Suara Pembaca

Dua Faktor Turunnya Performa Timnas Indonesia

Hasil minor yang didapat timnas Indonesia pada kualifikasi Piala Dunia 2022 Qatar, membuat wajah pencinta sepak bola Indonesia kian murung. Berbagai kritikan pedas dan cacian terlempar kepada seluruh staf dan pemain timnas Indonesia.

Banyak yang mendadak jadi ‘pengamat sepak bola baru’, yang tadinya tidak suka, bahkan tidak mengerti sepak bola sekalipun, mengomentari terkait kekalahan di dua pertandingan ini.

Penilaian yang dimulai dari kesalahan strategi, pergantian pemain, atau bahkan dari individual beberapa pemain, begitu terasa sampai ke telinga media sosial. Sampai kepada pengaturan liga pun tak luput dari komentar pencinta sepak bola Tanah Air. Bahkan federasi (PSSI) pun menjadi sasaran. That’s right! Semua tidak salah!

Tetapi saya akan mencoba melihat dari sisi keterampilan psiklogis pemain, dan hanya satu keterampilan psikologis yang dibahas, yakni “kepercayaan terhadap tim yang dihubungkan kepada pelatih”.

Pembaca Football Tribe Indonesia pun pasti masih ingat ketika momen persiapan Asian Games 2018, sampai rampungnya multievent tersebut, tepatnya di era kepelatihan Luis Milla Aspas. Seluruh pemain begitu antusias dan berharap banyak kepada pelatih yang pernah mengarsiteki Real Zaragoza dan timnas U-19 dan U-23 Spanyol ini.

Baca juga: Pertandingan Pertama, Indonesia Gagal Total di Dalam dan Luar Lapangan

Pengalaman melatih tim LaLiga, Real Zaragoza, dan kesuksesan dalam menangani Spanyol U-21 yang berhasil menjuarai Piala Eropa U-21 di Denmark, seakan membuat pemain Indonesia begitu respect, memiliki tingkat gairah yang tinggi, dan kepercayaannya kepada sang caretaker tersebut.

Keberhasilan memadukan pemain top yang sudah tidak asing lagi d telinga kita, seperti David de Gea, Isco, Thiago Alcantara, dan Juan mata, menjadikan tambahan kepercayaan skuat timnas Indonesia terhadap sosok Milla.

Pengalaman inilah yang diharapkan oleh sebagian besar pemain. Antusias, gairah, dan kepercayaan inilah yang ternyata berdampak positif pada peningkatan performa yang cenderung signifikan dalam setiap pertandingan, baik pada saat uji coba maupun pertandingan resmi.

Seperti dalam bukunya Bill Beswick yang berjudul Focused For Soccer, dijelaskan bahwa kemenangan pada sepak bola didasarkan pada pondasi kepercayaan pemain dan tim (Beswick,2010: 44). Sementara itu melalui teori Reversal Theory, Robert S. Weinberg dan Daniel Gould dalam bukunya Foundations of Sport and Exercise Psychology (5th), menjelaskan bahwa hubungan kegairahan dalam tim dan penampilan.

Teori ini menekankan bahwa interpretasi seorang pemain terhadap rangsangan (pelatih) adalah signifikan (Weinberg & Gould, 2011: 90). Dengan kata lain, dapat diartikan bahwa tingkat antusias, gairah tinggi, dan kepercayaan kepada pelatih yang ‘mungkin’ dapat meningkatkan penampilan pada latihan dan pertandingan.

Baca juga: Beda Pertandingan, Beda Penanganan Keamanan

Meskipun di era kepelatihan Luis Milla gagal memenuhi target dari federasi, yaitu gelaran SEA Games 2017 dan Asian Games 2018, namun dalam segi permainan, penampilan Indonesia memiliki keterpaduan antarpemain yang signifikan, sehingga terlihat seperti memiliki filosofi permainan tersendiri, yang membuat pencinta sepak bola Indonesia merasa bangga.

Performa dalam lapangan yang seakan aplikasi dari filosofi sepak bola Indonesia, yang ada dalam buku Kurikulum Pembinaan Sepakbola Indonesia, susunan Danurwindo, dkk., inilah yang menjadi harapan besar bagi masyarakat akan kebangkitan sepak bola Indonesia.

Tetapi kebanggaan tersebut tidak berlangsung lama. Pasalnya, pascagelaran Asian Games 2018 kian beredar informasi terkait masa depan kepelatihan coach Milla. Puncaknya pada perdebatan simpang siurnya jabatan pelatih timnas Indonesia antara melanjutkan kontrak dengan Milla atau menghentikannya, kian merebah di berbagai media.

Namun demikian beberapa pemain menunjukkan harapan untuk tetap dilatih oleh mantan pemain Valencia dan Real Madrid tersebut. 

