Tribe Tank

Tribe Tank: Analisis Masalah yang Jarang Diperhatikan Para Pelatih dan Tips untuk Solusi yang Tepat

Desain latihan harus berdasarkan masalah sepak bola. Untuk menemukan masalah sepak bola, kita harus melakukan analisis. Berdasarkan analisis, baru kita mendesain latihan yang sesuai untuk menemukan solusinya.

Definisi masalah

Masalah/permasalahan bukan selalu berarti sesuatu yang negatif. Masalah merupakan aspek (positif atau negatif) yang kita tetapkan sebagai sesuatu yang dapat/harus mendapatkan penanganan-penanganan khusus agar ia menjadi lebih baik (meningkat).

Satu hari saya berkesempatan menonton pertandingan tim yang dilatih oleh salah seorang kolega saya (kita sebut Tim A). Selain menonton, saya juga dipersilakan untuk melakukan analisis, mengindentifikasi masalah, menentukan skala prioritas masalah, dan disertai desain latihan terkait guna menemukan solusi pemecahannya.

Tim A menang dengan selisih lebih dari dua gol. Semua gol berawal dari transisi menyerang yang diikuti dengan serangan balik cepat. Sampai tahap tertentu, kemenangan ini dapat dikatakan karena kemampuan individual pemain-pemainnya. Dari sisi struktur permainan, berbagai masalah bermunculan yang untungnya gagal dimanfaatkan lawan dikarenakan pemain-pemain A sendiri mampu menemukan solusi melalui keandalan individual mereka.

Masalah tim A

Salah satu isu yang menjadi prioritas untuk diperbaiki adalah spacing (pemosisian disertai jarak yang optimal demi mendapatkan akses yang “enak” dan “aman”) dalam build-up dari kiper.

Analisis masalah menyatakan:

Build-up di sepertiga milik Tim A (atau sepertiga awal) sering kali dipenuhi oleh pemain-pemain Tim A sendiri. Ini dikarenakan seringnya no. 6, no. 8, dan no. 10 turun ke bawah secara berbarengan guna membantu lini belakang melakukan progres serangan. Akibatnya, jarak di antara keempat bek dan ketiga gelandang sangat berdekatan. Ruang menjadi sangat padat bahkan terlalu sesak.

Contoh, ketika build-up dari belakang, bek sayap kanan (no. 2) berada di ruang sayap kanan dan bek sayap kiri (no. 5) masuk ke ruang apit (halfspace) kiri. Kedua bek tengah memosisikan diri di antar dua bek sayap.Di lini tengah, no. 6, no. 8, dan no. 10 secara bersamaan turun mendekat ke kotak penalti. Bahkan terkadang, no. 6 bersama salah satu dari rekan gelandangnya berada di ruang tengah.

Di satu sisi, spacing Tim A, baik dinilai secara teori maupun praktik, membuat pressing lawan (Tim B) lebih mudah. Kenapa? Karena, akses pressing Tim B lebih “enak”. Sederhananya, kita lebih mudah mem-pressure sekaligus 2-3 orang yang saling berdekatan ketimbang ketika kita memberikan pressure dan ketiga orang ini saling berjauhan yang memaksa kita harus berlari ke sana ke mari, bukan?

Masalah dalam build up Tim A (kuning)

Untungnya, di sisi lain, seperti yang ditunjukan oleh gambar di atas, pressing blok tinggi Tim B (biru) sendiri memiliki masalah dalam compactness (kerapatan) vertikalnya. Perhatikan salah satu pivot kembar tim biru (8 biru) serta lini belakang yang berjarak terlalu jauh dengan pemain-pemain di depannya. Belum lagi pressing pemain-pemainTim B yang berorientasi ke penjagaan orang per orang (man to man) ikut serta mempersulit diri mereka sendiri.

Panah-panah pemain-pemain biru menunjukan pergerakan dan orientasi penjagaan kepada pemain kuning. Perhatikan 8 kuning yang tidak terjaga.

Walaupun 3 kuning mampu menemukan akses progres melalui 8 kuning tetapi, yang perlu diingat, kalau ternyata tim A berhadapan dengan lawan yang memiliki pressing lebih baik, bisa jadi perkembangan situasinya akan berbeda.

Bisa saja Tim A dipaksa memainkan bola ke kiper yang diikuti oleh kiper membuang bola sejauh mungkin atau bisa saja karena ketiga gelandang Tim A di-press dengan baik, 3 kuning akan segera membuang bola jauh ke area depan. Apa hasilnya? Tim A kehilangan penguasaan bola dalam kondisi yang tidak terencana.

Di pertandingan lain, isu serupa juga terlihat. Isu yang sama yang berakar dari kedekatan jarak antar-pemain ketika Tim A sedang build-up dari lini belakang.

Build-up berisiko

Dengan posisi membelakangi gawang lawan, kuning 10 menerima umpan kuning 4.Akibatnya, ketika kuning 10 berbalik badan, ia segera berhadapan dengan pressing cepat oleh biru 8. Ditambah pressing ke arah belakang (backward-press) oleh 10 biru, bola yang diterima kuning 10 pun terlepas. Untungnya, pressing biru tidak mendukung recovery bola (menguasai bola kembali) dan bola liar jatuh ke kaki kuning 6.

