Cerita

Ketergantungan kepada Andritany Ardhiyasa dan Dilema Posisi Kiper di Persija Jakarta

Sejak awal musim, Persija Jakarta seakan tidak terhentikan, terutama karena penampilan luar biasa dari penyerang asing mereka asal Kroasia, Marko Simic. Tetapi dalam dua laga terakhir, di mana mereka menelan kekalahan di Piala AFC melawan Home United, dan takluk di kandang sendiri oleh Madura United di ajang Liga 1, setidaknya mengekspos sebuah masalah di skuat Macan Kemayoran.

Seperti yang diketahui, kiper utama Persija, Andritany Ardhiyasa mesti absen panjang setelah menderita cedera ketika tampil untuk timnas Indonesia. Andritany menderita cedera retak tulang wajah dan mesti menjalani operasi. Disebutkan bahwa kiper berusia 26 tahun ini pasti akan pulih jelang Asian Games, pertanda bahwa ia akan absen panjang membela Persija.

Di dua laga terakhir, pelatih Persija, Stefano “Teco” Cugurra, memainkan dua kiper pelapis, Rizky Darmawan dan Daryono. Dari hasil pertandingan di mana Persija menelan kekalahan, jelas menunjukkan bahwa baik Rizky dan Daryono tidak berada di level yang sama dengan Andritany. Rizky tak kuasa menahan gempuran yang membuatnya mesti tiga kali memungut bola di gawangnya sendiri ketika Persija tampil di Piala AFC. Sementara Daryono adalah sosok di bawah mistar gawang Macan Kemayoran ketika mereka takluk di kandang sendiri dari Madura United.

Sangat jelas terlihat bagaimana Persija begitu bergantung kepada Andritany. Bahkan sebenarnya ini bukanlah sesuatu yang baru. Akar permasalahan sudah terjadi sejak Andritany bermain reguler untuk tim utama Persija pada tahun 2012. Sebuah masalah yang awalnya terlihat sepele, namun kemudian dibiarkan, hingga akhirnya menjadi permasalahan yang lebih besar.

Andritany bergabung ke tim senior Persija pada tahun 2010. Sebelumnya ia sempat bertualang di Pesik Kuningan dan Sriwijaya FC, dan empat bermain bergantian dengan Hendro Kartiko dan Galih Sudaryono. Sejak tahun 2012, Andritany kemudian mengunci posisi kiper utama Persija. Ia terus bermain reguler dari musim ke musim dan di sini masalah kemudian terjadi.

Ketika Andritany kemudian dimainkan terus secara reguler, Persija tidak bergerak mencari pelapis yang benar-benar sepadan. Daryono dan Rizky Darmawan tidak berada dalam level yang sama dengan Andritany karena mereka tidak mendapatkan menit bermain yang benar-benar kompetitif. Ditambah lagi pengalaman bermain keduanya hanya di Persija, atau hanya sekadar klub-klub lain yang ada di sekitar Jakarta, dan tentunya tidak bermain di kompetisi level tertinggi.

Padahal juru latih di Eropa sana, mulai dari Pep Guardiola hingga Louis van Gaal, menyebutkan bahwa penting bagi sebuah tim untuk memiliki setidaknya dua kiper dengan kualitas hampir sepadan. Bukan hanya soal aspek kompetitif, tetapi juga membuat sebuah tim tidak terlalu bergantung kepada satu kiper saja. Hal ini merupakan upaya pencegahan untuk situasi seperti yang dialami oleh Persija saat ini. Ketika satu kiper cedera, setidaknya pelapis mereka berada dalam situasi yang siap untuk menggantikan.

Menariknya, justru tim-tim lain, setidaknya di Liga 1, sudah memberlakukan sistem ini yakni memiliki dua kiper dengan kualitas yang hampir sepadan. Misalnya lawan yang dihadapi Persija pekan lalu, Madura United. Mereka memiliki Herry Prasetyo dan Satria Tama di bawah mistar gawang. Atau Bali United yang memiliki dua kiper senior, Wawan Hendrawan dan Kadek Wardhana. PSM Makassar memiliki Rivky Mokodompit dan Shahar Ginanjar, pun dengan sang rival historis, Persib Bandung, yang punya Made Wirawan dan Muhammad Natsir untuk mengawal gawang mereka.

Untuk jangka pendek, formula yang tepat kini mesti dicari oleh tim pelatih Persija. Bagaimana mereka harus meningkatkan permainan Daryono dan Rizky selama Andritany absen, karena untuk mendatangkan kiper baru, tentu Persija mesti menunggu hingga putaran pertama selesai dan perpindahan pemain kembali diperbolehkan.

Ketergantungan kepada Andritany pada awalnya mungkin terlihat bukan sebagai masalah besar, tetapi kemudian nyatanya hal menyulitkan Persija di kemudian hari. Situasi Persija saat ini adalah tanda bahaya bagi tim-tim lain yang masih terlalu bergantung kepada satu sosok kiper untuk mengawal gawang mereka. Seandainya tidak mengambil pelajaran dari situasi Persija, tentu keadaan sulit yang serupa pun akan menimpa tim-tim lain.