Pada era 1990-an silam, Parma adalah salah satu klub yang begitu disegani tak hanya di tanah Italia, namun juga Eropa. Meski tak sampai berhasil meraih Scudetto, namun mereka konsisten berada di papan atas Serie A, dan rutin mengikuti kompetisi Eropa, baik Liga Champions, Piala UEFA, maupun Winners Cup.
Prestasi mereka pun terbilang baik di kancah Eropa. 1 Winners Cup, 1 Piala Super Eropa, dan 2 Piala UEFA adalah pencapaian mereka kala itu. Sayangnya, krisis keuangan membuat klub ini turun kasta hingga menjadi klub medioker saja, yang diperparah dengan terjerumusnya mereka ke Serie D pada 2015 karena krisis finansial akut yang berujung kebangkrutan.
Kini, tiga tahun berselang, mereka sudah kembali ke Serie A dengan mencatatkan prestasi berupa tiga kali promosi dam tiga musim beruntun. Kembalinya mereka tak hanya dirayakan oleh para tifosi Gialloblu saja, namun juga pecinta Serie A di seluruh dunia, termasuk Indonesia.
Oleh sebab itu, Football Tribe Indonesia membuat sebuah tribute dengan mengenang para bintang-bintang utama Parma di musim 1998/1999, saat mereka terakhir kali mengharumkan Italia di kancah Eropa dengan meraih gelar Piala UEFA, Coppa Italia, dan Piala Super Italia.
Ini dia daftarnya :
Gianluigi Buffon
Sebagai kiper pilihan utama, ia hampir bermain di seluruh laga yang dimainkan Parma pada musim tersebut. Ia juga semakin matang di bawah mistar gawang, terbukti dengan semakin regulernya ia bermain bersama timnas Italia. Kini sedang menjalani musim terakhirnya bersama Juventus, dimana ia mencatatkan rekor sebagai peraih 9 gelar scudetto.
Fabio Cannavaro
Bek yang terkenal dengan sliding maut dan keunggulan duel udaranya ini sedang berada dalam usia keemasannya kala itu. Ia adalah aktor utama kokohnya tembok lini belakang. Romantismenya bersama Parma berakhir pada 2002 saat ia hijrah ke Internazionale Milano. Kapten timnas Italia saat menjuarai Piala Dunia 2006 ini sekarang menjadi manajer Guangzhou Evergrande.
Antonio Benarrivo
Mantan pemain timnas Italia di Piala Dunia 1994 ini merupakan seorang full-back yang tangguh saat itu. Banyak diturunkan di Serie A, ia justru tak diturunkan saat final Piala UEFA maupun final Coppa Italia. Setelah pensiun, ia mengambil lisensi kepelatihan pada 2013 lalu. Namun kabarnya, ia lebih fokus menjalankan usahanya yang bergerak di bidang konstruksi dan renovasi di Brindisi, kota kelahirannya.
Lilian Thuram
Siapa yang tak mengenalnya kehebatannya? Zlatan Ibrahimovic saja menjulukinya ‘The Animal’ karena permainannya yang agresif dan amat fisikal. Musim 1999 hanyalah salah satu dari sekian puncak kariernya. Selama berkostum Parma, ia juga menjuarai Piala Dunia 1998 dan Piala Eropa 2000. Kini, ia telah berubah haluan menjadi seorang politikus dan aktivis yang memerangi rasisme.
Roberto Sensini
Meski terkenal sebagai seorang bek tangguh, ia adalah pemain yang mampu bermain di banyak posisi, baik di lini tengah dan belakang. Ia menjabat sebagai kapten Parma pada musim itu. Sensini termasuk dalam deretan pemain yang memenangkan Piala UEFA sebanyak dua kali bersama Parma. Setelah pensiun, ia sempat menjadi pelatih dan kini menjabat sporting director Newell's Old Boys.