Dikutip dalam laman CNN Indonesia, kapten timnas Andritany Ardhiyasa  mengungkapkan bahwa “saya sebagai pemain senior, bukan maksud saya untuk cari perhatian, tapi saya berharap kepada siapa pun pengambil keputusan nanti, saya harap coach Milla dipertahankan. Karena sepak bola sebelumnya dan sekarang terlihat jelas ada peningkatannya,” ucap Andritany. 

Senada dengan rekannya, Evan Dimas pun mengungkapkan “kalau saya pribadi, (masih) ingin sama Luis Milla. Dia pelatih yang bagus, tapi semua terserah PSSI.” 

Sedangkan pemain rising star yang dimiliki Persebaya Surabaya mengungkapkan alasannya mengapa Luis Milla masih layak menakhodai Timnas Indonesia. “Saya senang saja dengan coach Milla, dia orangnya disiplin dan respect kepada pemain. Saya harap juga dia bertahan,” ucap Irfan Jaya.

Namun akhirnya federasi tidak mempertahankan Luis Milla Aspas sebagai juru taktik timnas Indonesia. Entah apa yang menjadi sebab, yang jelas Indonesia (pernah) dilatih oleh pelatih berlisensi UEFA Pro ini.

Lalu bagaimana dengan timnas Indonesia sekarang?

Saya tidak sedang dalam wilayah membandingkan antara kedua pelatih. Saya menganalisis dan berasumsi bahwa, yang menjadi bagian dalam keterampilan psikologis pemain, yaitu kurangnya “gairah” dan “antusias”, sehingga berimbas pada kurangnya kepercayaan pemain terhadap pelatih, menjadi salah satu faktor kegagalan dalam mencapai performa optimalnya.

Baca juga: Dua Tahun Setelah Catur Yuliantono Meninggal

Sejak ditetapkannya Simon McMenemy oleh federasi sebagai pelatih timnas Indonesia pada 20 Desember 2018, gairah dan antusias yang berimbas pada kepercayaan ke pelatih kurang terlihat pada diri pemain.

Sudah barang tentu seluruh pemain bersikap profesional dan percaya terhadap kualitas sang pelatih yang berlisensi A AFC ini, tapi dari sisi antusias dan gairah, terlihat lebih menonjol ketika ditetapkan Luis Milla sebagai arsitek timnas. Akibatnya adalah kepercayaan tim terhadap sang pelatih terlihat berkurang, ujungnya tingkat ‘efikasi diri’ setiap pemain tidak maksimal.

Sepak bola yang merupakan olahraga tim, tentunya lebih mengandalkan kerja sama tim, harmonisitas, dan saling bersinergi di antara pemain dan pelatih untuk mencapai hasil yang optimal.

Britton W. Brewer dalam bukunya Sport Psychology menjelaskan bahwa kekompakan atau keterpaduan sebuah tim dipengaruhi oleh beberapa faktor, yang di antaranya faktor individu, faktor kepemimpinan, faktor lingkungan, dan faktor tim itu sendiri (Brewer, 2009: 68).

Menurut teori tersebut, saya berasumsi bahwa faktor individu (pemain) dan faktor kepemimpinan (pelatih) inilah yang kurang memiliki keterpaduan. Faktor kepemimpinan menjadi salah satu faktor dalam meningkatkan performa individualnya, yang nantinya bersambung kepada kepercayaan kepada seorang pemimpin (pelatih) dan dalam perkembangannya muncul sikap gairah dan antusias.

Gairah dan antusias ini merupakan aktualisasi dari kepercayaan pada sebuah tim, sehingga mencapai kohesivitas tim yang lebih optimal. Hasil dari kohesivitas tim ini akan terlihat dalam sebuah penampilan di lapangan dengan keterpaduan antarpemain yang menonjol. 

Baca juga: Semangkuk Tom Yam dari Filipina

Kedua pelatih mempunyai kelebihan dan kekurangannya masing-masing. Namun, sampai saat ini masyarakat Indonesia seperti belum “move on” dengan hasil performa yang telah ditunjukkan dari kinerja Luis Milla.

Tidak relevan rasanya jika menghukum dengan menilai dari hasil dua pertandingan ini, karena coach Simon ‘mungkin’ masih belum menemukan komposisi terbaiknya. Belum genap satu tahun dalam menangani Indonesia, saya kira masih banyak waktu dan peluang untuk memperbaikinya. 

Kita semua tentu berharap, Indonesia dapat berbicara banyak pada setiap ajang internasional. Perlu dukungan dari berbagai pihak untuk mewujudkan mimpi pencinta sepak bola Indonesia ini.

Semoga seluruh pelaku sepak bola Indonesia lebih profesional dan dewasa menghadapi perkembangan dari segala bidang di era modern ini, agar kita tidak selalu tertinggal dari negara-negara ‘satu rumpun’ (tetangga) dan negara-negara maju lainnya.

 

*Penulis merupakan pelatih futsal berlisensi level 1 Nasional, dan pernah menjadi tim peneliti atlet Asian Games 2018 khususnya cabang olahraga sepak bola. Bisa ditemui di akun Twitter @faizalIRobani