Tribe Tank

Tribe Tank: Menilai Kemampuan dan Karakter Pemain

Menilai kemampuan dan karakter pemain bukan hanya dapat dilakukan dengan memainkan game besar. Yang dimaksud dengan game besar adalah pemain berlatih atau bertanding dalam lapangan berukuran maksimal dan jumlah pemain maksimal sesuai kelompok usia (KU). Menilai kemampuan pemain juga dapat dilakukan melalui permainan dalam lapangan kecil/medium.

Kebiasaan yang umum ditemui

Mayoritas pelatih yang pernah penulis temui, menganalisis kemampuan pemain melalui latihan game besar atau latihan teknik terisolasi. Contoh latihan teknik terisolasi adalah latihan dribble, mengumpan, atau mengontrol bola yang kesemuanya dilakukan dalam kondisi tanpa lawan (unopposed training). Biasanya, si pelatih akan mengoreksi kalau: umpan pemain dirasa terlalu pelan, pergerakan kurang lincah, salah arah dribble, atau bola lepas kontrol.

Cara lain adalah menilai pemain melalui penampilan dalam game besar, yang biasanya dimainkan di akhir sesi latihan. Di sini, pelatih mengoreksi apabila ada kesalahan umpan, finishing gagal, umpan lambung dari sayap yang tidak tepat target, atau bek kalah lari dari penyerang lawan.

Mengoreksi aksi pemain adalah kewajiban pelatih. Mengarahkan aksi pemain untuk berorientasi kepada kepentingan tim merupakan salah satu amanah pelatih. Yang sering sekali menjadi masalah adalah ketika penilaian pelatih tidak terhubung erat atau tidak memiliki hubungan dengan model permainan dan permainan itu sendiri. Akan menjadi masalah bila penilaian pelatih tidak membuat pemain ngeh bagaimana mentranfser masukan pelatih ke dalam sebuah game besar.

Karenanya, adalah penting bagi pelatih untuk tidak salah alamat dalam menilai pemain dan yang kedua, penting bagi pelatih untuk mendesain situasi latihan yang terkait dengan pertandingan (game-related) “sebenarnya” atau mendesain latihan yang “sama persis” dengan pertandingan (game-situation) “sebenarnya”.

Desain latihan yang bersifat game-related dan game-situation

Dalam game-related pelatih mempersiapkan pemain untuk, salah satunya, siap menghadapi situasi-situasi yang mungkin mereka temui. Contohnya, memainkan rondo 4 lawan 2 yang mana “4” harus dapat melepaskan umpan sebanyak jumlah tertentu; “4” dibatasi 1 sentuhan bola; dan dilakukan dalam lapangan bujur sangkar berukuran kecil. Salah satu kegunaannya adalah menyiapkan pemain untuk siap ketika menerima press dalam ruang sesak sekaligus mampu mempertahankan penguasaan bola.

Game-situation, yang beberapa pelatih menyebutnya shadowing, adalah desain latihan di mana salah satu tim (A, misalnya) menghadapi tim lain (B), yang mana, oleh pelatih, tim B didesain untuk bermain sepersis mungkin dengan strategi dan taktik lawan terdekat yang akan dihadapi A.

Yang perlu dipahami, game-situation bukan melulu berbentuk game besar. Game-situation dapat dilakukan dalam lapangan berukuran medium dengan situasi sedekat (dan serelevan) mungkin dengan situasi sesungguhnya.

(Gambar 1) 5 lawan 3 game-situation untuk melatih komunikasi antara lini belakang, pos 6, dan duo gelandang 8 dan melatih model pressing ketiga kuning

 

 

Tentu penamaan istilah-istilah di atas dapat diubah sesuai kebutuhan tim. Yang terpenting adalah desain latihan mampu membuat kedua pihak, yakni pelatih dan pemain, guna mencapai tujuan yang ditetapkan, yaitu pelatih dapat mengontrol aspek-aspek penilaian dalam konteks yang pas dan, di sisi lain, pemain dibiasakan untuk berada dalam situasi yang mana aksi-aksi yang mereka lakukan selalu berorientasi ke bola, kawan, lawan, ruang, dan waktu.

