Sepak bola begitu dekat dengan ilmu fisika. Beberapa fenomena dalam sepak bola berusaha dijelaskan melalui rumus dan perhitungan fisika. Mulai dari seberapa besar daya atau tenaga yang dibutuhkan oleh seorang Cristiano Ronaldo ketika ia melepaskan tendangan, atau berapa kecepatan bola yang bisa dihentikan oleh seorang David de Gea. Salah satu hal yang menarik lainnya adalah soal akselerasi dan momentum.
Menurut kamus besar Bahasa Indonesia, akselerasi adalah proses mempercepat, percepatan, atau peningkatan kecepatan. Dalam hukum fisika biasanya dilambangkan dengan huruf “a” kecil. Kita sering mendengar istilah top speed, yang merupakan istilah bagi capaian terbaik dari akselerasi positif suatu benda.
Biasanya soal akselerasi ini lebih banyak dipakai untuk mengukur kecepatan. Dan yang paling sering menggunakannya adalah dunia otomotif. Kita tentu tidak asing bagaimana mengukur kualitas kendaraan dengan waktu tempuh yang berhasil dilalui dalam jarak tertentu atau yang lebih dikenal dengan kilometer/jam atau meter/detik.
Sementara momentum, atau ‘pusa’ dalam bahasa fisika, sifatnya lebih mekanis. Momentum merupakan besaran yang berhubungan dengan kecepatan dan massa suatu benda. Dilambangkan dengan huruf “P” besar karena secara hitungan atau rumus merupakan hasil dari perkalian antara kecepatan dan massa. Orang biasanya menganggap bahwa momentum ini juga terkait dengan daya tolak atau daya pijak. Tidak sepenuhnya salah, tetapi momentum tidak sekadar itu saja.
Jangan ruwet dulu. Kami tidak akan membahas rumus, dan membuat Anda kepusingan karena kami bukan Marthen Kanginan. Kami tidak akan memberikan kesan yang sama seperti guru fisika SMA yang akhirnya membuat siswa memilih untuk masuk jurusan IPS atau Bahasa karena bingung bukan main karena mata pelajaran ini. Kami akan menceritakan soal akselerasi dan momentum dalam sepak bola melalui sudut pandang sekaligus pemahaman yang lebih sederhana.
Dalam sepak bola, akselerasi lebih mendapatkan perhatian ketimbang momentum. Mulai dari para pengamat hingga para penonton yang menyaksikan laga tersebut. Tentu lebih senang sekaligus terpesona dengan akselerasi. Bagaimana ledakan kecepatan seorang pemain menjadi sesuatu yang begitu dinanti. Anda tentu menikmati akselerasi mulai dari Gareth Bale, Eden Hazard, hingga Febri Hariyadi.
Meskipun demikian, sebenarnya momentum memberikan peranan yang juga sangat penting, apabila tidak disebut memiliki peran yang krusial. Karena momentum-lah, kemudian kejadian-kejadian magis dalam sepak bola bisa terjadi. Yang paling memungkinkan bisa dilihat adalah melalui gol-gol melalui proses solo run, terutama ketika sang pemain menggunakan kecepatannya dalam proses gol tersebut.
Yang paling populer tentu adalah ketika Gareth Bale melalui akselerasinya, berhasil memenangkan adu lari dengan Marc Bartra dan mencetak gol di final Copa del Rey tahun 2014. Anda jelas terkesan bagaimana perubahan kecepatan Bale memungkinkannya melewati Bartra dan mencetak gol. Akselerasi lagi-lagi yang menjadi poin yang paling disorot. Padahal sebenarnya momentum-lah yang kemudian memainkan peranan penting.
Momentum justru terjadi ketika Bale seakan terlempar keluar karena perebutan bola tersebut. Tapi di sana momentum sebenarnya benar-benar terjadi, karena terlempar keluar lapangan, sederhananya, Bale memiliki ancang-ancang yang lebih jauh dan lebar untuk meledak dan berlari kencang. Banyak dari gol Gareth Bale justru sebenarnya lebih mengandalkan momentum ketimbang sekadar akselerasi.
Atau contoh yang terjadi di lingkup sepak bola Indonesia saat Anda jelas terkesan dengan gol sesnasional yang dicetak oleh Terens Puhiri. Gol yang kemudian membawa dirinya sampai dijuluki sebagai pesepak bola tercepat di dunia. Kami pernah mengulas sebelumnya bahwa kecepatan Terens dalam gol tersebut mencapai 33,9 kilometer per jam.
Baca di sini: Sebenarnya, Berapa Kecepatan Lari Febri Hariyadi?
Momentum dari gol Terens, yang membuat kecepatannya meningkat adalah ketika ia melewati adangan pemain Mitra Kukar. Ini memungkinkan Terens untuk menambah kecepatannya lalu terus menerobos hingga kotak penalti, dan kemudian mencetak gol.
Anda bisa mengingat-ingat lagi gol-gol lain yang tercipta sebenarnya lebih karena momentum, bukan sekadar akselerasi saja. Momentum memungkinkan akselerasi bisa terjadi dengan lebih baik. Bahkan bisa mencapai percepatan dan kecepatan maksimal, atau top speed seperti yang sudah dicapai sebelumnya.
Sama halnya dengan hidup, tidak melulu mesti cepat untuk bisa mencapai ke atas. Yang penting berada di momen (waktu) dan tempat yang sesuai untuk bisa melesat mencapai keberhasilan. Alon-alon klakon, sedikit-sedikit tapi asyik.
Author: Aun Rahman (@aunrrahman)
Penikmat sepak bola dalam negeri yang (masih) percaya Indonesia mampu tampil di Piala Dunia