Editorial

Di Hadapan Meksiko, Semua Kehebatan Jerman Hanya Tafsir Saja

Sastrawan besar Indonesia, Pramoedya Ananta Toer, di bukunya berjudul “Rumah Kaca”, sempat menulis bahwa hidup ini sebenarnya biasa saja, karena yang hebat hanya tafsirnya belaka. Meminjam kalimat Pram, sembari menengok kembali penampilan Jerman semalam (17/6), di hadapan Meksiko, kehebatan Jerman memang terasa hanya sebagai tafsir-tafsir belaka. Skor akhir 1-0 untuk keunggulan Meksiko adalah keniscayaan. Fakta.

Jerman datang ke Rusia dengan status tak hanya sebagai juara bertahan, namun juga sebagai juara Piala Konfederasi 2017, setahun yang lalu, di tanah yang sama, Negeri Beruang Merah. Puja-puji tentang betapa berkualitasnya pemain-pemain Jerman membuat skeptisme akan kutukan juara bertahan yang berpotensi kalah di laga perdana perlahan menguap tak berbekas.

Tapi, Meksiko bukan negara biasa. Orang menyebut Meksiko spesialis babak 16 besar, dan, ya, betul. Betul juga bahwa Meksiko tidak pernah benar-benar menjadi si kuda hitam, yang mendobrak kemapanan negara hebat, melesat hingga perempat-final atau bahkan semifinal seperti Korea Selatan di 2002 atau Kroasia di 1998 lalu. Tapi, ada sesuatu dari Meksiko, secara taktikal, yang membuat mereka berbahaya. Dan itu luput diwaspadai orang-orang Jerman kemarin malam yang biasanya selalu teliti dalam segala hal.

Hector Herrera menjelma menjadi gelandang nomor 6 yang solid, sulit ditembus, sekaligus andal mengalirkan bola, dan membuat gerak Mesut Özil menjadi sangat terbatas. Carlos Vela, mantan wonderkid Arsenal yang tidak pernah benar-benar sukses itu, sukses mengisi celah kosong di antara dua pivot Jerman, Sami Khedira dan Toni Kroos, membuat Jerman selalu gampang terekpose saat serangan kilat. Javier Hernandez seakan menjadi seperti raksasa yang sulit ditaklukkan dua bek kelas dunia Jerman dalam diri Mats Hummels dan Jerome Boateng, sebelum akhirnya, sang wonderkid, Hirving Lozano, menghukum arogansi Jerman.

Mengenal Lebih Dekat Sang Penakluk Jerman, Hirving Lozano

“Ketika kami menyerang dengan 7 atau 8 pemain, jelas bahwa kami punya kapabilitas menyerang yang lebih baik dibandingkan stabilitas lini belakang. Kestabilan lini belakang kami, harus diakui, sangat tidak baik. Hanya ada saya dan Jerome (Boateng) di belakang dan mereka (Meksiko) tanpa ampun menghabisi kami,” ujar Mats Hummels saat diwawancarai oleh Goal selepas laga usai.

Meksiko memang menyakiti Jerman dengan cara paling perih yang bisa kamu bayangkan. Joshua Kimmich dan Marvin Plattenhardt asyik menyerang, memberi opsi di koridor sayap, yang kemudian hanya berujung pada ‘crossing pasrah’, mengutip opini kawan saya, coach Qo’id Naufal. Umpan silang yang dilepaskan tanpa maksud dan perencanaan yang baik dan hanya berakhir sia-sia, bahkan, berujung kepada serangan balik kilat dari Meksiko.

Kroos dan Khedira, mengontrol possession dengan baik, tapi ketika mereka kehilangan bola dalam suatu fase di mana kedua bek sayap sudah naik dan tidak ada bantuan di lini tengah untuk menutup agresivitas pelari kencang Meksiko, habis sudah. Tiga kali Meksiko mengancam Jerman lewat serangan balik di babak pertama, sebelum Lozano berlari kencang, mengecoh Mesut Özil (di mana kamu saat itu, Joshua Kimmich?), dan melepaskan tembakan yang mengoyak jala gawang Manuel Neuer. Satu gol, tak berbalas, dan meninggalkan luka.

Ini bukan tentang kutukan juara bertahan di Piala Dunia belaka. Saya tidak percaya kutukan atau hal-hal klenik lain karena ketika kiamat saja (mungkin) masih bisa dijelaskan dan sedikit diprediksi dengan pendekatan saintifik, kenapa di sepak bola yang penuh data, fakta, dan logika, kita harus tunduk kepada kutukan?

Kekalahan Jerman bukan hal yang rumit, karena ini sangat sederhana seperti satu keniscayaan berikut: Jerman kalah segalanya dari Meksiko. Secara taktikal, secara sikap di lapangan, dan terlebih, secara skor di akhir laga. Dan, ya, seperti ujar Juan Carlos Osorio di konferensi pers pascalaga, “Kami di sini sekarang untuk berbahagia. Itu saja.”

Selamat Meksiko, di hadapan kalian, yang hebat dari Jerman hanya tafsir-tafsirnya saja.