Salah satu “keunggulan” sepak bola Indonesia selain dari sisi fanatisme adalah pada sisi kontroversi. Jika sisi fanatisme memiliki tendensi akan hadirnya dua potensi yakni potensi negatif serta potensi positif, maka di sisi kontroversi yang tersaji hanyalah potensi negatif yang menderivasi efek kerugian.
Sayangnya, sepak bola Indonesia begitu kental, lekat, dan tak pernah lepas dari sisi kontroversi tersebut dari waktu ke waktu.
Berbicara sisi kontroversi yang saya maknai sebagai sebuah tindakan atau peristiwa yang keluar atau tidak sejalan dengan koridor aturan, kebenaran, kepatutan, nurani, dan akal sehat. Sepak bola Indonesia telah menjelma sebagai tempat subur bagi timbul dan tumbuhnya berbagai isu kontroversi. Salah satunya adalah kontroversi terkait wasit yang memimpin jalannya sebuah pertandingan.
Sebagaimana kita ketahui bersama, dari tahun ke tahun sepak bola Indonesia tidak pernah bisa lepas dari isu kontroversi wasit khususnya mengenai keputusan wasit yang kontroversial seperti berat sebelah. “Mengerjai”, hingga isu pengaturan pertandingan untuk memenangkan salah satu klub. Pada akhirnya ini akan membuat pertandingan menjadi tidak kondusif bahkan menimbulkan friksi dalam berbagai skala seperti kekerasan terhadap wasit, perkelahian sesama pemain, hingga kerusuhan pertandingan yang menyebaban korban jiwa.
Wasit adalah elemen penting dalam jalannya sebuah pertandingan, dan boleh dibilang kualitas seorang wasit adalah elemen yang akan menentukan kualitas jalannya sebuah pertandingan itu sendiri. Wasit adalah pengadil di mana setiap keputusan yang diambil akan mempengaruhi jalannya sebuah pertandingan tidak hanya secara teknis tetapi juga secara psikologis. Oleh karenanya, integritas dan profesionalitas seorang wasit adalah hal yang utama.
Secara umum sebenarnya ada dua hal penting terkait wasit yang merupakan akar permasalahan mengenai masifnya keputusan wasit yang kontroversial. Pertama profesionalitas, dalam hal ini berkaitan dengan kemampuan teknis seorang wasit dalam memimpin jalannya sebuah pertandingan. Kemampuan teknis di sini berkaitan dengan pemahaman dan penguasaan aturan-aturan pertandingan sebagai pedoman untuk memimpin jalannya sebuah pertandingan.
Seorang wasit yang memiliki pemahaman dan penguasaan akan aturan-aturan atau rule of the game dalam sepak bola, secara komprehensif tentunya akan memperkecil potensi bagi wasit tersebut untuk membuat sebuah keputusan yang salah atau kontroversial.
Sebaliknya jika seorang wasit kurang memiliki pemahaman dan penguasaan aturan-atauran atau rule of the game dalam sepak bola, secara komprehensif tentunya akan semakin besar potensi bagi wasit tersebut untuk membuat sebuah keputusan yang salah atau kontroversial dalam memimpin jalannya sebuah pertandingan.
Jika hal ini yang menjadi akar permasalahan mengapa banyak keputusan wasit yang kontroversial dalam sepak bola Indonesia, maka jalan untuk menyelesaikannya adalah dengan meningkatkan kapasitas teknis. Caranya bisa dengan berbagai upaya misalnya seminar, sosialisasi rule of the game secara berkala, meningkatkan kualitas pelatihan lisensi wasit dan lainnya.
Akar permasalahan kedua yang menyebabkan banyaknya keputusan wasit yang kontroversial dalam jalannya sebuah pertandingan liga sepak bola di Indonesia adalah karena integritas wasit, yakni karena adanya wasit yang tidak memiliki integritas seperti menerima suap berupa uang, barang atau fasilitas untuk “membantu” sebuah klub dalam jalannya pertandingan yang dia pimpin.
Jika demikian, maka sudah barang tentu jalannya laga yang dipimpin oleh wasit yang tak berintegritas tersebut akan berat sebelah dan penuh keputusan-keputusan kontroversial yang tujuannya untuk menguntungkan salah satu klub yakni klub yang menyuap wasit tersebut.
Jika akar permasalahannya adalah integritas wasit (suap), penegakan hukum dalam hal ini adalah pemberian sanksi bagi para wasit yang terbukti menerima suap bisa jadi hal yang baik, tapi untuk menggali secara lebih seksama mengapa sih ada wasit yang tak berintegritas dalam artian memihak dan membuat keputusan-keputusan kontroversial, maka perlu kita telaah dan jawab bersama pertanyaan tersebut berdasarkan logika dan akal sehat.
