Cerita

Bradley Wright-Phillips, Mengharumkan Nama Keluarga di Amerika Serikat

Ian Wright, sang legenda Arsenal memiliki empat anak, dua di antaranya adalah pesepak bola profesional. Pertama adalah Shaun Wright-Phillips, yang sempat mekar di Manchester City tapi meredup setelah pindah ke Chelsea. Kemudian yang kedua adalah Bradley Wright-Phillips, yang sedang mengharumkan nama keluarga di Amerika Serikat (AS).

Mengapa dibilang “mengharumkan”? Karena sebagai legenda Arsenal, Ian Wright sempat terancam tidak memiliki keturunan yang sama hebat dengannya di lapangan hijau. Shaun hampir melakukannya di awal tahun 2000-an, tapi kariernya justru merosot drastis ketika hengkang ke klub yang lebih besar.

Sementara itu anak ketiga, Brett Wright, tidak memiliki karier sepak bola yang cemerlang. Ia sempat menjalani uji coba di Reading pada September 2005, tapi setelah itu jejaknya sulit ditelusuri. Lalu anak bungsunya, Stacey, lebih berminat menjadi pemain rugbi.

Itulah mengapa Bradley Wright-Phillips menjadi harapan terakhir Ian Wright untuk mengharumkan nama keluarga. Ketika Shaun sudah semakin menua (36 tahun) dan kebintangannya tak lagi seterang dulu, Bradley justru sedang menikmati masa-masa terbaiknya di lapangan rumput.

Di pertandingan akhir pekan kemarin, penyerang New York Red Bulls itu mencatatkan rekor 16 kali brace alias dua gol di satu pertandingan. Jumlah tersebut dikoleksinya sejak melakoni debut di Major League Soccer (MLS) pada 2013, dan sampai saat ini adalah torehan yang terbanyak di sepak bola Negeri Paman Sam.

Hebatnya lagi, salah satu golnya musim ini dicetak dengan cara yang sensasional. Tendangan akrobatik di laga derbi kontra New York City FC, klub yang saat ini masih diperkuat David Villa dan dulu juga pernah dibela Andrea Pirlo.

Pertandingan yang berlangsung di awal bulan Mei ini dimenangkan oleh New York Red Bulls dengan skor 4-0. Bradley mencetak gol ketiga, sedangkan sisanya tercatat atas nama Alejandro Romero (2’), Florian Valot (4’), dan Derrick Etienne (79’).

Top skor Manchester City yang terbuang

Sama dengan Shaun, Bradley juga memulai karier sepak bolanya di Manchester City. Malah sebetulnya, kiprah Bradley di tim junior lebih baik ketimbang Shaun. Bradley merupakan top skor di tim reserve musim 2003/2004. Berbeda dengan Shaun yang keluar-masuk tim senior karena diplot sebagai pengganti Paul Dickov yang cedera.

Tak hanya berjaya di tim junior, Bradley juga langsung tokcer ketika melakoni laga debut di Liga Primer Inggris. Pada 6 Desember 2004 melawan Middlesbrough, Bradley yang masuk dari bangku cadangan menggantikan Jon Macken langsung mencetak gol empat menit kemudian.

Namun sayangnya gol di menit 80 itu hanya menjadi gol hiburan, karena City takluk 2-3 dari Middlesbrough yang masih dihuni skuat legendarisnya, seperti Mark Viduka, Jimmy Floyd Hasselbaink, Boudewijn Zenden, Stewart Downing, dan Mark Schwarzer. Dua nama pertama adalah pencetak gol The Boro di laga tersebut.

Gol di laga debut seharusnya menjadi awalan yang bagus bagi Bradley untuk mentas di Liga Primer Inggris, tapi di kemudian hari ia justru tak menunjukkan perkembangan signifikan. Beragam klub dibelanya silih berganti dalam periode 2006-2013, mulai dari Southampton, Plymouth Argyle, Charlton Athletic, hingga masa peminjaman di Brentford. Semuanya adalah klub di kasta kedua sampai ketiga di Liga Inggris.

Kehidupan kedua di Amerika Serikat

Frustrasi dengan karier yang tak kunjung berkembang di Inggris, Bradley kemudian memutuskan hijrah ke AS untuk berseragam New York Red Bulls pada 2013. Dua tahun kemudian, Shaun menyusulnya pindah ke sana dan menjadi satu dari segelintir kakak-adik yang bermain di satu tim.

Meskipun Bradley datang bukan sebagai designated player atau marquee player kalau menganut istilah di Liga 1, tapi ia justru menjelma sebagai salah satu andalan klub. Bradley juga tak canggung bermain di satu tim dengan mantan bintang dunia, seperti Thierry Henry dan Péguy Luyindula.

Sampai akhirnya, perjuangan Bradley menuntunnya sebagai pencetak sejarah di MLS. Selain menjadi pemain dengan jumlah brace terbanyak, ia saat ini juga berstatus top skor sepanjang masa New York Red Bulls. Selama berkiprah di sana, Bradley telah bermain tak kurang dari 150 laga dan mencetak 90 gol lebih.

Torehan tersebut juga membuatnya menjadi pemain MLS tersubur dalam kurun waktu tahun 2014-2017, dengan koleksi 85 gol. Kemudian jika dibandingkan dengan pemain yang saat ini masih aktif di MLS dan sudah bermain di lebih dari 90 laga, Bradley dengan 64 golnya hanya kalah dari David Villa yang telah mengemas 67 gol.

Beragam pencapaian tersebut tak diragukan lagi membuat Bradley Wright-Phillips menjadi salah satu pemain idola di New York Red Bulls. Hal mana yang diapresiasi klubnya dengan menaikkan status Bradley menjadi designated player sejak musim 2015.

Ian Wright mungkin saat ini selalu tersenyum lebar setiap kali Bradley berselebrasi merayakan golnya. Sebab akhirnya, ia juga memiliki anak yang kelak juga akan berstatus legenda klub, sama seperti dirinya yang begitu dipuja di Arsenal.

Tak masalah walaupun Bradley bukan bestatus legenda di klub top Eropa, karena yang namanya legenda tetaplah legenda, di manapun dia berada. Seseorang yang selalu diingat kehebatannya dan selalu dirindukan keberadaannya.