Cerita

Hikayat Internazionale Milano dan Batu Karang Bernama Sassuolo

Malam itu pukul 20.45 di Stadion Giuseppe Meazza, akan tersaji partai kandang pamungkas yang mempertemukan tuan rumah F.C Internazionale Milano dengan sang tamu, U.S Sassuolo. Kedua kubu membawa misi masing-masing pada pertandingan di giornata ke-37 Serie A.

Sang tuan rumah, sebagaimana kita ketahui sedang berusaha mati-matian mengejar tiket tersisa ke Liga Champions setelah sebelumnya mendapati hasil minor di partai kandang terakhirnya, ketika itu mereka harus menerima kekalahan menyakitkan dengan skor tipis 2-3 dari sang pemuncak klasemen, Juventus. Namun, I Nerazzurri berhasil bangkit di giornata selanjutnya dengan menghabisi Udinesse di kandang mereka dengan skor telak 0-4.

Sedangkan sang tamu, I Neroverdi, yang sedang dalam performa impresif dalam lima giornata terakhir dengan mengemas 4 kemenangan dan 1 kekalahan, dapat dikatakan bahwa mereka ingin secepat mungkin memastikan bertahan di Serie A dan menjauhkan diri dari kemungkinan relegasi ke Serie B.

Sebelum pertandingan, sang ular besar sepertinya sudah sangat bernafsu untuk memenangkan pertandingan ini, mengingat mereka tengah mencari pelampiasan akibat kekelahan menyakitkan yang mereka alami sebelumnya.  Allenatore Inter, Luciano Spaletti, mengatakan timnya dalam kondisi sangat bagus untuk menyongsong pertandingan ini. “Tim kami terpantau dalam kondisi siap untuk membuat para penggemar yang memahami sepak bola, seperti yang dimiliki Inter, merasa senang. Saya pikir kami telah membuat kemajuan, sekarang kami siap menjadi tim yang sangat kuat,” ujarnya dikutip dari akun Twitter resmi klub.

Di samping itu, performa rival langsung Inter dalam perebutan tiket ke Liga Champions, Lazio, mulai menurun seiring dengan cederanya beberapa pemain inti mereka dan membuat para pemain I Nerazzurri semakin terpacu untuk mengalahkan tamunya.

Namun hal yang diinginkan oleh tuan rumah nampaknya jauh panggang dari api, karena di akhir laga, Inter dipaksa menelan kekalahan kandang keduanya berturut-turut. Gol indah dari sepasang wonderkids Italia, Matteo Politano dan Domenico Berardi, hanya sanggup di balas oleh Rafinha Alcantara di pengujung pertandingan. Sontak air mata para pemain pun langsung bercucuran menyadari peluang untuk lolos ke Liga champions semakin kecil.

Namun dibalik kekalahan ini ternyata menyimpan suatu hal menarik yang jarang orang lain sadari. Ya, Sassuolo seakan menjadi batu kerikil tajam yang kerap mengadang Inter khususnya saat I Nerazzurri memasuki fase-fase krusial, pada awal kemunculannya di Serie A pada tahun 2013 sebenarnya Inter tidak terlalu kesulitan untuk menghadapi I Neroverdi, bahkan dari tiga pertemuan awal mereka, Inter sanggup menyapu bersih kemenangan, yang mana dua di antaranya didapat dengan skor telak 7-0!

Mereka melakukannya dua kali baik itu ketika mentas di Giuseppe Meazza maupun di Citta del Tricollore yang kini berganti nama menjadi Mapei Stadium. Tapi kisah bulan madu antara Inter dengan Sassuolo mulai berakhir di musim 2015/2016, di mana pertemuan kedua tim yang kala itu berlangsung pada tanggal 1 Februari 2015 di Mapei Stadium, menghasilkan kemenangan pertama Sassuolo atas Inter.

Pada laga yang berlangsung dengan tensi tinggi dengan keluarnya 11 kartu kuning dan 2 kartu merah dari kantong wasit ini berakhir dengan skor 3-1 untuk sang tuan rumah. Tensi panas yang tersaji di lapangan rupanya ikut merembet pula keluar lapangan, selepas pertandingan tersebut pendukung Inter yang hadir di stadion marah karena melihat begitu buruknya kinerja para pemain, bermaksud untuk menenangkan kerumunan yang marah, Il capitano, Mauro Icardi bersama Fredy Guarin, ikut menghampiri para suporter untuk mendinginkan suasana dengan memberikan jersey-nya untuk seorang suporter cilik.

Namun, tidak disangka hal tersebut justru membuat tifosi semakin marah, mereka pun merebut jersey tersebut dan melemparkannya kembali kepada Icardi dan Guarin. Sontak hal ini membuat kedua pemain tersebut berang.

Dalam autobiografinya yang berjudul Sempre Avanti’, Icardi bercerita banyak seputar insiden dengan tifosi yang dialaminya. “Suporter mulai berteriak, mereka memanggil kami untuk datang ke tempat mereka. Saya menemukan keberanian untuk menghadapi mereka bersama Fredy Guarin. Saat saya mendekat, saya menerima penghinaan dan pelecehan,” jelasnya seperti diberitakan Football Italia.

Sebelumnya pada pertemuan pertama di musim yang sama, Sassuolo lagi-lagi menjadi momok yang menakutkan untuk si biru-hitam. Inter yang pada paruh pertama sempat merajai Capolista selama beberapa pekan harus mengubur hasratnya untuk jadi Campione d’ Inverno atau juara paruh musim setelah penalti Domenico Berardi di menit akhir mengandaskan mereka.

Kekalahan tersebut nampaknya sangat memengaruhi mental para pemain I Nerazzurri sehingga yang terjadi kemudian adalah mereka gagal bertahan di papan atas klasemen dan penampilannya berangsur menurun dan mencapai klimaksnya pada pertemuan kedua di Mapei Stadium.

Sejak saat itu hingga musim ini, Inter hanya mampu beroleh satu kemenangan dan menorehkan empat kekalahan ketika berhadapan dengan I Neroverdi. Suatu statistik yang cukup buruk untuk tim sekelas Inter. Dan uniknya lagi, pada dua musim terakhir pertemuan antara kedua tim selalu terjadwal di akhir musim, sehingga bisa diibaratkan ketika mereka berhadapan dengan Sassuolo maka itu adalah laga penentuan bagi Inter untuk menentukan nasibnya.