Analisis

Menanti Debut Thiago Motta dan Formasi 2-7-2

Minggu (28/10) dini hari WIB publik stadion Luigi Ferraris menantikan debut Thiago Motta sebagai pelatih Genoa. Termasuk formasi 2-7-2 yang ia kembangkan, menjadi salah satu daya pikat yang menarik dalam debut allenatore kelahiran Brasil ini, karena dianggap tidak biasa dan revolusioner.

Apa sih taktik 2-7-2 miliknya? Bagaimana itu bekerja dan apakah Genoa bisa menerapkannya?

Menggantikan Aurelio Andreazzoli per 22 Oktober lalu, mantan penggawa Internazionale Milano dan Paris Saint-Germain yang sempat membela Il Grifone ini menapaki karier baru sebagai pelatih di tim senior untuk pertama kalinya. Sejak memutuskan pensiun dari dunia sepak bola pada Mei 2018, Motta sendiri sudah membesut tim U-19 PSG dan melontarkan pernyataan menarik soal taktik revolusionernya.

Dikutip dari La Gazzetta dello Sport melalui standard.co.uk, formasi 2-7-2 Thiago Motta diperkenalkan pada November lalu yang mana semua pemain dalam susunan sebelas pertama menjadi pemain lapangan (outfield) sekaligus menisbikan peran penjaga gawang secara harfiah.

“Bagi saya, para penyerang adalah para pemain bertahan pertama dan seorang kiper adalah penyerang pertama. Penjaga gawang memulai permainan dengan bola di kakinya, dan para penyerang adalah orang-orang pertama yang menekan untuk me-recover bola,” terang mantan pemain yang tercatat membela Brasil dan Italia di level internasional ini.

Baca juga: Derby Della Lanterna: Saat Genoa dan Sampdoria Berebut Status Penguasa Kota Pelabuhan

Pada perkenalan pertamanya sebagai pelatih Genoa, Motta kembali disinggung soal taktik ini. Ia berkilah bahwa formasi 2-7-2 itu membuktikan bahwa angka-angka (di dalam sebuah formasi) tidaklah penting dalam sepak bola. Hal tersebut senada dengan yang dikatakan seorang pundit ESPN, Matteo Bonetti, dalam cuitannya di Twitter baru-baru ini.

“Thiago Motta ingin melakukan hal revolusioner dalam sepak bola dengan formasi 2-7-2 miliknya di mana penjaga gawang berdiri di pinggir wilayah batas permainannya… sebelum kita semua terkejut, ini hanyalah fromasi 4-3-3 yang ofensif dengan pendekatan taktik high pressing.

Kredit: Sport Bible

Dikutip dari Sport Bible, Motta menginginkan tim yang menerapkan gaya bermain high pressing dengan banyak pergerakan pemain baik dengan dan/atau tanpa bola. Seperti terlihat pada gambar di atas posisi penjaga gawang menjadi salah satu dari ketujuh pemain tengah di depan sepasang bek tengah sebagai ‘penjaga’ terakhir garis pertahanan.

“Saya butuh pemain yang di saat ia memegang bola di kakinya selalu punya tiga sampai empat opsi dan dua rekannya berdiri di dekatnya dan siap membantu. Kesulitan dalam sepak bola sebenarnya adalah melakukan hal-hal mudah seperti mengontrol wilayah permainan Anda, melakukan umpan dan bebas saat menyerang.”

“Saya tidak suka angka-angka (dalam formasi) di lapangan karena mereka mengelabui Anda. Anda bisa bermain sangat ofensif dengan formasi 5-3-2 dan bermain sangat defensif dalam formasi 4-3-3. Tergantung kualitas para pemainnya, saya pernah bermain dengan para bek yang tiba-tiba menjelma menjadi pemain nomor 9 dan 10 di menit akhir pertandingan. Tapi itu tak berarti saya tidak menyukai pemain seperti Samuel atau Chiellini yang terlahir sebagai seorang bek natural,” sebut Motta seraya mengutip mantan rekannya di Inter dan timnas Italia.

Baca juga: Mereka yang Luput dari Daftar Nominasi Ballon d’Or 2019

Apakah Genoa dapat menerapkan ‘ide gila’ Motta?

