Cerita

Filippo Inzaghi dan Joe Tacopina dalam Kisah Dongeng Venezia untuk Kembali (Lagi) ke Serie A

“Aku akan membawa klub ini ke Serie A dan kompetisi Eropa dengan stadion baru.”

Kalimat tersebut diucapkan oleh Joe Tacopina, Presiden Venezia, dalam wawancaranya dengan Tuttosport pada September 2017. Tacopina tidak main-main dengan ucapannya. Ia sangat ingin membuat Venezia tak hanya dikenal dari keindahan kotanya, tapi juga dari kehebatan klub sepak bolanya. Upaya tersebut kini mulai menjadi kenyataan bersama Filippo Inzaghi sebagai pelatih.

Super Pippo mulai menangani Venezia sejak musim lalu ketika masih berkutat di Lega Pro (kasta ketiga). Banyak yang tidak menyangka saat itu, seorang Filippo Inzaghi dengan koleksi 70 gol dan dua gelar di Liga Champions, serta juara Piala Dunia, berminat menangani tim sekelas Venezia. Sebuah keputusan yang tidak hanya mengejutkan, tapi juga penuh risiko.

Inzaghi saat itu baru saja dilepas AC Milan setelah menjalani musim yang sangat buruk. Finis di peringkat 10 Serie A dan kandas di perempat-final Coppa Italia. Di musim pertamanya sebagai allenatore klub profesional, Inzaghi semakin memperburuk nasib I Rossoneri, yang untuk pertama kalinya tidak berpartisipasi di kompetisi Eropa sejak 1998/1999.

Meski demikian, kiprah buruk Filippo Inzaghi di Milan tidak menyurutkan keyakinan Tacopina untuk menunjuknya sebagai pelatih baru Venezia menggantikan Paolo Favaretto, yang membawa klub berlogo singa bersayap ini promosi dari Divisi Empat ke Lega Pro (juga dikenal dengan Serie C).

Perekrutan Inzaghi sebagai pelatih kemudian diikuti oleh kedatangan beberapa pemain kunci. Di lini depan, Venezia mendapat amunisi baru dalam diri Nicola Ferrari, penyerang 33 tahun yang sangat berpengalaman bermain di divisi bawah. Ia bertandem dengan Alexandre Geijo, pria Spanyol yang pernah bermain di Udinese, Watford, dan Granada.

Kemudian di lini tengah, Venezia mendatangkan Simone Bentivoglio, mantan gelandang Timnas U-20 Italia didikan Juventus, dan Vittorio Fabris, gelandang yang kenyang pengalaman di divisi bawah. Untuk klub sekelas Venezia yang saat itu bermain di Lega Pro, materi pemain seperti ini sangat lebih dari cukup.

Filippo Inzaghi bertugas membawa Venezia yang baru saja promosi langsung naik kasta, padahal Lega Pro adalah kompetisi yang rumit sistemnya. Ada 60 tim yang terbagi ke tiga grup (masing-masing 20 tim), dan hanya satu klub dari tiga pemuncak klasemen tiap grup yang berhak promosi langsung ke Serie B, sedangkan kandidat promosi lain harus menjalani laga play-off yang panjang dan berbelit untuk naik kelas.

Artinya, jika saat itu Venezia gagal promosi, maka mereka harus mengulang perjalanan nan panjang lagi di musim depan, dan kredibilitas Inzaghi akan semakin buruk sebagai pelatih. Akan tetapi, semua berakhir indah bagi Venezia, Inzaghi, dan Tacopina di musim 2015 itu.

I Arancioneroverdi finis sebagai pemuncak klasemen di grupnya, unggul 10 poin dari Parma di peringkat kedua, Venezia juga mencatatkan torehan impresif, memenangi 23 dari 38 pertandingan dan hanya 4 kali kalah, dengan koleksi 80 poin di akhir musim. Lebih dramatis lagi, kepastian promosi tersebut didapat pada hari ulang tahun sang Presiden, Joe Tacopina.

