Pepatah mengatakan, setiap ada pertemuan pasti ada perpisahan, setiap ada awalan pasti ada akhiran. Dua momen yang bertolak belakang, juga menghadirkan kegembiraan sekaligus kesedihan. Indonesia baru saja mengalaminya, ketika di pertengahan Agustus Asian Games 2018 menyapa, dan di awal September mengucap sampai jumpa.
Pesta olahraga terbesar se-Asia ini akhirnya kembali ke pangkuan Ibu Pertiwi setelah pertama kali singgah di tahun 1962. Saat itu durasinya juga hampir sama dengan tahun 2018, diawali pada Agustus dan diakhiri di bulan September. Prestasi tuan rumah juga sangat bagus, dengan menjadi runner-up perolehan medali di bawah Jepang.
Tahun 2018 kemudian menjadi kali kedua ajang ini hadir langsung di Indonesia. Bertempat di Jakarta-Palembang (dan beberapa kota di sekitar Jakarta), negara kita tercinta kembali mencatat prestasi membanggakan. Bertengger di peringkat 4 perolehan medali, menjadi prestasi terbaik Indonesia sejak Asian Games 1970 di Bangkok.
Pengkritik boleh bilang Indonesia jago kandang, mereka yang iri silakan saja bilang atlet Indonesia termotivasi uang. Tapi apapun nada sumbang yang berkumandang, Indonesia dari para atlet dan suporternya, telah membuktikan bahwa negara kepulauan terbesar di Asia Tenggara ini juga bisa jadi pemenang, tak melulu pecundang.
Dimulai dari medali emas pertama Indonesia di Asian Games 2018 yang diraih Defia Rosmaniar di cabor Taekwondo, jumlah kepingan medali Indonesia terus bertambah hingga melebihi target. Dari yang semula ditargetkan meraih 16 medali emas, kemudian mengakhiri dengan 31 keping. Bahkan target tersebut sudah dilampaui sejak tanggal 27 Agustus.
Banyak kisah heroik nan mengharukan juga menghiasi perjuangan para atlet di medan laga. Anthony Sinisuka Ginting yang terus bertarung sampai cedera membuatnya tak sanggup berdiri, Michael Bambang Hartono yang tertua sekaligus terkaya sebagai peraih medali, sampai Muhammad Zohri yang tetap berjuang ketika kampung halamannya di Lombok terus menerus diguncang gempa bumi.
Tak lupa, sepak bola juga menyajikan drama tersendiri. Dari indahnya persahabatan di laga Indonesia kontra Palestina, dan Son Heung-min yang akhirnya terbebas dari wajib militer setelah membawa Republik Korea juara di Asian Games 2018.
Sebenarnya, kita ingin bergembira bersama
Asian Games 2018 menjadi rentetan acara besar setelah pertengahan tahun 2018. Ketika bulan puasa usai dan warga Indonesia berkumpul bersama keluarga masing-masing di hari raya Idulfitri, kebersamaan kemudian berlanjut saat Piala Dunia 2018 hadir di layar kaca. Lalu setelah Piala Dunia selesai, hadirlah Asian Games tepat di depan mata kita.
Ini bukan pertama kalinya Indonesia jadi tuan rumah ajang olahraga internasional, tapi ini adalah yang terbesar selama bertahun-tahun lamanya. Beragam persiapan digeber seperti pemberlakuan aturan Ganjil-Genap di lalu lintas, dan slogan “Siapa Kita? Indonesia!” dipopulerkan. Semangat yang dulu pernah kita rasakan saat menjadi tuan rumah bersama Piala Asia 2007 dengan slogan “Ini Kandang Kita!”
Semangat persatuan ini semakin indah terasa karena muncul di tengah tahun politik Indonesia yang berpotensi memicu perselisihan dan perpecahan antara warga negaranya sendiri. Sesaat ketegangan itu mereda, terganti dengan beragam tawa ceria, dan terbingkai dalam mesranya pelukan presiden Joko Widodo dan Prabowo Subianto.
Untuk sementara, Indonesia seakan melupakan segala keluh kesahnya. Dalam sebulan ke belakang, Tanah Air terasa segar dengan segenap semangat kekompakan. Dari pembukaan sampai penutupan di Stadion Utama Gelora Bung Karno (SUGBK), senyum keceriaan hampir menutup segala getir kesedihan yang kerap membasahi pipi Ibu Pertiwi.
Akuilah, kita sebenarnya ingin kebersamaan tetap ada di tengah perbedaan. Kita pada dasarnya ingin bergembira bersama di tengah rumitnya persoalan negara. Sebab inilah bagaimana Indonesia seharusnya. Dengan Pancasila sebagai dasar negara, dan Bhinneka Tunggal Ika sebagai semboyan bangsa Indonesia, yang telah diperjuangkan oleh para pahlawan kemerdekaan dahulu kala.
Terima kasih dan sampai jumpa, Asian Games 2018, Bhin Bhin, Atung, dan Kaka. Andaikan keberadaan kalian bisa diperpanjang di Indonesia…