Sebelum pengangkatan Motta sebagai pelatih kepala Genoa baru-baru ini, saya sudah lebih dulu melihat cara bekerja formasi 2-7-2 Thiago Motta di kanal YouTube Tifo Football beberapa bulan lalu. Formasi tersebut coba dibongkar, karena jelas terdengar tidak biasa menampilkan peran kiper sebagai pusat permainan baik secara harfiah maupun sekadar benar-benar ‘dihitung’ sebagai salah satu dari 11 pemain di papan formasi.

Menariknya formasi 2-7-2 Thiago Motta dapat dibaca secara horizontal maupun vertikal. Jika dibaca secara horizontal sama seperti kita membaca formasi pada umumnya. Dimulai dari dua bek tengah (nomor 2 dan 5 pada gambar pertama) bergerak ke tujuh pemain tengah di mana seorang kiper dalam formasi tersebut dan dua penyerang.

Namun jika dibaca secara vertikal, dari kiri ke kanan dan sebaliknya, dua pemain pertama adalah pemain nomor 2 dan 3, diikuti kumpulan pemain di tengah dan diakhiri pemain nomor 4 dan 5 merujuk gambar pertama.

Motta sendiri sudah mencoba taktik ini pada tim U-19 PSG di UEFA Youth League musim lalu. Pada video Tifo Football di atas formasi dasar Les Parisiens adalah 4-3-3. Garissone Innocent, sang kiper pun, disulap menjadi seorang sweeper keeper layaknya Manuel Neuer meski tidak secara eksak bermain di depan dua bek tengah.

Baca juga: Para Sweeper Keeper dan Evolusi Peran Kiper Sepak Bola

Alih-alih membuat garis pertahanan naik, Motta menarik satu pemain tengah agar berdiri berdekatan dengan dua bek tengah dan membiarkan dua bek sayap bergerak lebih ke depan sehingga ada tiga pemain yang melindungi Innocent.

Di saat menyerang pun formasi berubah lagi dari 3-4-3 menjadi 4-3-3 tapi dengan jarak antara pemain nomor 3 dan 4 terpaut jauh dengan dua bek tengah di belakangnya. Akan ada delapan pemain yang menyerang, membentuk kerapatan permainan, sehingga dapat melakukan umpan membentuk segitiga sama sisi di antara satu pemain dengan rekan-rekan di sampingnya.

Para pundit Tifo Football pun menerka bahwa gaya permainan Motta sama seperti halnya tiki-taka yang dikembangkan Cruyff dan Guardiola.

Kembali ke pertanyaan di atas, bisakah Genoa menerapkan ‘ide gila’ Motta? Bisa, asalkan para pemain Il Grifone mau meninggalkan warisan formasi Andreazzoli yakni 3-5-2 dan beralih ke formasi 2-7-2 atau 4-3-3 milik pelatih berusia 37 tahun ini. Itu berarti Motta harus berani membongkar pakem tiga bek Genoa yang kini terjerembab di posisi ke-19 dan menderita 4 kekalahan di lima laga terakhirnya.

Menjamu tim promosi, Brescia, Minggu (28/10) dini hari WIB harus menjadi era baru kebangkitan Goran Pandev cs. Jujur saya tak sabar melihat beberapa talenta muda Genoa seperti bek Cristian Romero dan kiper Ionit Radu disulap dengan gaya permainan tiki taka. Terlebih Radu yang coba diasah menjadi sweeper keeper serupa Neuer atau Innocent.

Baca juga: Ketika Tiki-Taka Spanyol Menaklukkan Piala Dunia 2010

Bermain tiki-taka pun membutuhkan kecepatan, beruntung Motta diberkati beberapa pemain muda meski hanya berstatus pinjaman. Melengkapi dua nama yang disebut sebelumnya yang merupakan pinjaman Juventus dan Internazionale, masih ada duet penyerang muda Antonio Sanabria dan Andrea Pinamonti. Tanpa mengesampingkan nama-nama senior seperti Goran Pandev atau Sinan Gumus, duet Sanabria-Pinamonti layak dinanti sebagai duet ujung tombak Genoa menggempur pertahanan Brescia.

Masih ada beberapa jam lagi sebelum menanti taktik 2-7-2 Thiago Motta berjalan. Masih ada beberapa jam lagi menanti akhir cerita dari taktik yang fenomenal ini.

Akankah langsung berbuah hasil positif bagi Il Grifone? Tapi yang jelas Motta punya banyak waktu mengembalikan performa Genoa, klub yang pernah melaju ke semi-final Piala UEFA 1991/1992 ke trek kemenangan.