Entah berapa kali pengurus asosiasi sepak bola Indonesia (PSSI) menggemakan asa perihal industri di kancah sepak bola nasional. Namun hingga kepengurusan di PSSI beberapa kali terjadi pergantian, wujud nyata dari hal tersebut sama sekali belum tampak.
Lucunya, PSSI sendiri yang paling ahli dalam memperlihatkan sisi tidak profesional mereka kepada khalayak. Tata kelola kompetisi yang tidak jelas karena jadwal pertandingan bisa diubah semaunya dan tiba-tiba, pemenuhan kewajiban kepada klub-klub peserta hingga konflik kepentingan yang dibawa oleh segelintir orang di tubuh PSSI membuat asa dari industri sepak bola yang mereka gaungkan itu jauh panggang dari api.
Berkaca dari situasi yang ada dan berlangsung selama puluhan tahun, apa yang diucapkan oleh pengurus PSSI tak ubahnya janji-janji palsu. Ya, persis sebuah lagu gubahan penyanyi campursari asal Solo, Didi Kempot.
Ning nyatane kabeh kuwi palsu
Wis ra podho sing kok ucapke mring aku
Awakku nganti kuru
Amargo janjimu kabeh kuwi janji palsu
Dengan atmosfer yang jauh dari kata ideal tersebut, perkembangan sepak bola Indonesia, baik di level klub maupun tim nasional, terbilang amat stagnan. Namun akhir-akhir ini, sebuah fenomena yang tidak biasa justru tengah menyeruak dalam kancah sepak bola nasional. Fenomena tersebut berasal dari klub yang bermukim di Pulau Dewata, Bali United.
Jujur saja, klub berjuluk Serdadu Tridatu ini memang bukan tim profesional asli Bali. Cikal bakal mereka berasal dari klub asal Kalimantan Timur, Persisam Putra Samarinda.
Meski begitu, jangan ragukan kecintaan masyarakat Bali kepada tim yang sekarang menggunakan Stadion Kapten I Wayan Dipta sebagai kandang tersebut.
Lebih jauh, di bawah komando duo Tanuri yaitu Pieter dan Yabes, Bali United membuktikan kepada semua orang bahwa mereka tidak sekadar ‘mencaplok’ Persisam dan memindahkan homebase-nya ke Bali seperti yang umum terjadi di Tanah Air, tapi juga membentuk dan membangun klub ini agar lebih profesional, baik dalam aspek teknis maupun non-teknis.
Perihal teknis, Bali United yang tergolong ‘klub baru’ nyatanya bisa memikat atensi pesepak bola di Indonesia bahkan luar negeri. Tawaran-tawaran untuk bergabung dengan mereka semakin sulit ditolak. Hal itu pula yang membuat Serdadu Tridatu dihuni banyak pemain bintang, baik lokal maupun asing.
Bukan hanya fokus kepada tim utama, Bali United juga menaruh perhatian besar terhadap pembinaan pemain muda sehingga membangun akademi di Bali dan juga Nusa Tenggara Timur (NTT). Melalui cara ini, pihak klub tidak perlu khawatir akan kehabisan sumber daya pemain, khususnya lokal. Padahal, perencanaan matang di sektor ini acapkali diabaikan oleh klub-klub Indonesia.
Dari sisi non-teknis, sejumlah gebrakan nan mengejutkan mereka lakukan dengan sungguh-sungguh. Misalnya saja menyewa Stadion Kapten I Wayan Dipta dengan kesepakatan jangka panjang dari Pemerintah Kabupaten Gianyar. Artinya, manajemen Bali United berhak melakukan apa saja terhadap stadion yang dibuka tahun 1977 itu.
Jangan pula heran andai Stadion Kapten I Wayan Dipta yang dahulu terlihat jelek dan kumuh lantaran tak tersentuh pembenahan, kini terlihat semakin cantik dengan rumput lapangan yang berkualitas, ruang ganti pemain yang semakin megah, sejumlah tribun penonton yang sudah dipasangi kursi tunggal, papan iklan elektronik, dan berbagai fasilitas lain yang sangat diperlukan, mulai dari kafe, toilet sampai jaringan internet.
Tak berhenti sampai di situ, Bali United juga mengubah stigma bahwa klub-klub sepak bola asal Indonesia sulit mendapatkan sponsor akibat ketidakjelasan kompetisi yang menggelinding tanpa henti di Tanah Air. Seperti yang sama-sama kita ketahui, manajemen Serdadu Tridatu tergolong lihai buat memikat perhatan para sponsor kelas kakap agar mau mendukung perjuangan Bali United.
Alhasil, kostum dari tim asuhan Widodo C. Putro ini begitu ramai dengan tulisan sponsor. Lewat investasi yang dilakukan para sponsor itulah, Bali United dapat menghidupi dirinya secara mandiri sehingga unsur profesional yang disasar dapat terpenuhi.
Lebih jauh, manajemen Bali United juga tidak mendesain klub ini sebagai klub sepak bola semata. Mereka menciptakan atmosfer berbeda sehingga kini, masyarakat tak sekadar datang ke stadion untuk menyaksikan pertandingan sepak bola yang dilakoni oleh Irfan Bachdim dan kolega, tapi juga sebagai salah satu sarana rekreasi. Ya, Bali United merupakan wahana wisata baru di Pulau Dewata.
Kendati belum sempurna, apa yang ditunjukkan Bali United sejauh ini patut dicontoh oleh kesebelasan-kesebelasan lain yang ada di Indonesia. Lagipula, segalaa proses yang tengah mereka jalani sudah berada di trek yang benar sehingga cepat atau lambat, hasil-hasil positif yang mereka impikan di seluruh aspek sebagai entitas sepak bola, dapat terwujud secara paripurna.
Dengan pengelolaan yang benar dan sistematis, lebih-lebih jauh dari unsur kepentingan tertentu, maka membangun sebuah klub yang profesional di Tanah Air bukanlah sebuah kemustahilan. Bali United sudah memberikan contoh, maka tak perlu ragu untuk meniru langkah mereka walau harus disesuaikan dengan kultur yang ada pada klub tersebut.
Author: Budi Windekind (@Windekind_Budi)
Interista gaek yang tak hanya menggemari sepak bola tapi juga american football, balap, basket hingga gulat profesional