Di regional Emilio-Romagna, berdirilah sebuah kota kecil dengan nama Salsomaggiore Terme. Kawasan yang satu ini sangat populer sebagai kota spa (citta termale dalam bahasa Italia) di Negeri Pizza. Hal ini terjadi lantaran air di Salsomaggiore Terme memiliki kandungan mineral yang cukup tinggi.
Meski demikian, kota Salsomaggiore Terme tidak hanya dikenal akan hal itu sebab mereka juga punya sesuatu di kancah sepak bola, suatu hal yang amat digilai oleh masyarakat Italia. Bukan sebuah klub mapan nan berprestasi memang, tapi seorang pesepak bola yang diakui kehebatannya saat beraksi di atas rumput hijau bernama Nicola Berti.
Membicarakan Berti, sudah barang tentu kita harus menelusuri lorong waktu ke era 1980-an sampai awal 2000-an. Pasalnya, di masa itulah lelaki berpostur 186 sentimeter ini aktif bermain.
Sebagai bocah asli Emilia-Romagna, awal karier Berti pada bidang sepak bola dimulainya bersama Parma yang saat itu jadi kontestan Serie C1 (sekarang Lega Pro) dalam arahan Arrigo Sacchi. Hebatnya, ia memperoleh kesempatan debut sebagai pemain profesional ketika umurnya baru menginjak 17 tahun.
Di bawah gemblengan Sacchi, Berti menempa dirinya agar semakin matang dalam seluruh aspek. Wajar bila dirinya terus menjadi andalan pelatih berkepala plontos itu buat mengisi ruang mesin I Gialloblu.
Sadar bahwa ada sesuatu yang spesial dalam diri Berti, manajemen Fiorentina bergerak cepat untuk mengamankan jasanya sebelum musim 1985/1986 bergulir. Kendati usianya masih 19 tahun ketika itu, ia langsung beraksi dengan tim senior La Viola.
Tiga musim merumput di Stadion Artemio Franchi, mencicipi sentuhan magis Aldo Agroppi dan Sven-Goran Eriksson sebagai pelatih serta bermain bareng Giancarlo Antognoni, Roberto Baggio, Sergio Battistini, dan Ramon Diaz mengatrol kemampuan Berti ke level yang lebih tinggi.
Baca juga: Sven-Göran Eriksson dan Puisi yang Mengantar Kepergiannya dari Shenzen FC
Walau bertalenta, para pengamat sepak bola di Italia sepakat bahwa Berti adalah gelandang bertahan muda yang kemampuan taktik dan teknisnya kurang prima. Alhasil, ia pun lebih identik sebagai pemain yang lebih banyak mengandalkan kekuatan fisik daripada kecerdasan otak.
Namun uniknya, keterbatasan Berti ketika itu tidak menghalanginya mendapat kepercayaan tinggi dari para pelatih La Viola. Keberadaannya bahkan dinilai tepat untuk menjadi tukang jagal dari lini tengah. Jangan heran bila karier Berti di Fiorentina juga sering dihiasi kartu demi kartu dan memaksanya menepi dari lapangan akibat suspensi.
Di tengah hasrat kebangkitan yang disasar Internazionale Milano bersama Giovanni Trapattoni di pengujung era 1980-an, Berti pun jadi salah satu pesepak bola yang dicomot. Walau begitu, kepindahan lelaki pemilik 39 caps dan 3 gol bareng tim nasional Italia tersebut ke I Nerazzurri juga diiringi dengan berbagai sindiran.
Luciano Moggi yang pada awal 1990-an menjadi General Manager Napoli, menyebut Berti sebagai sosok yang mata duitan karena meminta upah yang tinggi saat ditawar oleh I Partenopei. Padahal, Napoli saat itu sedang terjerat masalah finansial.
Lelaki yang sekarang tepat berumur 51 tahun itu sendiri menyanggah pernyataan itu sembari mengungkapkan bahwa pilihannya untuk membela Inter disebabkan oleh adanya Trapattoni sebagai allenatore dan kesungguhan manajemen untuk membangun fondasi fondasi tim yang diisi pemain-pemain muda.
Keputusan Berti untuk berlabuh ke Stadion Giuseppe Meazza sama sekali tidak salah. Selama berkostum I Nerazzurri, Berti bertransformasi menjadi seorang gelandang yang semakin matang tapi juga berkemampuan lengkap.
Sebagai gelandang bertahan, aksi-aksi Berti kala menunaikan perannya juga sedikit abnormal di masa itu. Alih-alih berdiri statis di depan para pemain belakang untuk menjadi benteng pertama, ia malah kerap bergerak bebas guna menempel sekaligus memberi tekanan kepada para playmaker lawan.
Agresivitas, energi besar, etos kerja, kecepatan, dan stamina yang luar biasa menjadi nilai plus Berti dari aspek fisikal. Jangan kaget bila saat bermain dahulu, kita bisa sama-sama menyaksikan bagaimana Berti tidak pernah letih untuk berlari.
Lebih jauh, kemampuan tekniknya pun ikut terdongkrak seiring pengalamannya yang semakin kaya. Ia lihai melepas umpan-umpan panjang krusial yang acapkali jadi pemantik contropiede Inter, memiliki penempatan posisi yang apik, tangguh dalam duel-duel udara dan piawai membobol jala lawan saat merangsek ke depan. Gaya main itu sendiri membuat Berti disamakan dengan salah satu idolanya pada masa belia, Marco Tardelli.
Kemampuan serbabisa Berti ini sendiri lantas diaplikasikan dalam cara yang beragam oleh para pembesut I Nerazzurri dalam rentang 1988 hingga 1998. Termasuk, memainkannya dalam berbagai posisi yang tersedia di sektor tengah. Ajaibnya, hal itu dapat dilakukan Berti secara paripurna sehingga mencatat 305 penampilan dan 40 gol di seluruh ajang.
Bersama nama-nama seperti Giuseppe Bergomi, Alessandro Bianchi, Lothar Matthäus, Gianluca Pagliuca dan Walter Zenga, Berti sukses mengoleksi dua Piala UEFA (sekarang Liga Europa) plus masing-masing satu Scudetto dan Piala Super Italia.
Di bulan Januari 1998 atau hanya beberapa bulan sebelum Inter menambah deretan trofi Piala UEFA mereka menjadi tiga buah, Berti memutuskan untuk pergi dari Italia buat menerima pinangan kesebelasan Inggris, Tottenham Hotspur.
Akan tetapi, karier Berti di tanah Britania tidak berlangsung lama karena di pertengahan musim 1998/1999, ia hijrah lagi menuju Spanyol untuk membela Deportivo Alaves walau lagi-lagi, tak secemerlang kisahnya saat memeras keringat di Italia.
Usia yang makin uzur dan sisi kompetitif yang terus menurun bikin Berti memutuskan untuk berpetualang ke Australia dan memperkuat Northern Spirit. Bareng klub ini pulalah, Berti mengakhiri karier profesionalnya sebagai pesepak bola.
Meski kariernya tak bermandikan trofi, penggemar Inter dan juga Italia sudah pasti akan tetap mengingat daya ledak Berti yang sangat ngangeni setiap kali beraksi. Sebuah potret yang dapat ditiru oleh gelandang bertahan masa kini.
Tanti auguri, Nicola.