Tanggal 11 Februari 2018 pasti bakal dikenang Marcelo Brozovic sebagai salah satu momen paling tidak mengenakkan di sepanjang karier profesionalnya sebagai pesepak bola.
Performa buruk yang ia perlihatkan saat membela Internazionale Milano dalam laga kontra Bologna di pentas Serie A, memaksa Luciano Spalletti menariknya keluar dari lapangan. Tifosi Inter yang terlanjur kecewa dengan aksi Brozovic lantas mencemoohnya. Alih-alih meminta maaf, figur berusia 25 tahun ini justru bertepuk tangan dengan gaya sarkas dan semakin memantik amarah Interisti.
Insiden tersebut bikin I Nerazzurri tak ragu buat menjatuhkan denda kepada sang pemain. Tak sampai di situ, Spalletti pun memilih untuk membangkucadangkan Brozovic pada laga-laga Inter selanjutnya.
Namun peristiwa memalukan itu memacu hasrat Brozovic untuk memperbaiki performa. Pada saat yang sama, menariknya, Spalletti juga terus mencari ramuan paling manjur agar kelebihan salah satu penggawanya itu dapat dimaksimalkan.
Benar saja, usai ‘diasingkan’ selama beberapa pertandingan, Brozovic bangkit dan tampil semakin prima tatkala balik ke starting eleven. Peran sebagai regista yang melindungi barisan pertahanan, mengatur ritme permainan sekaligus menginisiasi serangan dari bawah, sukses ia jalankan secara paripurna. Akhirnya, Inter pun sanggup finis di peringkat empat Serie A 2017/2018 dan menggamit satu tiket lolos ke Liga Champions.
Eloknya penampilan Brozovic bersama klub yang ngontrak di Stadion Giuseppe Meazza itu membuat Zlatko Dalic, pelatih Kroasia, tak ragu buat memasukkannya ke dalam skuat Vatreni di Piala Dunia 2018.
Kendati demikian, rute lolos via jalur play-off zona Eropa membuat Kroasia sedikit dipandang remeh oleh barisan pengamat. Kalaupun ada hal yang membuat prestise mereka tetap berkilauan, tak lain tak bukan adalah keberadaan dua gelandang genius, Luka Modric dan Ivan Rakitic, di tubuh skuat.
Penggemar balbalan mana yang bisa membantah kapabilitas dua sosok ini dalam membaca arah permainan, mengontrol tempo, dan mendistribusikan bola via umpan-umpan brilian. Aksi-aksi keduanya di atas lapangan bak sebuah orkestra musik klasik yang begitu mengagumkan dan sayang untuk dilewatkan begitu saja.
Sadar dengan kemampuan eksepsional Modric dan Rakitic, Dalic jelas tak ingin menyia-nyiakannya. Keduanya senantiasa diandalkan sebagai dinamo permainan dari sektor tengah Vatreni.
Akan tetapi, Dalic pun mengerti jika kepiawaian Modric dan Rakitic sebagai kunci permainan bakal sia-sia tanpa kehadiran aktor pembantu yang melayani keduanya saat berjibaku di atas rumput hijau. Dari sekian nama yang ada di skuat Kroasia, sang pelatih lantas memilih Brozovic untuk mengemban tanggung jawab tersebut.
Dalam skema yang acapkali dimainkan Dalic, Brozovic-Modric-Rakitic adalah poros utama di sektor tengah. Ketiganya berbagi tugas mulia dalam menyerang maupun bertahan.
Khusus Modric dan Rakitic, Dalic cenderung lebih sering menginstruksikan keduanya untuk mengambil peran yang lebih ofensif ketimbang biasanya. Dengan advance role tersebut, sepasang figur yang sama-sama sudah berkepala tiga ini dapat lebih bebas berkreasi dan membuat alur serangan Kroasia jadi lebih berwarna.
Sementara itu, tugas defensif sekaligus distributor bola dari area yang lebih dalam, mutlak jadi kewajiban Brozovic. Berbekal kemampuan melepas umpan ciamik dan visi prima, ia dapat melaksanakan tanggung jawab ini secara brilian. Apalagi hal tersebut sudah tidak asing lagi karena ia lakukan pula di Inter.
Pandangan yang luas kala menguasai bola dan akurasi umpan mumpuni, memudahkan Brozovic untuk mengirim umpan-umpan diagonal langsung kepada fullback maupun winger Kroasia atau justru menyodorkannya secara vertikal terlebih dahulu menuju Modric dan Rakitic pada fase menyerang.
Lewat peran ini pula, Brozovic membantu dua rekan utamanya di sektor tengah itu buat mengontrol tempo permainan agar sesuai dengan kemauan Vatreni.
Sedangkan pada fase bertahan, Brozovic menjadi tameng pertama tim sebelum bola yang dikuasai kubu lawan menembus jantung pertahanan. Kendati tak memiliki kecepatan prima ataupun tubuh kekar guna melakoni duel-duel fisik, visi bermain prima yang ia punyai membuat Brozovic sanggup menghentikan serbuan lawan via intersep ataupun tekel-tekel krusial.
Realita tersebut bikin area permainan Brozovic jadi amat luas, pada momen tertentu ia bisa berdiri tepat di depan para bek. Namun di kesempatan yang lain, lelaki kelahiran Zagreb itu dapat menyisir area half-space atau bahkan sayap buat mengatur ritme, menguasai bola sebelum akhirnya mendistribusikannya kepada rekan setim.
Contoh paling aktual, tentu saja laga Kroasia melawan Inggris di semifinal Piala Dunia 2018. Bermain sebagai gelandang tunggal yang melindungi barisan belakang, aksi-aksi Brozovic sungguh esensial buat membantu Vatreni bangkit dari ketertinggalan. Utamanya setelah Dalic menginstruksikan anak asuhnya supaya lebih berani mencecar lini pertahanan The Three Lions lewat sayap.
Keberhasilan Kroasia melenggang ke final Piala Dunia 2018 melambungkan nama Modric dan Rakitic sebagai pahlawan. Tanpa keduanya, hal bersejarah ini memang belum tentu terwujud.
Namun lebih dari itu semua, layaknya setiap jenderal di medan perang yang butuh kolonel sebagai sosok yang membantu pekerjaannya menghabisi lawan, Modric dan Rakitic juga memerlukan figur Brozovic untuk memudahkan tugas mereka selama berjibaku di atas lapangan hijau.
Sesedikit apapun, terasa pantas jikalau publik memberi apresiasi atau pujian kepada Brozovic. Tak peduli bahwa sorotan kamera atau penilaian penonton, hanya memberi secuil porsi terkait keberadaannya.