Rondo sebagai media untuk menilai kemampuan pemain

Salah satu bentuk rondo yang paling populer adalah 4 lawan 2 di mana Anda bisa menemui bentuk latihan ini di level mana pun, mulai dari akar rumput sampai tim sepak bola level teratas.

Ada satu kesamaan umum ketika pelatih memimpin rondo 4 lawan 2, yaitu terlalu berfokus pada press, rebut, dan umpan. Seringkali pelatih lupa untuk mengingatkan pemain akan esensi latihan 4 lawan 2. Tentang pentingnya berlatih 4 lawan 2 guna memahami bagaimana melakukan progres bola, apa pentingnya posisi dan sudut berdiri terhadap jangkauan pandangan mata dan kecepatan perpindahan bola, apa pentingnya 4 lawan 2 terkait peningkatan level tahan tekan (press-resistance), dan lain-lain.

Melalui rondo 4 lawan 2, 5 lawan 3, atau 4+3 lawan 4, pelatih dapat menilai sejauh mana ketenangan seorang pemain ketika menghadapi press dalam ruang sesak; sekreatif apa pemain memanipulasi pressing lawan; seberapa banyak si pemain mampu memainkan umpan jalur ketiga (3rd passing lane); atau sebesar apa kepercayaan diri dalam mengolah bola sebelum ia melepaskan umpan.

Melalui rondo yang lebih sederhana, seperti 4 lawan 1, pelatih dapat menentukan sesiap apa pemain-pemainnya untuk bermain dalam rondo yang lebih kompleks. Dalam bentuk yang lebih simpel, pelatih bisa menilai seberapa baik pemain memahami ruang ketika berhadapan dengan kompleksitas rendah.

Contoh kasus

Kasus pertama. Rondo 4 lawan 1. Latihan ini kami mainkan di hari pertama melatih tim KU-14. Penjelasan-penjelasan singkat yang diterima oleh pemain adalah: “4” harus mempertahankan penguasaan bola; di mana saja “daerah kekuasaan” masing-masing “4”; dan “1” bertindak sebagai pemburu. Sesuai dugaan awal, ini yang terjadi.

(Gambar 2) Latihan 4 lawan 1.

 

Begitu peluit tanda permainan dimulai berbunyi, ketiga pemain bergerak mendekat ke pemegang bola. Apakah yang dilakukan keempat pemain merah adalah salah? Sebelum menjawabnya, satu hal yang bisa kita ketahui adalah dekatnya jarak antara empat pemain merah memudahkan kuning untuk menutup jalur umpan sekaligus memotong umpan dari pemegang bola.

Dekatnya jarak menyebabkan umpan mudah terbaca oleh lawan, sehingga bila seorang pemain melakukan salah umpan dan dengan serta-merta si pelatih menyalahkan “umpan yang terlalu pelan” atau “rekan yang tidak meminta bola”, penilaian pelatih harus dievaluasi ulang.

Efek kedekatan jarak antar-pemain juga merupakan aspek yang saya sampaikan ke pemain. Saya bertanya apa maksud mereka beraksi seperti gambar di atas dan karena mereka tidak dapat menjawab pertanyaan yang diajukan, aksi mereka menjadi salah.

Sebagai opsi lain, merah diberikan informasi mengenai keuntungan yang mereka dapatkan apabila setiap pemain cukup bergerak atau “menunggu” di masing-masing garis. Selain itu, merah harus senantiasa membentuk struktur posisional yang membuat kuning berlari atau press sejauh mungkin tanpa keempatnya kehilangan bentuk belah ketupat.

Setelah sekian menit latihan berlangsung, informasi yang diberikan ke pemain ditambahkan, seperti posisi tubuh, cara berdiri dan sudut pandang, perkiraan jarak, dan pentingnya menjauh dari jalur press demi menyediakan opsi progres bagi pemegang bola.

