Hanya dalam kurun waktu satu tahun, raut wajah Timnas U-23 Thailand berubah. Dari yang tertawa ria di SEA Games 2017 setelah meraih trofi juara, menjadi duka lara di Asian Games 2018 karena tidak lolos fase grup.
Thailand sebenarnya adalah salah satu tim yang dijagokan bisa melaju jauh di Asian Games 2018 cabang olahraga (cabor) sepak bola putra. Selain berbekal status sebagai yang terbaik di Asia Tenggara tahun lalu, The War Elephants juga sudah dikenal sebagai tim Asia Tenggara yang sudah mencapai level Asia.
Oleh karena itu, tergabungnya Thailand di Grup B Asian Games 2018 diprediksi tidak akan menyulitkan armada Worrawoot Srimaka. Qatar dan Bangladesh di atas kertas bukan tandingan Thailand, sehingga persaingan sepadan hanya menyisakan Uzbekistan, sang juara Piala Asia U-23 2018 yang sepanjang turnamen itu hanya kebobolan tiga kali.
Namun sekali lagi pepatah “sepak bola dimainkan di atas rumput, bukan di atas kertas” menjadi kenyataan. Laga pertama di Asian Games tahun ini dilalui Thailand dengan hasil imbang 1-1 lawan Qatar. Thailand bahkan harus menunggu sampai menit 92 untuk mencetak gol penyama kedudukan, yang tercatat atas nama Supachai Jaided.
Berlanjut ke pertandingan kedua, kali ini Thailand ditantang Bangladesh. Lagi-lagi Thailand lebih diunggulkan, tapi lagi-lagi Chenrop Samphaodi dan kolega harus berjuang sampai menit akhir hanya demi satu poin. Skor 1-1 kembali menghiasi perjalanan Thailand, dan gol penyama kedudukan kembali dicetak Supachai Jaided. Kali ini pada menit 80.
Dengan baru dua poin yang dikantongi dari dua laga, Thailand mau tak mau harus menang di pertandingan ketiga demi meraih tiket lolos sebagai runner-up. Itu dikarenakan kemungkinan Bangladesh akan mengalahkan Qatar, sehingga jika Bangladesh mengoleksi 4 poin maka Thailand harus punya 5 poin untuk menduduki peringkat kedua.
Thailand juga sebenarnya lebih diuntungkan saat bertemu Uzbekistan, karena lawannya tersebut sudah memastikan tiket lolos ke babak 16 besar sebagai juara grup. Artinya, Uzbekistan tidak akan bermain terlalu ngotot, tapi ternyata Thailand tetap saja tak berdaya.
Gol tunggal Zabikhillo Urinboev di menit 17 memastikan sang kampiun SEA Games 2017 menunggu hasil pertandingan lain agar bisa lolos dari jalur peringkat 3 terbaik. Tetapi akhir ceritanya adalah, Thailand justru menjadi tim peringkat 3 terburuk.
Persoalan lini depan
Thailand hanya mencetak dua gol sepanjang penyisihan grup Asian Games 2018. Salah satu penyebabnya adalah kualitas penyerang yang buruk. Sesuatu yang “sangat tidak Thailand”, karena timnasnya dikenal tak pernah kehabisan talenta jempolan di lini depan.
Dua penyerang murni dibawa Worrawoot Srimaka ke Indonesia. Pertama adalah Chenrop Samphaodi, pencetak gol di semifinal SEA Games 2017 yang mengantar Thailand ke final. Kedua adalah Supachai Jaided, pemain penuh potensi yang masih berusia 19 tahun.
Keduanya adalah penyerang yang sama-sama bagus. Chenrop dengan badannya yang tinggi tegap bisa sangat berbahaya dalam duel udara, dan dia juga termasuk pelari cepat. Sementara Supachai bertipikal mirip seperti Chenrop, tapi pergerakannya lebih statis di kotak penalti. Sayangnya, talenta mereka tahun ini tidak berbanding lurus dengan perjalanan karier di klub.
Chenrop kekurangan menit bermain di Muangthong United, dan itu sangat memengaruhi ketajamannya di Timnas U-23 Thailand kali ini. Kemudian Supachai di Buriram United lebih sering dipasang sebagai gelandang serang, sehingga saat dipasang sebagai ujung tombak oleh coach Worrawoot Srimaka ia harus beradaptasi lagi, yang anehnya pada posisi naturalnya.
Lemahnya kualitas lini depan kemudian diperparah dengan buruknya pemilihan pemain dan formasi oleh Worrawoot Srimaka. Namun pelatih berbadan gemuk itu enggan disalahkan dan justru melempar permasalahan pada para pemain. “Tanya saja kepada mereka (pemain) apakah masih ingin aku latih. Kalau tidak, maka aku siap pergi,” ujarnya.
Jebloknya Thailand di Asian Games 2018 menunjukkan bahwa negara tersebut bukan tanpa cela di sepak bola. Di saat mereka bertekad menembus Piala Dunia 2022, Timnas U-23 yang diproyeksikan menjadi tulang punggung timnas senior 2-4 tahun mendatang, justru mendapat dua hasil bertolak belakang hanya dalam tempo setahun.
Uniknya, lawan yang dikalahkan Thailand di final SEA Games 2017 juga mendapat nasib yang berbanding terbalik. Bedanya, tahun lalu mereka hanya runner-up Asia Tenggara, tapi tahun ini bisa mengalahkan Republik Korea dan bersiap menghadapi Jepang. Ya, mereka adalah Malaysia.