Racikan sedap Super Pippo

Formasi yang digunakan Inzaghi di Milan dan Venezia sangat jauh berbeda. Jika di Milan ia kerap memasang tiga penyerang (4-3-3 dengan variasi 4-3-1-2), di Venezia ia melejit bersama formasi 3-5-2. Formasi ini yang memecah kebuntuan Venezia setelah di empat pekan pertama gagal mencetak satupun gol.

Racikan Inzaghi yang memadukan pemain muda dan pemain berpengalaman ini untuk sementara membawa Venezia bertengger di peringkat 7 klasemen Serie B. Dengan koleksi 49 poin dari 31 pertandingan (total ada 42 laga), Venezia berada di zona play-off dan masih sangat berpeluang lolos ke Serie A 2018/2019.

Di bawah mistar, Inzaghi memercayakan posisi tersebut pada kiper muda pinjaman dari Juventus, Emil Audero Mulyadi, yang memiliki darah Indonesia. Lalu di lini belakang, trio pemain berpengalaman menjadi andalan yaitu Maurizio Domizzi (37 tahun), Siniša Anđelković (32 tahun), dan Marco Modolo (29 tahun).

Sementara itu di lini tengah, Simone Bentivoglio masih jadi andalan dengan sumbangan 2 gol dan 4 asis dari 19 kali tampil. Ia ditopang oleh dua pemain sayap jempolan di kelasnya, Agostino Garofalo dan Giuseppe Zampano. Kemudian duet penyerang diisi Gianmarco Zigoni dan Alex Geijo yang dipasang bergantian dengan Davide Marsura.

Dengan komposisi itu, Inzaghi hanya kalah sekali dari lima grande partita (lawan klub 4 besar) yang dilakoninya. Di paruh pertama menang 1-0 lawan Empoli (kandang), imbang 1-1 kontra Frosinone (kandang), imbang tanpa gol di markas Palermo, dan yang terbaru menang 2-1 atas Cittadella semalam. Kekalahan dari penghuni empat besar satu-satunya didapat saat takluk 2-3 di kandang Empoli.

Berawal dari Joe Tacopina

Seperti yang telah diuraikan di awal artikel, Joe Tacopina adalah sosok yang berjasa membawa Filippo Inzaghi mendarat di bench Venezia beserta para pemain kunci. Pengusaha asal Amerika Serikat ini menjadi tonggak awal kebangkitan Venezia, yang tiga kali bangkrut dalam 11 tahun terakhir.

Siapakah Tacopina? Ia adalah mantan pengacara figur dunia hiburan papan atas seperti Jay-Z dan grub band Maroon 5. Kariernya di dunia kepemilikan klub sepak bola dimulai saat menjadi pemilik Bologna pada 2014 tapi hanya bertahan setahun karena berselisih dengan petinggi lainnya, Joey Saputo. Tacopina juga pernah tercatat sebagai salah satu petinggi AS Roma di tahun 2011-2014.

Di tahun 2015 ketika mengakuisisi Venezia, Tacopina memulainya dengan merekrut Giorgio Perinetti sebagai direktur olahraga. Perinetti adalah orang yang menemukan bakat besar Andrea Belotti lalu membawanya ke Palermo. Namun, Perinetti minim pengalaman di divisi bawah, sehingga Tacopina memutuskan untuk mendatangkan Paolo Favaretto, pelatih yang sangat berpengalaman di divisi bawah Liga Italia, yang kemudian mempromosikan Venezia dari Serie D ke Serie C.

Kini di tangan Filippo Inzaghi dan Joe Tacopina, Venezia menatap kebangkitan. Sebuah klub yang berdiri di atas keindahan sungai-sungai kota Venezia, berkandang di Stadio Pierluigi Penzo yang hanya bisa diakses menggunakan speedboat, dan pernah terbengkalai saat ditinggal Maurizio Zamparini ke Palermo pada 2002.

Author: Aditya Jaya Iswara (@joyoisworo)
Milanisti paruh waktu yang berharap Andriy Shevchenko kembali muda dan membawa AC Milan juara Liga Champions Eropa lagi.