(Gambar 3) Bentuk berlian, 2 merah menjauh dari jalur press kuning, dan keempat merah menciptakan formasi dengan jarak antarpemain yang menyulitkan kuning untuk merebut bola

 

 

 

Memberikan informasi dan mendiskusikannya dengan pemain merupakan hal penting karena berangkat dari koreksi-koreksi dan diskusi, pelatih bisa membuat penilaian yang lebih kontekstual dengan kebutuhan individual dan kebutuhan pertandingan.

Setelah koreksi, diskusi, dan latihan dilanjutkan, pelatih akan menemukan pemain mana saja yang mampu menangkap informasi-informasi dengan cepat, pemain mana saja yang paling kreatif dalam memanipulasi pressing kuning atau pelatih bisa menilai bagaimana kuning memainkan jebakan pressing.

Kasus kedua. Permainan 4+3 lawan 4. Bentuk ini pertama kali kami mainkan pada Februari 2018. Saat itu, para pemain sudah mulai terbiasa memainkan 4 lawan 2, 5 lawan 3, dan terbiasa bermain 7 lawan 7.

Instruksi-instruksi dalam 4+3 lawan 4 adalah: “4 pinggir” (kuning) harus pertahankan penguasaan bola, “4 pinggir” mensirkulasi dari dan ke kedua ujung lapangan bolak-balik sebanyak mungkin; selalu ingat untuk KEBO LANGSING (KEhilangan BOLa LANGsung pressing); bila “4 tengah” (hijau) dalam merebut bola, keempatnya  harus mempertahankan penguasaan sekaligus bertukar tempat dengan “4 pinggir” secepatnya.

(Gambar 4) permainan 4+3 lawan 4

 

Karena baru pertama kali memainkannya dan tanpa diberikan instruksi strategis dari pelatih, beberapa isu segera dapat teridentifikasi. Dua dari beberapa isu yang tampak adalah, yang pertama, isu dalam aspek bertahan, yaitu pengamanan area tengah dan KEBOLANGSING (gegenpress) yang nihil dan, kedua, isu dalam aspek penguasaan bola, yaitu adaptasi posisi individual yang minim yang berdampak pada kurangnya dukungan taktis bagi pemegang bola

Trial-error 4+3 lawan 4

Berdasarkan observasi awal tadi, pelatih berdiskusi dengan pemain tentang apa saja opsi-opsi bagi pemain guna menentukan pra-orientasi dan orientasi, baik dalam fase memburu bola (defense) serta fase mensirkulasi bola (ball possession), apa prinsip-prinsip untuk mengamankan area tengah bila menggunakan pressing zona berorientasi ke lawan (man oriented zonal marking), bagaimana melakukan jebakan pressing, apa fungsi ketiga netral merah, dan lain-lain.

Lagi-lagi, berangkat dari prinsip-prinsip yang didiskusikan dan disepakati, pelatih melangkah ke tahap berikutnya, yaitu menilai kemampuan pemain. Penilaian seharusnya dapat merefleksikan apa aksi-aksi pemain yang berbuah positif maupun negatif yang dikaitkan dengan rekan, lawan, ruang, dan waktu. Kenapa seorang pemain selalu berhasil melakukan aksi tertentu dan kenapa ia gagal di aksi-aksi lain, apakah ada kegagalan berulang dan apa sebabnya, dan lain-lain.

Sebagai tambahan, salah satu kekurangan umum pemain adalah pemahaman ruang dan waktu. Satu isu spesifik adalah tendensi pemain untuk memberikan umpan ke kaki penerima ketimbang memberikan umpan terobosan ketika memungkinkan dan seharusnya dilakukan.

Untuk mendapatkan solusi pemecahannya, pelatih perlu mendesain latihan yang secara implisit mampu memicu pemain untuk membentuk karakter dimaksud ke dalam dirinya serta, untuk jangka panjangnya, mematrikan karakter ini ke dalam diri para pemain. Salah satu konsep desain yang kami siapkan adalah berlatih orientasi yang mana pemain berlatih scanning. Efektifkah? Harus dicoba terlebih dahulu.

Sederhana, tapi tidak mudah!

Author: Ryan Tank (@ryantank_)