Cerita

‘Menghidupkan’ (Lagi) Karier Maman Abdurrahman, Pekerjaan Terbaik Teco Cugurra di Persija Jakarta

Stefano ‘Teco’ Cugurra jelas melakukan pekerjaan hebat di Persija Jakarta.  Pelatih berkebangsaan Brasil ini berhasil menyulap tim Persija hanya dalam kurun waktu 18 bulan. Dari tim yang hampir karam beberapa tahun ke belakang, hingga kembali ke papan atas kancah sepak bola Indonesia. Akuisisi yang dilakukan oleh Gede Widiade memang berpengaruh terhadap kebangkitan Macan Kemayoran, tapi jelas yang dilakukan Teco juga tidak bisa disepelekan.

Di level individu, banyak yang menganggap bahwa pekerjaan terbaik Teco adalah Rezaldi Hehanusa. Teco bisa membuat pemuda asal Ciputat tersebut bertransformasi menjadi bek sayap modern yang berkualitas. Kemampuan pemain yang akrab disapa “Bule” ini pun sudah harum hingga ke benua Asia.

Teco juga dianggap mampu membuat gelandang asal Nepal, Rohit Chand, bisa memainkan peran yang lebih defensif. Ia juga dianggap sosok di balik moncernya Ramdani Lestaluhu yang semakin bagus saja bermain di sektor tengah. Meskipun demikian, sebenarnya pekerjaan terbaik yang dilakukan Teco di Persija Jakarta adalah “membangkitkan kembali” seorang Maman Abdurrahman.

Persija mengambil Maman di situasi sulit mereka sebelum klub diakuisisi oleh Gede Widiade. Maman sebelumnya berada dalam titik nadir kariernya setelah dilepas Persib Bandung. Maman sebentar bergabung ke Sriwijaya FC, lalu mendarat di Persita Tangerang, di mana tim tersebut sedang berada dalam situasi sulit. Seperti yang diketahui ketika Maman bergabung ke Persita, tim asal Banten tersebut berlaga di Divisi Utama (sekarang Liga 2).

Teco bukan saja mengembalikan permainan terbaik dari Maman yang pernah menjadi bek utama timnas Indonesia. Teco mengembangkan sekaligus mematangkan permainan Maman yang kini sudah berusia 35 tahun. Di bawah arahan Teco, Maman seakan mendapatkan kehidupan kedua dalam kariernya.

Teco membuat Maman lebih tenang ketika mengawal lini pertahanan. Padahal sebelumnya seperti yang diketahui, Maman cenderung “rusuh” ketika bermain. Ia sering langsung mengambil bola yang sifatnya masih spekulatif. Atau kebiasaan lain, yaitu kecenderungan Maman untuk langsung menyapu bola ke depan, padahal ia memiliki opsi untuk memegang bola lebih lama.

Harus diakui Teco membuat Maman menjadi pemain yang lebih baik. Pengalaman dan kepemimpinan juga membantu Maman untuk terus berkembang dalam kariernya. Hal ini juga yang kemudian membuat Maman menjadi pilihan Teco ketimbang dua bek tengah lain yang berusia lebih muda, Vava Mario Yagalo dan Gunawan Dwi Cahyo.

Ada yang menganggap bahwa tampil hebatnya Maman di bawah arahan Teco karena ia berpasangan dengan Willian Pacheco, yang kini sudah hijrah ke Malaysia. Nyatanya Maman tetap tampil baik meskipun tandemnya sudah berganti menjadi Jaimerson. Ia tetap menjadi pilihan utama Teco, bahkan menjadi pemimpin di lini belakang Macan Kemayoran.

Tentu tidak pernah terbayangkan sebelumnya oleh Maman, ketika kariernya di usia senja sudah mengarah kepada titik nadir, tidak sampai dua tahun kemudian, ia tampil di ajang Piala AFC bersama Persija Jakarta. Maman mesti sangat berterima kasih kepada Teco terkait apa yang ia capai saat ini di usia senja mendekati pensiun ini.

Author: Aun Rahman (@aunrrahman)
Penikmat sepak bola dalam negeri yang (masih) percaya Indonesia mampu tampil di Piala Dunia