Bergema! Kira-kira begitulah kata yang bisa menggambarkan suasana di Stadion Dipta, Gianyar, Bali, pada tanggal 22 November 2018 dan tepatnya pada Jumat malam. Dengung tersebut muncul persis setelah sepakan Nerius Alom melesat jauh dari gawang yang dikawal oleh Annas Fitrianto.
Sumber dari gumpalan suara tersebut jelas bersumber dari seluruh penggawa, jajaran pelatih, dan pendukung Persita Tangerang yang hadir di kandang bagi Bali United. Gaung sorak sorai serta tangisan bahagia menyelimuti malam itu.
Ihwal tersebut didasari karena kemenangan Persita Tangerang atas lawanya, Sriwijaya FC. Kedua tim merupakan kesebalasan yang sama-sama memiliki komposisi pemain mumpuni. Persita memiliki pemain senior seperti M. Roby, Amarzukih, dan Ade Tjandra. Sementara Sriwijaya FC diperkuat nama-nama yang sudah tidak asing lagi bagi sepak bola Tanah Air seperti Zulkifly Syukur, Yongki Aribowo, dan Siswanto.
Taktik dari kedua pelatih ternyata sama kuatnya hingga penentuan tim pemenang harus ditetapkan melalui babak adu penalti.
Tiga pemain Laskar Wong Kito gagal mengeksekusi tendangan 12 pas tersebut, di antaranya Zulkifly dan Ambrizal. Sebaliknya dari kubu Pendekar Cisadane, hanya Asri Akbar seorang yang gagal menunaikan tugasnya dengan baik. Sepakan penalti pemain yang pernah merasakan gelar juara Liga 1 ini dapat dimentahkan oleh kiper gaek milik Sriwijaya FC, Galih Sudaryono.
Hal tersebut mengukuhkan Egi Melgiansyah dkk sebagai pemenang pertandingan semi-final Liga 2, dengan skor adu penalti 3-2. Keperkasaan Persita di pertempuran tersebut sekaligus membawa mereka terbang ke Liga 1 musim 2020 mendatang.
Persiapan manajemen yang matang
Keberhasilan tim kebanggaan masyarakat Tangerang dalam promosi ke kasta teratas tersebut tidak dicapai dengan mudah. Musim lalu mereka dikandaskan Kalteng Putra dalam perebutan juara 3 Liga 2 2018. Kenangan akan protes sendu sang kapten, Egi Melgiansyah, akan terus diingat mengiringi penyesalan yang diakibatkan kekalahan dari tim asal Pulau Kalimantan tersebut.
Kegagalan itu memacu manajemen Persita untuk lebih baik dalam mengarungi musim kompetisi yang baru. Sebagai awal dari sebuah ikhtiar, manajemen La Viola memberikan mandat kepada Widodo Cahyono Putro (WCP) untuk mengurus segala racikan terbaik untuk tim.
Lelaki yang pernah menukangi Bali United dan Sriwijaya FC tersebut mempertahankan muka lama seperti Egi Melgiansyah, Ade Tjandra, dan sang kiper, Yogi Triana. Sementara pemain baru namun berpengalaman seperti M. Roby, Amarzukih, serta Qischil Gandrum diaduk bersama pemain lain yang ada.
Praktis WCP tidak banyak menggunakan pemain di bawah 23 tahun. Mungkin hanya Muhammad Toha, pemuda yang dapat menampilkan performa terbaik bersama tim yang berdiri sejak tahun 1953 tersebut.
BACA JUGA: Menunggu Kebangkitan Sepak Bola Banten
Tidak banyak menemui kesulitan berarti di paruh pertama Liga 2, tidak pula membuat manajemen Persita puas. Si Ungu menambah amunisi pemain dengan mengontrak Redi Rusmawan dan Novrianto.
Redi pemain yang sebelumnya bermain di PSIM, memiliki dampak cukup positif. Bermain di sisi sayap, winger lincah ini acap kali merusak konsentrasi lawan. Hebatnya lagi dirinya mampu menjadi penentu kemenangan Persita atas PSMS di babak 8 besar.
Mental baja yang dimiliki oleh Persita terutama para pendukung mereka yang tak lelah menanti untuk bisa mendukung timnya di kompetisi teratas akan segera terwujud. Hal ini sekaligus menjadi kabar baik bagi sepak bola di Provinsi Banten, khususnya daerah Tangerang.
Setelah lima tahun tidak ada perwakilan di kasta teratas, Persita mencoba menggebrak kekosongan tersebut dengan prestasi menjulang tinggi seperti yang pernah mereka lakukan di tahun 2002. Bukan tidak mungkin publik Tangerang akan menyaksikan aksi-aksi layaknya yang pernah dilakukan oleh duet maut Zaenal Arief dan Ilham Jaya Kesuma.
Walaupun telah memastikan lolos ke Liga 1, sayangnya pesta jadi kurang lengkap karena tak mampu menaklukkan Persik Kediri di partai puncak. Egi Melgiansyah dkk harus mengakui keunggulan Macan Putih dengan skor 2-3.
Tapi apa pun itu, Persita sekarang tetap berhak berpesta, bersyukur, dan merayakannya. Pendekar Cisadane telah kembali ke arena pertarungan tertinggi di rimba sepak bola Indonesia.
Bentornato, La Viola!
*Penulis adalah mahasiswa jurusan teknik industri di salah satu perguruan tinggi negeri di Yogyakarta. Bisa disapa di akun twitter @aveechena