Bukan fisik yang superior atau kemampuan teknis luar biasa yang dikenal dari sepak bola Indonesia. Negeri ini tersohor sebagai produsen para speedster alias para pelari cepat. Dari Sabang hingga Merauke, selalu lahir para pelari cepat yang menyisir pertahanan lawan. Termasuk daerah yang lebih banyak memproduksi pelatih, Payakumbuh, Sumatera Barat. Pada 27 September 1993, lahirlah seorang bintang masa depan Indonesia, Irsyad Maulana.
Kecepatan larinya sudah terkenal sejak masih belia. Dataran tinggi Payakumbuh menjadi saksi bagaimana bakat sepak bola Irsyad mulai mekar. Ia tinggal di daerah Batusangkar dan ayah Irsyad selalu mengantarnya menggunakan motor agar Irsyad biisa bisa berlatih sepak bola. Kariernya di dunia si kulit bundar dimulai di Sekolah Sepak Bola (SSB) Singa Harau, Payakumbuh.
Boleh dibilang karier Irsyad berada di jalur yang tepat sejak belia. Di usia belasan, setelah memperkuat tim Pusat Latihan Pendidikan Pelajar (PPLP) Sumatera Barat, Irsyad kemudian bermain di tim muda Semen Padang. Penampilan mengilapnya di Piala Suratin kemudian membawanya dipanggil ke tim kontingen Sumatera Barat yang akan berlaga di PON Riau 2012.
Ajang turnamen olahraga antar-provinsi di Indonesia tersebut kemudian menjadi momentum di mana nama Irsyad semakin terkenal. Tim utama Semen Padang berusaha mengikatnya, namun ternyata kalah cepat dari Pelita Jaya yang kala itu masih ditukangi oleh Rahmad Darmawan.
Rahmad begitu terkesan dengan kemampuan hebat Irsyad, hingga ia kemudian memboyongnya ke tim yang ia tangani. Meskipun di Pelita Jaya kala itu, Irsyad lebih banyak bermain di level tim U-21. Alasan lain mengapa Semen Padang gagal mengamankan jasa Irsyad karena dualisme kompetisi yang terjadi saat itu.
Karier Irsyad kemudian berlanjut ke Arema. Di Kota Apel tersebut, nama dan potensi Irsyad semakin mekar. Kecepatan dan gaya bermainnya begitu disukai oleh para penggemar. Mengingat pelari cepat lain milik tim, Dendi Santoso, sudah terus bertambah usianya. Apalagi musim pertama Irsyad di Malang dijalani dengan cukup baik. Dari 18 pertandingan ia berhasil menyarangkan empat gol.
Takdir kemudian membawa Irsyad kembali ke tanah Minang. Seluruh elemen di klub Semen Padang percaya bahwa suatu hari putra terbaik mereka akan kembali. Setelah membawa Arema ke semifinal Liga Super Indonesia 2014, Irsyad kemudian kembali ke tim Kabau Sirah. Hingga saat ini, ia terus bertahan di sana. Semen Padang tentu berharap Irsyad bisa memimpin tim di masa mendatang setelah era Hengky Ardiles.
Selamaik ulang tahun, Irsyad!
Author: Aun Rahman (@aunrrahman)
Penikmat sepak bola dalam negeri yang (masih) percaya Indonesia mampu tampil di Piala Dunia