Pemain bernomor punggung 10 itu menjadi sorotan utama timnas Indonesia di Asian Games 2018. Dengan nama Stefano Lilipaly, gelandang Bali United tersebut mencuri perhatian dengan torehan 3 gol dan 4 asis di penyisihan grup. Namun ketajaman Lilipaly tidak hadir begitu saja, karena ada andil Zulfiandi di dalamnya.
Nama Zulfiandi memang jarang terdengar disuarakan penonton maupun komentator. Wajahnya juga jarang disorot kamera ataupun dijadikan sampul muka media olahraga. Akan tetapi di balik minimnya atensi itu, tersimpan kontribusi maksimal.
Tanpa Zulfiandi, belum tentu timnas Indonesia bisa tampil sebaik ini di Asian Games 2018. Remaja asal Aceh tersebut selalu tampil konsisten dan tanpa lelah, yang membuatnya menjadi satu dari lima pemain yang selalu menjadi starter di fase grup, selain Andritany Ardhiyasa, Ricky Fajrin, Hansamu Yama Pranata, dan Stefano Lilipaly.
Baca juga: Kilau Gemilang Deretan Pemuda dari Aceh
Mengapa peran Zulfiandi bisa begitu vital di lini tengah Indonesia?
Alasan utama adalah tipikal permainannya. Zulfiandi bertipe breaker, tapi jarang bertindak kotor dengan melakukan pelanggaran. Tugasnya menghentikan serangan lawan sejak di tengah lapangan, berbekal kemampuan intersep yang baik dan kokoh saat berduel satu lawan satu.
Tapi sekali lagi, Zulfiandi bukan pemain dengan tugas kotor, jadi kurang tepat dilabeli “Gelandang Pencuci Piring”, “Gelandang Petarung”, atau yang lainnya. Gaya bermain tersebut juga membuat ayah satu anak ini berada di tengah-tengah antara holding midfielder atau box-to-box midfielder.
Di Asian Games 2018, Zulfiandi bertugas menjaga kestabilan lini tengah. Ketika Evan Dimas kerap agresif meminta bola dan coba merangsek ke pertahanan lawan, Zulfiandi selalu standby melakukan kaver, seperti tugas holding midfielder. Tetapi Zulfiandi sendiri juga bisa membawa bola dengan daya jelajah yang tinggi, membuatnya seperti box-to-box midfielder.
Versatile-nya Zulfiandi ini juga membuatnya Lilipaly bisa fokus di sepertiga akhir lapangan, untuk berdiri dekat dengan Beto sebagai striker tunggal. Strategi ini belum tentu bisa berjalan dengan menempatkan Hanif Sjahbandi yang cenderung keras, atau Hargianto yang doyan melepas tendangan jarak jauh.
Kebangkitan dari yang terlupakan
Masuknya Zulfiandi di skuat Asian Games 2018 adalah kejutan tersendiri di timnas Indonesia. Selain karena masih ada nama lain yang tak kalah bagusnya seperti Paulo Sitanggang, Zulfiandi juga baru saja melewati musim penuh duka di Go-Jek Traveloka Liga 1 2017.
Gelandang yang ikut menjuarai Piala AFF U-19 2013 ini musim lalu menderita cedera lutut parah yang merupakan rentetan cedera panjang sejak Piala Asia U-19 2014. Tak heran kemudian banyak yang mengatakan Zulfiandi sudah habis, layu sebelum berkembang, karena kasus seperti itu memang sudah marak di sepak bola Indonesia.
Namun Zulfiandi pantang menyerah. Ia tetap berusaha keras agar secepatnya kembali ke performa terbaik, karena sebagai kepala keluarga dirinya bertanggung jawab menafkahi istri dan anaknya. Upaya yang kemudian terbayar lunas di Go-Jek Liga 1 2018 setelah diboyong Sriwijaya FC.
Rahmad Darmawan yang saat itu menakhodai Laskar Wong Kito mempercayakan satu slot inti di lini tengah pada Zulfiandi. Bahkan kapten musim lalu, Yu Hyun-koo, harus rela tergusur ke bangku cadangan lantaran tempatnya diisi Zulfiandi.
“Jujur, saya sangat berterima kasih kepada coach RD yang telah kasih kepercayaan kepada saya. Karena itu saya bisa menambah kepercayaan diri dan karena beliau-lah saya dipanggil timnas U-23,” ungkap Zulfiandi di detikSport.
Nama Zulfiandi kini mulai menggema lagi. Di tengah suburnya Beto, di balik kreatifnya Lilipaly, di depan tangguhnya duet Ricky-Hansamu, muncul lagi nama Zulfiandi. Seorang juara di timnas junior yang hanya bermain sekali sepanjang Torabika Soccer Championship (TSC) A 2016, dan dua kali di Go-Jek Traveloka Liga 1 2017.