Sudah menjadi hukum mutlak bahwa kemenangan di sebuah laga sepak bola ditentukan oleh banyaknya gol yang dibukukan oleh satu dari dua kesebelasan yang bertanding. Mengacu pada hal itu pula, pesepak bola dengan posisi penyerang selalu dilihat dengan nilai tinggi. Sebaliknya, mereka yang bermain sebagai kiper acapkali dipandang remeh.
Realita yang ada membuat berbagai macam dogma terkait kiper dalam permainan sebelas lawan sebelas ini menyeruak. Salah satu yang paling beken tentulah satu blunder para penjaga gawang bakal selalu dikenang daripada ribuan penyelamatan yang sudah mereka bukukan.
Padahal, kiper memiliki esensi yang sama dengan bek, gelandang atau bahkan penyerang dalam permainan sepak bola. Tugas yang mereka emban, menggagalkan upaya lawan untuk mencetak gol, juga sama sakralnya dengan kewajiban para penyerang mengoyak jaring musuh.
Namun dengan tendensi yang berkelindan di ajang sepak bola, para kiper tak ubahnya pejuang solois. Mereka berjuang mati-matian demi kemaslahatan seluruh skuat tapi kerap terisak sendirian manakala gawangnya bergetar akibat kekhilafan yang dibuat.
Tak percaya? Silakan tengok lelucon atau cacian yang diterima kiper Liverpool, Loris Karius, gara-gara aksi nyeleneh-nya di final Liga Champions 2017/2018 lalu. Penjaga gawang Bournemouth asal Polandia, Artur Boruc, bahkan pernah berkelakar mengenai tekanan masif yang ada di pundak setiap kiper dalam permainan sepak bola.
“Seorang kiper tak ubahnya pembuat bom dalam sebuah kesatuan militer. Sekali saja kamu berbuat kesalahan, semuanya akan meledak dan kamulah yang dianggap sebagai biang keladi”.
Ajang Piala Dunia 2018 yang sudah menjejak fase semifinal membuat atmosfer dan intensitas dari sepasang laga yang ada, Prancis kontra Belgia dan Kroasia versus Inggris, makin tinggi dan pekat.
Pada fase ini juga, ada empat penjaga gawang yang beraksi mati-matian demi negaranya masing-masing. Mereka adalah Thibaut Courtois, Hugo Lloris, Jordan Pickford, dan Danijel Subasic.
Keempat sosok itulah yang jatuh bangun melentingkan tubuh, merebahkan badan sembari menyusur tanah hingga melakukan aksi-aksi akrobatik dengan terbang di udara guna menghalau sepakan yang dilepaskan ke arah gawang.
Courtois, Lloris, Pickford, dan Subasic adalah barisan santo yang siap melakukan apa saja demi mempertahankan keperawanan jalanya dan memberi hasil positif untuk tim yang mereka bela.
Benar saja, laga Prancis kontra Belgia yang berkesudahan 1-0 untuk kemenangan Les Bleus, diwarnai oleh aksi-aksi brilian dari kiper yang membela masing-masing kubu. Wajar bila puja dan puji dilayangkan kepada Lloris dan Courtois.
Kehadiran Lloris di bawah mistar Prancis teramat esensial buat membendung segala upaya Romelu Lukaku dan kawan-kawan. Setidaknya ada dua penyelamatan krusial yang dibuat oleh penjaga gawang berusia 31 tahun tersebut. Pertama, saat menepis tembakan Toby Alderweireld dari jarak dekat. Kedua, tinjunya terhadap sepakan keras nan terukur Axel Witsel dari luar kotak penalti Les Bleus. Andai Lloris gagal membendung dua usaha tersebut, bisa dipastikan Prancis takkan menjejak partai final.
Di sisi seberang, presensi Courtois dalam menjaga gawang Belgia juga sangat penting. Praktis, cuma sundulan Samuel Umtiti saja yang berhasil menembus jalanya. Sementara percobaan yang dilakukan oleh Blaise Matuidi, Benjamin Pavard, dan Corentin Tolisso, selalu mentah di tangan ataupun kaki figur 26 tahun tersebut. Yakinlah, tanpa Courtois, De Rode Duivels bisa lebih menderita.
Setali tiga uang dengan performa brilian Courtois dan Lloris, partai semifinal lain antara Kroasia dan Inggris juga menjadi panggung untuk Subasic serta Pickford.
Tak salah apabila para penggemar sepak bola menyebut nama Mario Mandzukic atau Ivan Perisic sebagai aktor utama di laga tersebut karena menghadiahkan kemenangan bersejarah untuk Kroasia. Namun Subasic dan Pickford sudah membuktikan kapasitas hebatnya dengan aksi-aksi paripurna dalam membendung berbagai usaha lawan.
Bermain selama 120 menit, Subasic berkali-kali menyelamatkan gawangnya dari cecaran para penggawa The Three Lions. Misalnya saja upaya jarak dekat Kane (meski akhirnya diketahui bahwa sang penyerang telah terperangkap offside), maupun aksi-aksi Dele Alli dan Jesse Lingard. Praktis, cuma tendangan bebas indah Kieran Trippier yang membuat Subasic dan Kroasia kebobolan.
Sebaliknya, Pickford juga dipaksa penggawa Vatreni buat pontang-panting menjaga jalanya. Masing-masing sepasang percobaan dari Ante Rebic dan Marcelo Brozovic. Pantas rasanya kalau ia beroleh kredit lebih karena tanpa kehadiran Pickford, Inggris pasti menangis sedari pertengahan laga.
Berkaca dari situasi tersebut, tidak salah rasanya kalau laga semifinal Piala Dunia 2018 dilabeli sebagai panggung megah bagi para kiper. Pertunjukan yang mereka buat sepanjang laga, menghadirkan sesuatu yang dapat mengubah pandangan khalayak. Ya, para kiper tak sepatutnya dipandang sebelah mata karena tanpa mereka, sepak bola takkan jadi pagelaran yang sempurna.