Jepang menyudahi perjuangan mereka di Piala Dunia 2018 dengan hebat. Meskipun mesti menelan kekalahan dari Belgia, Jepang melakukan pertarungan sampai akhir. Bukan hanya Benua Asia, tetapi seluruh dunia juga takjub sekaligus memberikan rasa hormat yang besar dengan apa yang sudah dilakukan Jepang. Cerita ditutup dengan keputusan kapten tim Makoto Hasebe pensiun dari tim nasional.
Selain Hasebe, ‘Sang Kaisar’ Keisuke Honda, juga memutuskan mengakhiri baktinya untuk timnas Jepang. Ini merupakan sebuah perpisahan besar, apalagi bagi Hasebe yang sudah tampil sejak satu dekade lalu dan mengemban ban kapten timnas Jepang sejak Piala Dunia 2010 di Afrika Selatan.
Harus diakui karena banyak terpengaruh oleh komik Captain Tsubasa karya Yoichi Takahashi, bukan saja publik sepak bola Jepang, tetapi juga hampir sebagian besar pihak berharap bahwa pemimpin Jepang adalah sosok pemain yang menyerupai Tsubasa. Pemain dengan bakat fantastis yang diharapkan bisa membuat keajaiban di lapangan.
Meskipun demikian, selama delapan tahun terakhir, Jepang mendapatkan kapten tim yang sangat sesuai dengan karakteristik negara mereka yang sangat terkenal. Cerdas, disiplin, dan pekerja keras. Tiga atribut tersebut sangat terejawantahkan dalam diri seorang Makoto Hasebe.
Nama depannya berarti “kebenaran” atau bisa dalam arti lain yaitu “integritas”. Dua hal tersebut benar-benar diitunjukkan Hasebe sepanjang kariernya membela Jepang di pentas internasional. Ia merupakan pemimpin hebat yang disegani rekan-rekannya. Sesuatu yang sudah lama terlihat bahkan sejak masih duduk di bangku sekolah.
Hasebe bersekolah di Fujieda Higashi Gakuen (Fujieda Higashi High School), ya sekolah yang juga diadaptasi di komik Shoot! menjadi Fujita Higashi. Di sekolah ini cukup banyak yang mengingat kebesaran seorang Hasebe. Salah satunya adalah guru sekolahnya, Yasua Hattori.
Sang guru mengingat bahwa Hasebe bukan pemain yang penuh skill dan teknik. Bahkan ketika Urawa Reds berniat menawari Hasebe kontrak profesional, sang guru justru meminta klub tersebut mempertimbangkan ulang keputusan mereka. Karena bagi Hattori saat itu, Hasebe tidak memiliki atribut untuk menjadi pemain profesional. Tetapi sang guru juga mengakui bahwa Hasebe merupakan tipe pemain yang bisa diandalkan dan jarang melakukan kesalahan.
“Ketika masih anak-anak, ia (Hasebe) bukan tipe pesepak bola yang benar-benar hebat. Ia tidak melakukan skill atau trik-trik seperti kebanyakan anak lainnya. Tetapi Hasebe merupakan pemain yang bisa diandalkan, ia jarang melakukan kesalahan. Ia memiliki aura (kepemimpinan) dan para pemain lain juga mengikuti dirinya.”
Makna dari nama dan sifat dasar Hasebe-lah yang kemudian membuatnya boleh dibilang merupakan kapten terbaik yang pernah dimiliki Jepang. Ia tenang, bisa diandalkan, dan jarang melakukan kesalahan. Dengan kematangan Hasebe memimpin rekan-rekannya yang lain dalam tiga Piala Dunia dan dua Piala Asia, di mana prestasi terbaik Hasebe tentu adalah ketika berhasil memimpin Jepang menjadi juara Asia pada tahun 2011.
Ketika mengumumkan pensiun, Hasebe pun memilih cara yang tidak terlalu menarik perhatian, sesuai dengan kepribadiannya yang tenang. Dalam ucapan perpisahannya, Hasebe menekankan bahwa dirinya sangat bangga mengenakan hinomaru (bendera Jepang) di dadanya, dan kata serve (bakti) dipilih ketimbang play (bermain). Pertanda bahwa Hasebe bertanding di tim nasional Jepang adalah sebagai bakti kepada negaranya. Makoto Hasebe memang sosok yang luar biasa.
“Merupakan sebuah kehormatan besar untuk mengenakan (Hinomaru) di dada saya. Sebuah pengalaman yang luar biasa dan tidak bisa tergantikan. Saya bisa berbakti sebagai kapten tim pun karena dukungan dari semuanya,” ujar Hasebe dalam salam perpisahannya.
Jepang jelas kehilangan besar. Hasebe adalah pemimpin besar yang sulit tergantikan. Boleh jadi generasi pemain Jepang yang baru banyak lebih hebat secara permainan ketimbang Hasebe. Tetapi seperti yang guru sekolahnya sebutkan terkait Hasebe, tidak ada pemain lain yang bisa diandalkan dan jarang melakukan kesalahan seperti Hasebe.
Sayonara, kapten Hasebe!