Cerita

Pekerjaan Rumah Perseru Serui Jelang Liga 1 2019

Liga 1 2018 memang baru saja usai. Manajemen, tim pelatih, dan segenap pemain Perseru Serui boleh bernapas lega karena mereka dipastikan bertahan di detik-detik terakhir. Namun jelang musim baru, pekerjaan rumah Perseru nyatanya menggunung. Mulai dari sisi teknis maupun non-teknis harus segera dibenahi Cendrawasih Jingga.

Jadwal Liga 1 2019 memang belum keluar, pun dalam gelaran Piala Indonesia 2018 Perseru yang akan tandang ke Sentani (melawan Persewar Waropen) belum bermain dalam waktu dekat. Namun bukan berarti manajemen bisa santai-santai saja meyongsong musim baru.

Pekerjaan rumah Perseru Serui yang utama adalah membenahi faktor non-teknis yakni merenovasi Stadion Marora, markas bertuah milik Cendrawasih Jingga supaya layak digunakan di Liga 1 2019.

Baca juga: Perseru Serui: Raja Kandang dari Yapen

Sudah bukan rahasia publik lagi jika stadion berkapasitas 8.000 penonton ini minim pencahayaan sehingga Arthur Bonai dan kolega tak bisa menggelar laga malam hari. Bandingkan dengan Stadion Mandala milik ‘sang kakak’ Persipura Jayapura atau Stadion Papua Bangkit yang tahun depan akan rampung.

Padahal stadion yang kapasitasnya lebih besar dari stadion PTIK milik Bhayangkara FC ini adalah senjata utama Perseru untuk tetap eksis di divisi tertinggi. Namun sayang mereka kerap tergusur keluar dari Kepulauan Yapen jika bulan puasa tiba. Bahkan musim ini performa mereka di kandang sedikit menurun.

Selain masalah penerangan, ada juga persoalan infrastruktur lain yang kerap dikeluhkan para pelatih, seperti bench pemain yang kurang memadai, dan kualitas rumput lapangan. Masyarakat Kepulauan Yapen sendiri pasti bangga jika kelak Stadion Marora menjadi salah satu penilaian profesionalitas klub kesayangan mereka.

Persipura juga menjadi tim pertama

Berbenah menjadi rival sepadan Persipura

Masuk ke hal teknis, kekuataan Perseru jelang Liga 1 2018 sendiri sebenarnya tidaklah buruk. Mereka getol mengumpulkan talenta terbaik Bumi Cendrawasih, seperti Yohanis Nabar dan Dominggus Fakdawer untuk merapat ke tim. Namun sayang inkonsistensi yang membuat mereka tak bisa menjadi rival sepadan dari Indonesia Timur.

Sempat mengejutkan di 10 laga awal Liga 1 2018 dengan racikan catenaccio ala I Putu Gede, tetapi manajemen kemudian membongkar tim memasuki putaran kedua. Keputusan yang terbukti kurang tepat, karena malah membuat mereka hampir degradasi alih-alih menjelma menjadi kuda hitam dari Papua seperti Persiwa Wamena, Persidafon Dafonsoro, atau Persiram Raja Ampat, di beberapa musim ke belakang.

Baca juga: Persiwa Wamena, Satu Lagi Klub Papua yang ‘Hilang’ karena Merger

Ya, memang kini hanya tinggal Persipura Jayapura dan Perseru Serui yang jadi tumpuan sepak bola Papua di kasta tertinggi setelah Persiram Raja Ampat dan Persiwa Wamena ‘hilang’ di belantika sepak bola nasional. Butuh waktu lama juga menantikan PSBS Biak, Perseka Kaimana, atau Persigubin Gunung Bintang naik kasta.

Langkah manajemen untuk memperkuat Perseru seperti musim ini harus terus dilanjutkan di Liga 1 musim depan, ditambah menambal kelemahan Perseru saat ini, yaitu pembinaan usia dini yang belum sebagus Persipura.

Apalagi mengetahui fakta yang sedikit menyedihkan bahwa tim Perseru yang bermain di kompetisi usia muda Elite Pro Academy diambil dari Malang. Lagi-lagi talenta dari Indonesia Timur tak banyak terpantau karenanya.

Jika saja pekerjaan rumah Perseru mampu diselesaikan, bukan tak mungkin mereka dapat mengangkangi Persipura pada tahun-tahun mendatang. Bukan tak mungkin pula Bumi Cendrawasih punya jagoan baru dari pulau kecil bernama Yapen.