Manchester United usai Sir Alex Ferguson pensiun pelan-pelan menjadi pertarungan memori Tim Sir Alex Ferguson dengan realita kini. Segala sesuatu yang seakan tidak beres akan selalu dibandingkan dengan masa Sir Alex. Hal yang sebenarnya coba bisa diantisipasi dengan mengangkat beberapa manajer yang dianggap mampu meneruskan filosofi Sir Alex.
Namun dari David Moyes, Ryan Giggs (caretaker), Louis van Gaal, hingga Jose Mourinho dianggap tak mampu mendekati kedigdayaan Sir Alex. Semua manajer tersebut seakan tenggelam dalam bayang-bayang manajer legendaris Manchester United tersebut.
Kini The Red Devils mencoba hal yang agak baru dengan mengangkat Ole Gunnar Solskjaer sebagai pelatih sementara atau caretaker selama sisa musim 2018/2019. Banyak yang meragukan kapabilitas Solskjaer dalam menangani tim sebesar MU. Akan tetapi jajaran petinggi telah mengambil keputusan tersebut.
Di luar dugaan, tiga kemenangan beruntun di tiga pertandingan pertama Solskjaer membawa harapan baru muncul. Dengan kinerja awal itu patut ditunggu sejauh mana kiprah Solskjaer dalam upaya membangkitkan Manchester United.
Berbicara penunjukan Solskjaer boleh dikatakan cukup menarik. Termasuk statusnya yang masih sebatas caretaker Manchester United. Beberapa pertimbangan jelas telah diambil petinggi Manchester United ketika sang legenda dipilih mengisi jabatan tersebut.
Sejumlah analisa awal bisa ditarik dari keputusan itu.
Copy to Paste: Legendary Player To Manager of Glory
Solskjaer mantan pemain Manchester United yang meraih status legenda. Dari super-sub hingga Camp Nou 1999 yang ajaib. Ia lalu pensiun dan mengasuh tim cadangan Manchester United. Beberapa pemain muda yang ditangani termasuk Paul Pogba dan Jesse Lingard yang kini masih di tim utama. Setelah keluar dari Manchester United, Solskjaer melatih Molde dan terhitung sukses meraih sepasang gelar Liga Norwegia.
Sempat melatih Cardif City tapi gagal, Solskjaer kembali ke Molde. Kini Solskjaer meraih posisi yang tak banyak diraih para mantan pemain Manchester United. Memang tak banyak mantan pemain Manchester United yang naik jabatan jadi manajer tim.
Tercatat hanya Lal Hilditch, Wilf McGuinnes, dan Ryan Giggs yang merupakan manajer Manchester United dari mantan pemain, dan semua tak bertahan lama. Dengan risiko itu, pengangkatan tersebut sedikit banyak meniru tren banyak klub beberapa musim terakhir yang mengangkat mantan pemain sebagai manajer.
Baca juga: Tuah Manchester United di Piala Dunia 2018
Real Madrid dan Barcelona pernah berhasil melakukannya belakangan ini khususnya ketika mengejar Liga Champions. Real Madrid mengambil risiko mengangkat legenda mereka, Zinedine Zidane, sebagai caretaker klub. Zidane tak memiliki pengalaman menangani klub senior. Namun hasilnya, ia sukses menjadi pelatih pertama era Liga Champions yang mempertahankan gelar juara bahkan tiga kali beruntun.
Sementara itu Pep Guardiola dan Luis Enrique yang merupakan legenda Barcelona juga sukses membawa Treble Winners pada tahun pertama kepelatihan mereka di Barcelona. Pep bahkan melakukannya pada tahun pertama menjadi pelatih tim senior. Kemudian Luis Enrique melakukannya setelah melatih klub lain selepas menangani tim Barcelona B.
Daftar tersebut belum termasuk Milan dan Chelsea. Milan pernah berhasil pada era Fabio Cappelo dan Carlo Ancelotti yang pernah bermain di Milan sebelumnya. Chelsea juga mengangkat Si Kuping Besar pada masa caretaker Roberto Di Matteo, legenda Chelsea. Lalu van Gaal di Ajax pernah tergabung di tim kedua tapi belum pernah masuk tim utama.
Simply Money Talk
Dana seharusnya tak menjadi masalah bagi Manchester United. Namun beberapa transfer terakhir nampaknya tak terlalu bisa dianggap sukses. Pada level pelatih, hanya Ryan Giggs yang tak berstatus dipecat. David Moyes, Louis van Gaal, dan Jose Mourinho bisa dibilang memerlukan dana kompensasi ketika dipecat dari Manchester United.
The Special One bahkan kabarnya bakal mendapat pesangon 24 juta paun. Jumlah terbilang fantastis untuk pesangon manajer yang dipecat. Belum termasuk pesangon untuk David Moyes dan Louis Van Gaal.
