Turun Minum Serba-Serbi

Momen-Momen Ikonik di Final Piala Dunia

Selayaknya laga-laga final di ajang sepak bola lainnya, partai pamungkas Piala Dunia tentu diminati oleh jutaan penggila balbalan di seluruh dunia. Sebagai pertandingan penentu, hal-hal luar biasa, kontroversial dan menarik seringkali muncul dari final Piala Dunia.

Dari 20 penyelenggaraan Piala Dunia, ada begitu banyak momen ikonik yang takkan lenyap dari ingatan setiap penggila sepak bola di partai final. Hal serupa pun berpotensi menyeruak lagi dari laga Prancis melawan Kroasia di final Piala Dunia 2018 alias edisi ke-21 ajang sepak bola antar-negara paling megah sejagad ini.

Dalam kesempatan ini, Football Tribe Indonesia akan mengajak pembaca untuk kembali bernostalgia dengan momen-momen ikonik yang pernah tercipta di Piala Dunia. Seperti apa saja, berikut daftarnya:

Pandangan nanar Lionel Messi pada trofi Piala Dunia

Bermain di Stadion Maracana, Argentina dan Jerman, menjadi kubu yang siap berjibaku guna menggondol trofi Piala Dunia 2014. Usai bertanding selama 120 menit, Die Mannschaft akhirnya sukses jadi kampiun karena gol semata wayang Mario Götze pada masa perpanjangan waktu gagal dibalas pihak La Albiceleste.

Namun ketimbang gol kemenangan Jerman dari Götze, hal yang lebih ikonik dari final Piala Dunia 2014 adalah pandangan nanar Lionel Messi, bintang andalan Argentina, terhadap trofi Piala Dunia sebelum menerima kalungan medali perak dari Sepp Blatter yang sukses dijepret oleh fotografer asal Cina, Bao Tailiang dan diberi nama ‘The Final Game’.

Tendangan kung fu Nigel De Jong

Buat para penggemar Spanyol, final Piala Dunia 2010 tentu sulit dilenyapkan dari memori. Sebiji gol Andres Iniesta pada babak perpanjangan waktu sudah lebih dari cukup untuk menghabisi perlawanan Belanda yang kala itu dimotori oleh Arjen Robben.

Di laga ini pula, muncul satu momen ikonik yang membekas di dalam benak penggila sepak bola. Dalam perebutan bola di menit ke-29, Nigel de Jong mengangkat kakinya tinggi-tinggi sehingga menghajar dada Xabi Alonso. Howard Webb yang menjadi pengadil lapangan beroleh kritikan keras sebab hanya menghadiahi de Jong kartu kuning, padahal jenis pelanggaran seperti itu sangat layak diganjar kartu merah.

Tandukan Zinedine Zidane

Setelah bertemu di final Piala Eropa 2000, Italia dan Prancis kembali berjumpa di final Piala Dunia 2006. Bermain 1-1 selama 120 menit, pemenang dari laga ini mesti ditentukan via adu penalti. Mujur, Gli Azzurri sukses mengandaskan usaha maksimal Les Bleus guna mencomot trofi dunianya yang keempat.

Kendati demikian, ada satu momen ikonik lain yang terpaku di kepala para penggemar sepak bola. Apalagi kalau bukan tandukan Zinedine Zidane terhadap Marco Materazzi di menit ke-110 usai terlibat perang mulut. Wasit Horacio Elizondo yang melihat jelas kejadian itu, tak ragu buat mengacungkan kartu merah kepada Zidane.

Sepakan penalti Roberto Baggio

Sama-sama mengincar titel dunianya yang keempat, Brasil dan Italia, tak ingin menyia-nyiakan kesempatan saat tampil di final Piala Dunia 1994. Sayangnya, dalam partai yang diselenggarakan di Stadion Rose Bowl itu, kedua kubu tak jua mampu menciptakan gol sampai 120 menit laga berlangsung.

Keadaan itu membuat adu penalti jadi satu-satunya cara untuk menentukan sang pemenang. Beruntung buat Selecao, merekalah yang sukses membawa pulang trofi setelah algojo Gli Azzurri yang juga dianggap sebagai salah satu pesepak bola terbaik dalam sejarah, Roberto Baggio, gagal mengeksekusi penalti karena bola sepakannya melambung jauh ke luar angkasa.

