Suara Pembaca

Mungkin Ini Regulasi Pemain yang Cocok di Liga Indonesia

Sebuah kompetisi yang baik haruslah memiliki tingkat persaingan yang ketat, tata kelola yang baik, bersih dari intervensi pihak luar, dan berbagai macam kecurangan serta regulasi-regulasi yang ada didalamnya termasuk regulasi pemain.

Dalam sebuah kompetisi apalagi kompetisi professional, regulasi termasuk regulasi pemain sangatlah dibutuhkan, untuk mengatur siapa saja yang boleh bermain di kompetisi tersebut. Syarat usia pemain, jumlah minimal dan maksimal pemain yang dimiliki sebuah tim, hingga kewarganegaraan sang pemain juga diatur dalam sebuah kompetisi professional.

Regulasi jumlah pemain dan kuota pemain muda

Di Liga 1 sebagai kasta tertinggi kompetisi sepak bola Indonesia, musim lalu setiap tim hanya boleh memiliki maksimal 30 pemain. Rinciannya, minimal harus terdaftar 7 pemain di bawah usia 23 tahun, dan setiap tim boleh mendatangkan 4 pemain asing yang terdiri dari minimal 1 pemain dari negara di Asia dan 3 lainnya boleh dari benua selain Asia.

Sebuah regulasi yang cukup bagus karena membuat setiap tim harus menyediakan tempat bagi para pemain muda. Namun jika ditelaah lagi, regulasi ini sedikit kurang efektif.

Regulasi ini dibuat memang berlandaskan di mana tak semua pelatih di Indonesia yang berani memberikan kepercayaannya kepada pemain-pemain muda, sehingga regenerasi menjadi sedikit terhambat. Namun jika dengan regulasi seperti itu, terdapat celah yang bisa “diakali” oleh para pelatih tersebut.

Setiap tim selalu punya skuat utama yang biasanya terdiri dari 22-23 pemain sebagaimana komposisi pemain sebuah tim nasional. Meskipun tim terbaik hanya terdiri dari 11 pemain dan line-up pun maksimal hanya 18-20 pemain, tapi demi mempunyai komposisi yang seimbang, jumlah 23 pemain utama seringkali dijadikan ukuran sebuah tim dalam melakoni sebuah kompetisi.

Baca juga: 11 Talenta Emas U-23 Indonesia yang Tidak Dibawa ke Asian Games 2018

Di Indonesia, dengan regulasi di atas, setiap tim bisa memiliki 23 pemain senior (di atas 23 tahun) di mana syarat pemain muda masih bisa terpenuhi. Itu artinya, pelatih-pelatih dan tim-tim yang memang kurang begitu terbiasa dengan pemain muda dapat “mengakali” regulasi yang ada dengan skuat inti terdiri dari pemain senior dan pemain muda baru benar-benar bisa masuk jika banyak pemain senior yang tidak dapat bermain.

Akan lebih baik, untuk menghindari hal tersebut agar para pemain muda mempunyai menit bermain atau setidaknya memiliki peluang bermain yang lebih besar, jika regulasinya diubah. Tidak lagi memakai aturan jumlah minimal pemain muda, tapi diubah menjadi jumlah maksimal pemain senior.

Setiap tim hanya boleh memiliki 21 pemain senior (termasuk pemain asing) dengan jumlah keseluruhan pemain tidak perlu dibatasi. Dengan begitu, di mana struktur ideal sebuah tim itu 25-28 pemain, setiap tim bakal merekrut setidaknya 4-7 pemain muda.

Dengan regulasi seperti ini, para pemain muda setidaknya punya dua slot kosong untuk masuk ke dalam 23 pemain inti tadi, sehingga peluang mereka untuk bisa bermain menjadi lebih besar, atau setidaknya sekedar masuk line-up dan melakukan pemanasan untuk bisa merasakan atmosfer pertandingan yang sebenarnya. Seperti yang dilakukan Liga Primer Inggris dan beberapa liga top Eropa lainnya yang hanya membatasi 25 pemain senior dengan syarat-syarat tertentu.

Selain itu, kategori usia pemain muda juga seharusnya diubah. 23 tahun memang masih muda untuk ukuran seorang pesepak bola, tapi dengan kondisi sepak bola Indonesia saat ini, agaknya regulasi tersebut kurang relevan.

Baca juga: Sebelas Pemain Terbaik U-23 di Liga 1 2017

Jika dulu, kompetisi tingkat kedua dari jenjang usia setelah liga senior/profesional adalah Liga U-21, jadi para pemain jebolan Liga U-21 punya waktu setidaknya 2 tahun untuk mengasah kemampuan dan mental mereka, jika lebih dari itu, saat usianya sudah lebih dari 23 tahun, mereka akan tersingkir karena mereka sudah tidak punya “jatah” lagi di tim senior, dan itu bagus untuk memotivasi dan menumbuhkan jiwa bersaing pada para pemain muda.