Isu lain segera terlihat di sini, saat kuning 6 mengontrol bola, kuning 8 tidak bergerak ke depan tetapi ia bergerak mendekat ke kuning 6 untuk menjemput bola. Sisi bagusnya, 8 mampu progres bola ke kuning 7. Tetapi, kalau kita lihat lagi secara teliti, pada saat kuning 6 menguasai bola, ada baiknya kuning 8 berlari ke depan. Kenapa? Karena dengan begitu, ketika kuning 6 mengirim bola ke kuning 7, pemain-pemain Tim A seperti no. 8, no. 7, dan no. 9 segera berhadapan dengan lini belakang lawan.

Desain latihan untuk memecahkan masalah Tim A

Latihan I: Latihan posisional 5 lawan 2 dan 5 lawan 3

Karena akar masalah sering kali ditemukan berada di sekitar dua bek dan ketiga gelandang, latihan yang diberikan kepada para pemain adalah 5 lawan 2 (dengan progres ke 5 lawan 3) yang melibatkan no. 3, 4, 6, 8, dan 10 lawan 2 dan 3 orang penyerang.

Contoh 5 lawan 3. Kalau 5 lawan 2 salah satu biru dihilangkan

Peraturan:

  • Empat pemain kuning berada di masing-masing sisi dan tidak boleh keluar dari garis bermainnya ditambah 1 kuning (sebagai no. 6) di tengah-tengah.
  • Sirkulasi bola sampai waktu yang ditentukan sementara merah harus merebutnya.
  • Kalau biru sukses menggagalkan umpan, kuning harus gegenpress.
  • Luas lapangan disesuaikan kemampuan pemain

Poin latihan:

  • Memantau kefasihan pemahaman dan permainan posisional kuning.
  • Melatih kuning (juga biru) untuk memosisikan diri dengan tepat demi mendapatkan sudut dan posisi tubuh yang paling relevan dengan situasi.

Progres latihan:

  • Latihan 5 lawan 3 bebas bergerak. Ini ditujukan untuk menguji sejauh mana pemahaman posisional kelima pemain ketika mereka semua bebas bergerak. Evaluasi harus ditekankan pada spacing yang konteksnya adalah (1) berposisi selebar yang dibutuhkan untuk mempersulit pressing lawan, (2) satu pemain harus mampu bertindak sebagai pivot di tengah-tengah.

Latihan II: Latihan pemosisian dan spacing dalam build-up serta progres serangan

6 lawan 3. Melibatkan kiper.

Poin pelatihan:

  • Melatih pemosisian dan spacing di antara keenam pemain kuning sebagai solusi untuk mengatasi masalah jarak antarpemain seperti yang dijelaskan dalam analisis.
  • Melatih progres serangan baik melalui 6, 8, dan 10 maupun bek tengah atau kiper yang target akhirnya adalah mencetak gol ke gawang kecil 1 dari 3 gawang kecil.
  • Ukuran lapangan dapat disesuaikan dengan level pemain.

6 lawan 3 BUDiKi.

Di atas merupakan salah satu skenario yang diharapkan muncul. Kiper memanfaatkan jalur umpan pertama dengan memberikan umpan horizontal ke kuning 3. Hasilnya, 11 biru terpancing. Umpan balik no. 3 kepada kiper kemudian memunculkan berbagai opsi serangan. Kiper bisa melakukan progres bola melalui 8 kuning, melalui 4 kuning, maupun oleh si kiper sendiri yang melepaskan tembakan ke gawang kecil.

Apa yang memungkinkan skenario ini terjadi? Dari sekian banyak variabel, salah satu variabel terbesar adalah spacing yang terjaga di antara keenam pemain kuning.

Latihan III: Build-up dan progres (7 lawan 7)+2

7 lawan 7

Merupakan kelanjutan dari desain latihan 6 lawan 3. Desain latihan melibatkan penyerang nomor 9 dan kedua bek sayap yang bertindak sebagai netral. Poin utama latihan adalah melatih build-up yang melibatkan bek sayap serta melatih para pemain di belakang no. 9 untuk menemukan solusi bagaimana mereka dapat mengakses no. 9 dengan cara-cara terkontrol.

Batasi sentuhan dapat diterapkan ke pemain-pemain tertentu bila itu diperlukan untuk memanipulasi pemain agar berorientasi ke satu titik atau area tertentu.Ukuran lapangan dapat disesuaikan dengan level pemain.

Latihan IV: Permainan lapangan besar 11 lawan 11

Progres “terakhir”, yaitu bermain di dalam situasi 11 lawan 11. Evaluasi yang dilakukan oleh pelatih tidak lepas dari apa yang dinyatakan oleh analisis awal. Selain itu, pelatih dapat menambah poin-poin evaluasi sesuai prinsip permainan miliknya sendiri. Bila masalah awal sudah teratasi, pelatih dapat “melompat” ke masalah-masalah lain yang ia rasa harus diutamakan.