Cerita

200 dan Bukan Pamungkas

Semula pertandingan terlihat akan berakhir imbang. Gol kedua rasanya sulit hadir bagi tuan rumah setelah sebelumnya gol cepat mereka di babak pertama berhasil disamakan lawan. Menyerang dan terus menyerang telah dilakukan, tapi lawan dapat menetralisirnya dengan berbagai cara.

Hingga akhirnya pergantian pemain terakhir dilakukan. Pemain yang sejak jeda pertandingan telah melakukan pemanasan, dipanggil menghadap pelatih kepala. Sedikit pembekalan dilakukan. Intruksi singkat untuk apa yang harus dilakukan di lapangan nampak diberikan.

Pemain dengan nomor punggung ikonik tersebut melangkah ke lapangan setelahnya. Dengan langkah pasti, ia menantap pertandingan. Namun ada sedikit hal tidak biasa, jersey yang dikenakan nampak berantakan. Tapi ternyata kembali dirapikan di tepi garis lapangan.

Sebagian orang bertanya-tanya kenapa ia yang diberi kesempatan? Kenapa bukan pemain yang lebih muda, lebih cepat, lebih ekplosif yang dipilih ketika tim butuh gol segera? Perubahan apa yang kiranya bisa dilakukan? Tapi sebagian lain mengelukan namanya untuk mengantarkan ke pertandingan.

Baca juga: Bambang Pamungkas, dari Getas, ke Eropa, dan Jakarta

Nampaknya waktu tidak akan cukup baginya untuk mengubah keadaan. Tidak banyak yang dapat dilakukannya. Beberapa kali ia hanya berlari membuka ruang. Beberapa kali juga ia meminta bola di daerah kekuasaannya, tapi belum ada hasil nyata.

Formasi telah diubah. Garis pertahanan telah dinaikkan. Tapi lawan pintar memainkan peran. Terjatuh dan terjatuh untuk mengulur waktu. Sentuhan sedikit saja dapat menjatuhkan lawan hingga harus menerima perawatan.

Situasi demikian nampak menguras emosi. Bukan hanya pemain, suporter juga demikian. Di waktu yang semakin menipis, kesabaran menanti gol kemenangan turut menipis.

Caci-maki hadir dari sekeliling lapangan. Dari balik pagar, bukan hanya pemain drama yang mendapat teror, tapi juga wasit yang nampak tidak tegas menyikapi situasi juga menerima banyak teriakan.

Suara lain hadir dari salah satu sudut tribun. Nyanyian minor mereka suarakan. Mereka nampak tidak puas dengan performa tim. Sudah empat pertandingan belum ada yang menghasilkan kemenangan. Padahal mereka telah melakukan segalanya untuk memberi dukungan. Mulai dari menemani di empat laga tandang beruntun, hingga mendukung di “kandang” yang jauh di luar kota.

Baca juga: Jika Para Pemain Terbaik Jawa Tengah Dijadikan Satu Tim

Pertandingan sore ini memang berstatus laga kandang, tapi diselenggarakan jauh di luar kota. Sedikitnya butuh waktu 3-4 jam dan ongkos tidak sedikit untuk menjangkau lokasi pertandingan.

Dengan keterbatasan moda transportasi umum, dengan macetnya jalur menuju lokasi, dan teriknya matahari kawasan industri, pantas bila mereka yang datang mengharap hadiah berupa kemenangan.

Hingga menit 90 pertandingan belum ada perubahan. Gol yang dinanti belum juga datang. Pemain terakhir yang dimasukkan pun belum berbuat apa-apa, sedangkan emosi terus meninggi. Kini harapan hanya ada di enam menit waktu tambahan yang diberi pengadil lapangan. Waktu yang cukup banyak namun rasanya akan tetap kurang bagi tim yang mengejar kemenangan.

Tapi enam menit benar-benar waktu yang berharga, dan pemain kunci tadi benar-benar orang yang tepat. Di sisa waktu, umpan dari sisi kiri dikirimkan. Dengan kehebatannya, pemain dengan nomor punggung 20 segera melompat menyambut bola. Setelahnya, semua pasti tahu apa yang terjadi. Ia berlari dan berselebrasi di sisi yang sepi. Seolah menjauhi para photografer yang sedang berburu cahaya dan merayakan kemenangannya di sana.

Tanpa banyak disadari, gol tadi benar-benar gol spesial untuk pemain dengan nomor punggung 20 di tahun ke-20 bersama Persija Jakarta. Gol ke-200 baru saja ia ciptakan untuk klub ibu kota.

Baca juga: Nostalgia Musim Sukses Bambang Pamungkas dan Elie Aiboy di Selangor FA

Saat jumpa media, ia berberita. Gol pertamanya untuk Macan Kemayoran dicipta ke gawang PSDS Deli Serdang dua dekade silam.

“Mungkin yang jadi spesial karena ini gol ke-200 saya di Persija, yang saya tidak kira ternyata saya sudah 20 tahun, sejak saya mencetak gol pertama tahun 1999 lawan Deli Serdang.”

Lebih jauh pemain 39 tahun tersebut mensyukuri kebersamaannya yang begitu panjang dengan tim yang ia cinta. Meski belum tahu hingga kapan kebersamaannya berlangsung, tapi ia memastikan selama masih bermain tugasnya adalah mencetak gol.

“Jadi saya bersyukur karena melewati masa yang begitu panjang di Persija, tim yang saya cintai. Saya tidak tahu sampai kapan akan bermain tapi jika saya masih bermain itu artinya Bambang Pamungkas adalah pencetak gol,” kata Bambang Pamungkas, saat jumpa media usai pertandingan.

Teruslah bermain Bambang Pamungkas, pemain yang melompat tinggi dengan kerendahan hati. Gol-gol berikutnya masih kami nanti.

Selamat untuk prestasinya, Capt.