Bisa jadi hal itu menjadi pertimbangan ketika Manchester United sengaja memilih manajer dengan status caretaker. Boleh jadi ketika Solskjaer tak terlalu sukses, klub memiliki beberapa keuntungan. Waktu enam bulan yang panjang lebih dari cukup mencari manajer dengan kualitas jempolan.
Klub juga tak harus menyiapkan dana besar untuk mempermanenkan Solskjaer , yang tinggal kembali ke Molde. Petinggi pun tak akan terlalu disalahkan karena memang manajer yang ada hanya caretaker.
Sebaliknya, jika Solskjaer sukses, boleh dikatakan harganya belum akan semahal manajer jempolan lain. Manchester United akan beruntung karena belum akan mengeluarkan banyak dana untuk mengangkat Solskjaer sebagai manajer tetap.
Dana yang ada bisa dioptimalkan untuk urusan transfer pemain alih-alih memecat manajer yang belum satu musim menangani klub. Jajaran petinggi pun bisa meraih simpati fans dari keberhasilan legenda pemain ketika menjadi manajer.
Our Youth: Future Beyond
Pemain muda sering menjadi andalan Manchester United sejak dulu. Hal itu menjadi semacam DNA Manchester United yang memliki akademi sepak bola unggul yang bisa memasok kebutuhan tim utama. Namun keberadaan pemain muda baik dari akademi maupun pembelian memang seakan tak mampu terang bersinar lama akhir-akhir ini.
Adnan Januzaj, James Wilson, hingga Memphis Depay menjadi contoh pemain muda tersebut yang kini tak bergabung lagi di tim utama. Lalu Marcus Rashford dan Anthony Martial yang masih belum konsisten mematenkan tempat utama. Solskjaer untungnya pernah melatih tim muda Manchester United.
Baca juga: Benarkah Tak Ada Cinta untuk Memphis Depay?
Dengan pengalaman pernah menjadi pelatih tim muda, diharapkan Solskjaer bisa memaksimalkan potensi tim junior. Terutama ketika para anak muda bersiap masuk ke tim utama Manchester United. Solskjaer bisa berkolaborasi dengan Ricky Sbragia dan Nicky Butt dalam memantau para pemain muda Manchester United.
Nicky Butt sendiri pernah bermain dengan Solskjaer cukup lama di Manchester United. Komunikasi jelas lebih terbangun sebelumnya. Apalagi Mike Phelan turut bergabung kembali ke Manchester United. Asisten Manajer terakhir Sir Alex jelas memiliki pengalaman menyambungkan pemain muda dengan tim utama.
Attack, Attack, Attack and Winning Mentality
Solskjaer merupakan striker dengan reputasi menarik. Ia pernah memegang rekor pencetak gol terbanyak sebagai pemain pengganti Manchester United. Jumlah golnya lebih dari 120 gol dengan 90 gol dicetak di Liga Inggris. Ia masuk jajaran pemain elite yang mampu mencetak lebih dari satu quattrick, termasuk quattrick tercepat Manchester United yang dilakukan dari bangku cadangan. Juga tentu saja satu gol ajaib di Camp Nou yang menahbiskan dirinya sebagai legenda Old Trafford.
Dengan sederet pengalaman itu diharapkan akan mengubah gaya main Manchester United lebih menyerang mengingat Solskjaer yang juga mantan penyerang ulung. Sekaligus bisa memancing daya ledak Romelu Lukaku, Alexis Sanchez, Anthony Martial, dan Marcus Rashford yang sangat angin-anginan di Manchester United.
Baca juga: Tentang Nomor Punggung 10 Marcus Rashford
Lalu pada mentalitas pemenang. Hal ini terakhir terlihat pada era Sir Alex. Bayang-bayang Sir Alex, yang pernah menjadi mentor selama Solskjaer menjadi pemain dan pelatih, bisa dibawa secara tidak langsung untuk memunculkan mental pemenang para pemain Manchester United.
Hal yang nampak naik turun dalam permainan Manchester United. Beberapa kali memang Manchester United tampil trengginas termasuk kembalinya “Fergie Time”. Namun secara umum kinerja permainan Manchester United memang jauh dari konsistensi memuaskan. Kehadiran Solskjaer jaer tersebutlah yang diharapkan bisa memunculkan jiwa pemenang yang seakan hilang.
Kini tinggal menunggu sejauh mana kiprah Solskjaer memperbaiki semacam kekacauan yang ada. Tren awal yang nampak meyakinkan, akankah cukup membawa Manchester United kembali ke trek jawara dan menjadi raksasa kembali. Atau mengulangi siklus Manchester United setelah era Sir Matt Busby yang sempat limbung dan kelamaan di gua tanpa juara Liga Primer Inggris.