Dino Baggio
Salah satu gelandang genius Italia di periode 1990-an. Peran pemain versatile ini pun tak tergantikan di lini tengah Parma kala itu. Setelah pensiun, ia menjauh dari keriuhan sepak bola, namun tetap peduli dengan sepak bola usia muda. Kini ia melatih klub Calcio Montebelluna 1919, di mana kedua anaknya juga bergabung di akademi tersebut.
Juan Sebastian Veron
Hanya semusim ia berseragam Parma, namun hebatnya, ia memiliki peran sentral dalam kesuksesan Parma kala itu. Kemampuannya sebagai playmaker maupun gelandang serang pun sangat dikagumi banyak orang. Setelah meninggalkan Parma, ia masih meraih banyak gelar bersama Lazio, Manchester United, Inter Milan, hingga Estudiantes. Saat ini ia menjabat sebagai chairman Estudiantes.
Alain Boghossian
Meskipun datang ke Parma sebagai juara dunia 1998, ia termasuk yang kalah pamor dibandingkan rekan-rekannya di lini tengah. Namun jangan ragukan kemampuannya, karena ia adalah salah satu gelandang bertahan reguler Parma di musim 1998/1999. Tak lama setelah hengkang dari Parma pada 2002, ia pensiun karena cedera. Kabarnya kini bekerja di Federasi Sepak Bola Prancis.
Diego Fuser
Datang ke Parma saat berusia 30 tahun, namun ia tetap menjadi andalan Alberto Malesani di sayap kanan kala itu. Bertahan tiga musim, ia pun hengkang dari Parma pada tahun 2001 dan terus bermain sepak bola hingga berusia 44 tahun. Menurut kabar terbaru, sekarang ini Fuser mulai menggeluti olahraga footgolf, yaitu permainan kombinasi antara sepak bola dan golf yang cukup populer di Italia.
Enrico Chiesa
Sang predator. Sering bergonta-ganti klub, namun bersama Parma-lah ia merasakan kesuksesan terbesarnya, di mana ia juga sering mendapat panggilan timnas Italia. Duetnya bersama Hernan Crespo menjadi salah satu yang tertajam di Eropa kala itu. Saat ini, ia sudah kalah pamor dibanding sang anak, Federico, yang telah mengikuti jejaknya dengan berseragam Gli Azzurri.
Hernan Crespo
Salah satu penyerang terbaik Serie A di era 1990-an dan awal 2000-an, mungkin juga sepanjang sejarah Parma. Salah satu golnya yang paling diingat pada musim itu adalah backheel-nya ke gawang Francesco Toldo di final Coppa Italia. Ia juga mencetak gol kemenangan Parma di final Piala UEFA. Pada pertengahan 2017 lalu, ia diangkat sebagai wakil presiden Parma.
Alberto Malesani (Pelatih)
Ia datang menggantikan Carlo Ancelotti di awal musim 1998/1999. Lewat kumpulan pemain berkualitas dan racikan taktiknya, ia berhasil meraih tiga trofi di musim pertamanya. Sayangnya, itulah puncak kesuksesan kariernya sebagai pelatih. Setelah melatih banyak klub medioker Italia seperti Empoli, Modena, hingga Sassuolo, kini Malesani sibuk dengan perkebunan anggurnya dan memproduksi wine sendiri dengan merek La Giuva.
Nama-nama Lainnya
Keberhasilan Parma mengarungi musim 1998/1999 dengan raihan dua trofi tentu diiringi dengan kedalaman skuat yang begitu mumpuni. Dengan sederet bintang yang telah disebutkan di atas, mereka masih memiliki sejumlah nama besar yang mampu membuat perbedaan, baik dari bangku cadangan ataupun saat dipercaya sebagai starter, seperti Abel Balbo, Stefano Fiore, Faustino Asprilla, Paolo Vanoli, Roberto Mussi, Mario Stanic, Pierluigi Orlandini, Luigi Apolloni, hingga Luigi Sartor.