Sam Allardyce akan diumumkan sebagai manajer baru Everton. Pria 63 tahun yang mengundurkan diri dari timnas Inggris karena tuduhan skandal yang terjadi pada tahun 2016 ini akhirnya mendapatkan pekerjaan baru setelah hanya bertahan 67 hari saja di pekerjaan lamanya. Dalam waktu yang hampir bersamaan, Alan Pardew akan menjadi manajer baru West Bromwich Albion menggantikan Tony Pulis.
Allardyce dan Pardew akan mendapatkan tugas yang hampir serupa, yaitu membawa kesebelasan baru mereka untuk bisa menjauh dari zona degradasi. Keduanya akan bergabung bersama Roy Hodgson yang saat ini menangani Crystal Palace, serta David Moyes yang sudah ditunjuk menangani West Ham United menggantikan Slaven Bilic.
Fenomena penujukan pelatih baru ini menjadi begitu unik karena, pada musim-musim sebelumnya, para manajer ini menangani klub yang kini ditangani oleh manajer lain. Roy Hodgson sempat menangani West Bromwich Albion yang akan ditangani oleh Pardew, sementara Pardew sempat menjadi manajer di West Ham yang kini diasuh oleh Moyes. Moyes pernah lama menjadi nakhoda di Everton yang akan ditangani oleh Allardyce. Dan sudah diketahui bahwa Hodgson kini menjadi pelatih Crystal Palace yang juga pernah ditangani oleh Allardyce.
Mediokernya pelatih Inggris yang membuat bosan
Kejadian yang dialami oleh Allardyce, Pardew, Hodgson, maupun Moyes, merupakan sebuah fenomena tersendiri. Keempat manajer ini seakan berputar-putar di satu tempat yang sama, seperti sebuah komedi putar yang ada di pasar malam. Unik memang, tetapi ada banyak hal yang ditunjukan dari penujukan klub terhadap manajer-manajer yang sudah disebutkan di atas. Salah satunya adalah soal sisi medioker mereka.
Melihat curriculum vitae dari para manajer yang ditunjuk, sebenarnya tidak meyakinkan betul di rentang waktu belakangan ini. Tentu terbesit pertanyaan besar dalam pikiran siapapun terkait penunjukan ini. Dengan penunjukan para manajer baru ini, apakah West Ham, West Brom, Crystal Palace, maupun Everton, memiliki niat untuk beranjak dari tempat buruk di mana mereka berada saat ini?
Melepas Frank de Boer, Crystal Palace kemudian menunjuk Roy Hodgson sebagai manajer baru mereka. Penunjukan ini tentu membuat sangat wajar apabila muncul pertanyaan apakah klub asal London tersebut memiliki keinginan untuk beranjak dari dasar klasemen sementara? Hodgson memang sempat melakukan hal-hal hebat di masa lalu, termasuk ketika ia berhasil membawa Inter ke final Piala UEFA (kini Liga Europa) pada tahun 1997. Tetapi hal tersebut terjadi hampir dua puluh tahun lalu dan magis Hodgson sudah mulai pudar. Ia bahkan harus diakui melakukan pekerjaan yang tidak benar-benar bagus di dua dari tim terakhir yang ditanganinya, Liverpool dan timnas Inggris. Hal serupa juga sebenarnya terjadi pada Pardew yang sepertinya sudah banyak kehilangan sentuhan terbaiknya.
Yang paling mengherankan adalah langkah yang diambil oleh West Ham dan Everton. Secara finansial mereka sebenarnya bisa mencari pelatih yang lebih baik. Moyes memang sempat melakukan hal hebat di Everton dalam 11 tahun kariernya di sana, tetapi, apa yang ia lakukan dalam empat tahun terakhir bukanlah sesuatu yang betul-betul bagus. Salah satu yang mestinya menjadi perhatian adalah ketika ia gagal memenuhi ekspektasi sebagai yang terpilih setelah Sir Alex Ferguson pensiun di Manchester United.
Everton yang baru saja mendapatkan investor baru yaitu Farhad Moshiri, melakukan langkah yang lebih tidak masuk akal. Alih-alih bisa mengontrak pelatih seperti Luis Enrique atau Walter Mazzari misalnya, dengan katrok-nya Everton kemudian bersedia membayar kontrak enam juta paun per tahun untuk seorang Sam Allardyce.
Sebagai perbandingan, kontrak seorang Zinedine Zidane yang sudah membawa Real Madrid meraih gelar Liga Champions adalah 4,5 juta paun per tahun. Bahkan, rumor menyebutkan bahwa uang yang diterima Allardyce dari Everton bisa saja meningkat ke angka sembilan juta paun per tahun.
Boleh jadi perputaran para pelatih medioker inilah yang kemudian membuat Liga Primer Inggris hanya didominasi oleh tim-tim tertentu saja. Lebih jauh lagi, hal ini pula yang membuat sepak bola Inggris jalan di tempat, dan semakin tertinggal dari negara-negara lain. Sebuah komedi putar tentang sisi medioker sepak bola Inggris yang tidak pernah berhenti.
Author: Aun Rahman (@aunrrahman)
Penikmat sepak bola dalam negeri yang (masih) percaya Indonesia mampu tampil di Piala Dunia