Namun sekarang, kompetisi di bawah liga senior adalah Liga U-19, itu berarti para pemain muda punya waktu 4 tahun untuk benar-benar harus mampu bersaing di level senior. Itu terlalu lama, bisa membuat para pemain muda sedikit terlena.

Seharusnya, regulasi yang dipakai adalah bukan lagi 23 tahun, tetapi 21 tahun, sehingga para pemain muda jebolan Liga U-19 tadi hanya mempunyai waktu dua tahun dan sekaligus memotivasi juga menumbuhkan jiwa bersaing mereka.

Langkah bijak menyikapi pemain asing

Selain persoalan di atas, regulasi pemain asing pun perlu disoroti. Pasalnya regulasi pemain asing ini menimbulkan banyak pro-kontra. Komposisi pemain asing 3+1 sebenarnya sudah digunakan beberapa tahun yang lalu. Yang menjadi perdebatan adalah mengenai perlu atau tidaknya mendatangkan seorang pemain asing.

Mereka yang tidak setuju dengan pemain asing beralasan bahwa lebih baik memberikan slot itu kepada pemain lokal untuk menambahkan menit bermain lebih pada pemain dalam negeri. Sedangkan mereka yang setuju  dengan pemain asing menganggap bahwa kedatangan para pemain luar itu banyak memberikan manfaat pada sepakbola Indonesia, bahkan ada juga yang menganggap kuotanya harus ditambah lagi 1-2 pemain.

Sebenarnya yang pro dan kontra sama-sama benar. Datangnya pemain asing memang mengurangi menit bermain bagi para pemain lokal, terbukti saat ini Indonesia kekurangan pemain-pemain berkualitas di posisi krusial seperti bek tengah, gelandang tengah, dan penyerang tengah yang biasanya memang posisi-posisi tersebut diisi para pemain asing.

Baca juga: Bedah Materi Pemain Asing: Bali United, Madura United. Arema FC, dan PSM

PSSI pun selaku federasi yang menaungi sepak bola di negeri ini merasakan keresahan yang sama dengan berencana melarang pemain asing yang berposisi di tempat penting tadi yakni di pos penyerang untuk kompetisi mendatang, seperti yang dilakukan Cina dengan melarang pemain asing seorang penjaga gawang (setidaknya beberapa tahun lalu).

Tapi pemain asing juga mendatangkan banyak manfaat. Dari segi kompetitif, datangnya pemain asing meningkatkan nilai persaingan juga kualitas tim dan kompetisi. Selain itu, dengan teknik dan skill yang mumpuni, membuat daya tarik terhadap tim dan kompetisi pun menjadi bertambah. Tak sampai di situ, datangnya pemain asing juga dapat memberikan ilmu lebih kepada pemain lokal, terutama para pemain muda. Lalu apa yang seharusnya dilakukan ?

Langkah yang bisa dilakukan PSSI maupun operator Liga untuk menyelesaikan persoalan ini memang melarang pemain asing atau setidaknya melarang pemain asing tersebut yang bermain di posisi krusial tadi. Tapi ada juga solusi bijak lainnya, yaitu dengan meningkatkan pembinaan para pemain muda dan para pemain lokal pun harus terus berlatih agar mampu bersaing dengan para pemain asing tadi.

Selain itu, kunci utama untuk menyelesaikan masalah ini ada pada klub dan pelatihnya. Memang tidak salah dan sangat wajar jika klub dan sang pelatih memilih pemain yang bermain di posisi krusial tadi, tapi alangkah lebih bijak jika klub-klub dan para pelatih juga meresahkan persoalan ini.

Baca juga: Gemerlap Pemain Asing Berkualitas di Thai League 1 2019

Indonesia selalu punya pemain sayap bertalenta, banyak malah. Tapi mereka tak terlalu punya banyak role model di posisi tersebut, karena pemain asing yang berposisi sebagai winger di Liga Indonesia sangatlah sedikit, begitu juga dengan para bek sayap dan penjaga gawang.

Akan lebih baik, jika klub dan pelatih memilih pemain-pemain asing di posisi tersebut, sehingga menit bermain untuk pemain lokal di posisi krusial sebelumnya  bisa menjadi lebih banyak. Toh posisi sayap baik itu bek sayap, gelandang, dan penyerang sayap pun pasti harus diisi oleh dua pemain, kiri dan kanan, sehingga jika diisi satu pemain asing, maka setidaknya satu pos lagi bisa diisi pemain lokal, dan mereka bisa belajar serta punya role model di posisi tersebut. Jadi otomatis, mengurangi pemain asing diposisi-posisi penting sebelumnya.