di sebuah turnamen saja. Harapan palsu itu pedih, apapun konteksnya, asal tahu saja.
Author: Aun Rahman (@aunrrahman)
Penikmat sepak bola dalam negeri yang (masih) percaya Indonesia mampu tampil di Piala Dunia