Beratnya Piala Dunia tidak hanya tentang tekanan di setiap laga yang dihadapi, tapi juga faktor kebugaran tubuh para pemainnya. Khususnya bagi para pemain yang baru saja menyelesaikan tugasnya di liga domestik, apabila harus berjibaku memperjuangkan nasib klubnya sampai akhir musim. Lalu, pemain dari klub mana yang kira-kira paling lelah di Piala Dunia kali ini?
Jika tolok ukurnya adalah rentang waktu antara pertandingan terakhir di klub dan laga pertama di fase grup Piala Dunia 2018, pemain Real Madrid seharusnya berada di tingkat kebugaran yang lebih rendah. Tapi kenyatannya di partai perdana tidak tampak adanya permasalahan dari faktor kebugaran.
Cristiano Ronaldo contoh yang paling fenomenal. Hat-trick dari tiga sumber gol berbeda, satu dari titik penalti, satu tendangan kaki kiri jarak jauh, dan satu tendangan bebas. Kemudian Luka Modrić juga tampil prima dengan berkontribusi membantu Kroasi meraih tiga poin atas Nigeria.
Untuk sektor pertahanan, Keylor Navas juga tak kehilangan tajinya di pertengahan bulan ini, dengan melakukan penyelamatan gemilang yang membuat gawang Kosta Rika hanya bobol sekali di tengah gempuran pemain Serbia. Kalaupun ada hasil minor yang didapat, itu hanya menerpa Toni Kroos (Jerman kalah dari Meksiko), dan Marcelo (Brasil imbang dengan Swiss).
Ini bisa terjadi karena ada jeda antara hari-hari menuju final Liga Champions dan waktu setelah pertandingan itu menuju Piala Dunia, sehingga tidak ada jadwal pertandingan menumpuk. Selain itu, perlu diingat juga bahwa yang dipedulikan Real Madrid musim lalu hanya Liga Champions, sedangkan LaLiga dijalani apa adanya, sebisanya.
Masa istirahat memiliki andil sangat penting agar pemain tetap bugar dan tidak kehilangan fokus di Piala Dunia. Itulah sebabnya beberapa pemain sangat ngotot memastikan gelar juara liga domestik bagi klubnya jauh-jauh hari sebelum akhir musim, agar bisa mendapat waktu rehat lebih panjang.
Barcelona, Juventus, Manchester City, Bayern München, dan Paris Saint-Germain, lima peraih trofi liga domestik di lima liga top Eropa musim ini, tidak ada satupun dari mereka yang harus berjibaku sampai detik terakhir untuk menjadi yang terbaik.
Justru, yang memiliki waktu rehat lebih pendek adalah pemain-pemain di klub yang sampai akhir musim masih berjuang memperebutkan tiket kompetisi Eropa atau menghindari degradasi. Pamor mereka secara individu memang tidak setenar pemain bintang dari tim juara, tapi beberapa di antaranya sangat diandalkan di timnas.
Ahmed Hegazi (Mesir/West Bromwich Albion), Joao Miranda (Brasil/Internazionale Milano) dan Emil Forsberg (Swedia/RB Leipzig) adalah penggawa di klub yang harus memperjuangkan nasibnya sampai menjelang musim berakhir. Di laga pertama Piala Dunia 2018 ketiganya bermain di bawah standar, yang mungkin ada faktor keletihan di belakangnya.
Bagaimana dengan liga-liga lain?
Untuk liga-liga lain selain liga top Eropa, mereka sudah “menghentikan” kompetisi mendekati sebulan menuju Piala Dunia. K-League Classic di Korea Selatan misalnya, sudah meliburkan kompetisi sejak 21 Mei setelah memainkan pekan ke-14, begitu juga J1.League di Jepang yang menganut sistem serupa.
Korea Selatan dan Jepang adalah salah dua timnas yang banyak mengandalkan pemain dari liga domestik di Rusia tahun ini, untuk dipadukan dengan pemain berkarier di luar Asia. Oleh karenanya, jeda waktu antara kompetisi domestik dan Piala Dunia sangat diperhatikan oleh federasi sepak bola kedua negara tersebut.
Kemudian untuk timnas dari wilayah lainnya seperti Afrika dan Amerika Latin, tingkat kebugaran pemain akan lebih banyak bergantung pada klub pemilik si pemain. Ini berkaitan dengan mayoritas penggawa mereka di Piala Dunia kali ini yang berasal dari klub-klub Eropa, bukan klub dalam negeri.
Perbedaan justru ada di Panama. Timnas mereka banyak dihuni pemain dari Major League Soccer (MLS), yang kompetisinya tetap dimainkan selama digelarnya Piala Dunia. Namun para pemain Panama sudah mendapat izin meninggalkan klub jauh-jauh hari sebelum Piala Dunia, demi mendapat kebugaran maksimal di turnamen empat tahunan ini.