Tak lain dan tak bukan karena adanya permintaan. Pertanyaan selanjutnya permintaan dari siapa? Ya tentunya dari salah satu klub yang ingin mendapatkan keuntungan dari kepemimpinan wasit yang mereka suap, permintaan tersebut bisa secara langsung kepada pribadi wasit maupun secara tidak langsung yakni melalui pihak-pihak yang memiliki otoritas terhadap wasit.
Kita ambil contoh misalnya dua klub yang bertanding sama-sama bermain fair play dan menjunjung tinggi sportivitas (tidak menyuap wasit). Pertanyaannya apakah akan masih ada keberpihakan dan keputusan-keputusan kontroversial dalam sebuah pertandingan oleh wasit? Jawabannya, keberpihakan mungkin tidak, tetapi keputusan-keputusan kontroversial masih ada potensi yang tentunya bukan dilakukan secara terencana, sistematis dan hanya sekedar spontanitas karena blunder decision saja.
Klub di Indonesia terkesan mau “mengerjai” tetapi tidak mau ketika “dikerjai”. Saat sebuah klub merasa dikerjai ketika bermain away, maka kemudian akan mereka balas dengan mengerjai ketika bermain home. Semua akan berulang bagai sebuah siklus yang sulit untuk diakhiri.
Budaya seperti ini harusnya ditinggalkan dalam rangka membangun iklim sepak bola yang berorientasi kepada prestasi dan kemajuan. Klub-klub di liga Indonesia harus membangun komitmen bersama agar dalam berjalannya kompetisi tidak ada “main belakang”, sehingga jalannya pertandingan demi pertandingan dalam kompetisi dapat berjalan kondusif, fair play, dan penuh nilai-nilai sportivitas.
Akar permasalahan integritas wasit ini juga tak dapat dipungkiri berasal dari dalam diri wasit itu sendiri. Jika seorang wasit memiliki integritas yang kuat, maka sebesar apapun godaan yang diberikan kepadanya untuk berlaku tidak adil, maka ia akan menolak.
Dalam hal ini menjadi penting bagaimana peran PSSI dalam menentukan pola rekrutmen wasit, edukasi, evaluasi kinerja, hingga persoalan kesejahteraan untuk dapat menghasilkan wasit-wasit yang berintegritas.
Lalu yang tak kalah penting adalah selama klub-klub tidak ada yang melakukan “main belakang” dengan wasit dalam artian bertanding dan berkompetisi secara fair play dengan percaya pada kemampuan diri sendiri. Saya yakin keputusan-keputusan kontroversial dari wasit yang terkesan menguntungkan salah satu pihak dalam sebuah pertandingan akan tereduksi optimal.
Perlu diketahui bahwa selama pertandingan-pertandingan sepak bola di liga Indonesia masih dipenuhi oleh keputusan-keputusan kontroversial dari wasit, entah karena minimnya profesionalitas atau minimnya integritas, maka semua itu akan terakumulasi menjadi sebuah stigma yang mengakibatkan adanya dis-trust dari para pemain, pelatih maupun supporter kepada wasit.
Dampaknya, ketika ada sedikit saja keputusan hakim garis yang keliru (entah sengaja atau tidak) maka wasit akan dihakimi seakan memihak, tidak adil atau terkena suap, yang terkadang kemudian disikapi secara berlebihan seperti menghina wasit dan melakukan kekerasan terhadap wasit.
Maka dari itu, setiap ada kekerasan terhadap wasit baik yang dilakukan oleh pemain, suporter atau ofisial klub, sikap saya selalu sama. Hukum yang melakukan kekerasan, karena apapun alasannya, melakukan kekerasan terhadap wasit adalah hal yang tidak dapat dibenarkan.
Namun di satu sisi kinerja wasit tersebut juga perlu ditinjau dan dievaluasi, untuk menghetahui apakah anda indikasi-indikasi yang dilakukan wasit tersebut yang bertentangan dengan rule of the game secara disengaja atau hanya kelalaian semata. Atau juga karena sikap yang berlebihan dari para pihak yang melakukan kekerasan karena stigma dan dis-trust terhadap wasit.
Oleh karena itu, ke depan menjadi penting bagi para klub-klub di liga Indonesia baik dari kontestan klub liga 3, liga 2, hingga liga 1 untuk memiliki komitmen bersama dalam rangka menjaga sikap fair play dan sportivitas dalam bertanding dan berkompetisi, terutama tidak “main belakang” dengan wasit. Di satu sisi PSSI sebagai pemegang otoritas juga harus senantiasa melakukan upaya-upaya dan kebijakan yang strategis guna mendukung terciptanya wasit-wasit profesional dan berintegritas.
Sebab selama sepak bola di liga Indonesia baik dari liga 1 hingga liga 3 masih dipenuhi oleh keputusan-keputusan kontroversial dari wasit, maka selama itu pula iklim persepakbolaan kita tidak akan pernah kondusif dan konstruktif untuk mendukung kemajuan dan prestasi sepak bola nasional.