Saat sepak bola jadi salah satu hiburan terbesar kala pandemi COVID-19 melanda dunia, Manchester United layak menyabet gelar sebagai tim sepak bola paling menghibur.
Rilis data Twitter Indonesia mengabsahkan hal ini. Tagar #MUFC jadi tagar olahraga yang paling banyak dibicarakan, dan akun twitter @ManUtd menempati peringkat pertama akun olahraga yang paling banyak dibicarakan di Indonesia sepanjang tahun 2020.
Sukses mengakhiri musim 2019/2020 usai kucing-kucingan dengan Chelsea dan Leicester. Manchester United, justru mengawali musim 2020/2021 dengan kekalahan atas Crystal Palace.
Selebihnya adalah roller coaster, mendapatkan penalti setelah peluit akhir berbunyi, dilibas Tottenham Hotspur, menumbangkan Paris Saint-Germain (PSG) dan RB Leipzig, hanya untuk kalah dari Istanbul Basaksehir kemudian melenggang ke Liga Europa.
Tiba-tiba saja di awal tahun 2021, mereka saat ini sedang di puncak klasemen Liga Inggris setelah tidak terkalahkan dalam 13 laga terakhir.
Sebenarnya memang wajar-wajar saja jika Manchester United ada di puncak klasemen.
Pada dasarnya tim ini diberkahi dengan pemain-pemain mentereng, sebut saja Bruno Fernandes, Paul Pogba, Marcus Rashford, atau Edinson Cavani.
Bahkan di bench, The Red Devils masih punya Donny van de Beek, Alex Telles, dan Dean Henderson.
Namun inkonsistensi mereka di awal musim dan kerap susah payah menang melawan tim yang di atas kertas harusnya mampu dituntaskan dengan mudah, memunculkan tanda tanya.
Hal ini kemudian sering kali berujung ribut-ribut bagi penggemarnya. Tak tanggung-tanggung, sang pelatih Ole Gunnar Solskjaer kerap diterpa kritik di media sosial, bahkan walaupun tim ini belum bertanding.
Hanya dengan menempatkan Martial di line-up atau memainkan Lindeloef yang baru pulih dari cedera menggantikan Eric Bailly yang sedang dalam performa bagus, sudah cukup membuat penggemarnya mencak-mencak di dunia maya.
Padahal sangat tidak mungkin seorang Solskjaer menurunkan pemain tanpa suatu alasan logis di belakangnya.
Namun ribut-ribut penggemar ini rupanya tidak jadi persoalan. Manchester United, Ole Gunnar Solskjaer, dan sang kapten yang juga sering menerima hujatan, Harry Maguire, tak ambil pusing.
Setan Merah menunjukkan kalau mereka memiliki resiliensi yang dibutuhkan untuk mengarungi derasnya persaingan menguasai takhta Liga Inggris.
Resiliensi secara sederhana adalah suatu konstruk psikologi yang mendeskripsikan kemampuan untuk beradaptasi dan pulih dari tekanan-tekanan yang dihadapi.
Berbeda dengan resistensi atau ketahanan, resiliensi menekankan garis bawah terhadap kemampuan untuk pulih, atau bouncing back setelah mengalami suatu kejadian tidak mengenakkan yang mungkin dapat bersifat traumatis dan berat.
Resiliensi United dibuktikan dengan klasemen sementara, walau mereka takluk atas Crystal Palace, dihabisi Spurs enam gol, kalah lawan Arsenal di kandang. toh saat ini, setelah 18 gameweek berlalu, United menampilkan diri sebagai kandidat juara.
Walau Ole sampai disebut guru penjas karena strategi yang katanya sangat biasa-biasa saja serta inkonsistensi yang timnya alami. ia berkali-kali justru menunjukkan resiliensinya dengan bangkit dari kekalahan dan meracik taktik dengan reaktif.
Taktik tiga bek dengan Shaw yang menjadi overlap CB terbukti memenangkan United di Paris. Fred dan McTominay disulap menjadi pivot penting mereka. Shaw dan Pogba juga turut kembali ke performa terbaiknya.
Harry Maguire yang sempat diminta angkat kaki saja dari Old Trafford setelah serangkaian insidennya di Yunani atau insiden blundernya di lapangan, mampu bangkit dan menunjukkan bahwa United masih bisa memercayainya.
Sejauh ini tidak ada yang mengalahkan Maguire sebagai bek untuk urusan duel di udara. Harry Maguire telah mencatakan 74 kali kesuksesan dalam duel udara.
Maguire juga tampil fenomenal kala menghadapi Liverpool di Anfield. Ia bermain solid dan mematahkan peluang terbaik Liverpool yang dimiliki Bobby Firmino.
Tidak dapat dinafikan bagaimana resiliensi ini telah membawa United di posisinya saat ini. Sebab jika tidak, barangkali Setan Merah saat ini sudah mengubur diri di dasar neraka setelah ditaklukkan Spurs enam gol di Old Trafford.
Maka saat ini, elemen United yang juga butuh untuk memiliki resiliensi adalah para fans-nya.
Tidak ada jaminan tim ini akan dapat terus-menerus menang, maka ketika Manchester United kalah para fans-nya harus bangkit lebih cepat.
Tak berlarut-larut menyayangkan kekalahan dan berdiri di garda terdepan, di belakang manajer mereka, membela United hingga gelar Liga Inggris ke-21 yang dinanti tiba.
*Penulis adalah mahasiswa psikologi asal Sulawesi Barat. Bisa disapa di akun twitter @mhmdrts