Gol indah Carlos Alberto

Pertempuran Brasil dan Italia di final Piala Dunia 1970 dianggap sebagai salah satu final terbaik. Utamanya bagi kubu pertama yang saat itu mampu meluluhlantakkan perlawanan sang lawan dengan skor telak 4-1.

Lebih jauh, gol keempat Selecao dalam partai ini, dianggap sebagai salah satu gol terbaik yang pernah lahir di Piala Dunia. Berawal dari pergerakan Tostao di sisi kiri pertahanan Brasil, bola kemudian dioper kepada Brito lalu sampai ke kaki Rivelino, Jairzinho, dan Pele tanpa bisa direbut pemain Gli Azzurri. Nama terakhir itu lantas memberi sodoran manis kepada Carlos Alberto yang menyongsong dari sisi kanan guna menghujamkan bola keras-keras tanpa sanggup dibendung Enrico Albertosi.

Gol hantu Geoff Hurst

Mengambil tempat di Stadion Wembley, untuk pertama kalinya Inggris berhasil menggondol gelar Piala Dunia usai menumbangkan Jerman Barat pada laga puncak Piala Dunia 1966 via kedudukan akhir 4-2. Geoff Hurst menjadi bintang kemenangan The Three Lions saat itu pasca-bikin trigol.

Walau begitu, banyak yang menyebut jikalau gol kedua Hurst pada menit ke-101 beraroma kontroversial sebab bola sepakannya dianggap belum melewati garis gawang sehingga tak layak disebut gol. Namun, wasit dan hakim garis yang bertugas hari itu, tetap mengesahkannya sebagai gol bagi Inggris.

Lahirnya pencetak gol termuda sekaligus tertua di satu final Piala Dunia

Kelolosan Swedia ke final Piala Dunia 1958 membuat masyarakat di negara itu datang berbondong-bondong ke stadion untuk memberi dukungan. Tak peduli bahwa lawan mereka saat itu adalah Brasil yang memiliki kekuatan hebat. Namun seperti yang sudah diprediksi sebelumnya, Selecao benar-benar jadi pihak yang tertawa paling akhir usai membekap Blagult dengan skor 5-2.

Momen ikonik yang lahir dari partai ini muncul tatkala Pele yang saat itu baru berumur 17 tahun 249 hari dan Niels Liedholm yang berusia 35 tahun 263 hari, sama-sama mencetak gol bagi kesebelasannya. Alhasil, keduanya pun masih tercatat sebagai pencetak gol termuda dan tertua dalam sejarah final Piala Dunia.

Tragedi Maracanazo

Laga Brasil kontra Uruguay di Stadion Maracana pada Piala Dunia 1950 sesungguhnya ‘bukan’ final sebab putaran terakhir dari kejuaraan ini dilangsugkan dalam format grup. Kebetulan saja, pertemuan keduanya di laga pamungkas jadi penentu siapa yang bakal membawa pulang gelar juara.

Bermain di hadapan pendukungnya sendiri, Selecao jelas diunggulkan. Akan tetapi, Los Charruas tak tinggal diam dan memberi perlawanan ekstra. Hasilnya pun manis bagi kubu yang disebut kedua. Usai tertinggal lebih dulu, mereka berhasil bangkit dan membalikkan keadaan guna memenangi laga via skor 2-1. Kekalahan ini sendiri membuat momen itu disebut sebagai tragedi Maracanazo sebab 199 ribu pasang mata yang memadati Stadion Maracana terdiam dan shock. Banyak penduduk Brasil yang bahkan ingin bunuh diri akibat peristiwa nahas itu.

Bola final Piala Dunia dan hari penyelenggaraannya

Penyelenggaraan final Piala Dunia 1930 masih dianggap sebagai salah satu momen paling ikonik dalam sejarah Piala Dunia. Setidaknya, ada dua alasan mengapa laga yang sukses dimenangi Uruguay dengan skor 4-2 dari Argentina sekaligus membawa mereka memenangi Piala Dunia edisi pertama tersebut dinilai seperti itu.

Pertama, adalah waktu penyelenggaraan final yang dimainkan pada hari Rabu waktu setempat. Sampai hari ini, momen itu jadi satu-satunya final yang tidak dihelat pada akhir pekan. Kedua, bola yang digunakan di partai final. Masing-masing pihak ingin menggunakan bola yang mereka bawa untuk pertandingan itu. Khawatir hal-hal buruk terjadi, FIFA lantas mengintervensi dan memutuskan untuk menggunakan bola dari Argentina di babak pertama serta bola dari Uruguay pada babak kedua.

Foto: FIFA