Cerita

Rusaknya Stadion Utama Gelora Bung Karno, Salah Kita Semua

Final Piala Presiden 2018 bisa dikatakan sebagai laga akbar perdana yang dilangsungkan di Stadion Utama Gelora Bung Karno (SUGBK) pasca-renovasi. Meskipun sudah sempat dipakai untuk laga uji coba antara timnas Indonesia lawan Islandia, serta Bhayangkara FC melawan FC Tokyo, euforia di laga Persija Jakarta dan Bali United dengan tajuk final Piala Presiden tentu jauh lebih besar dari dua laga sebelumnya.

Memang layak dan wajar tentunya, laga final turnamen seperti Piala Presiden 2018, meskipun hanya tunamen pra-musim, dilangsungkan di stadion nasional kita. Namun, pascalaga megah nan seru yang sudah selesai digelar, ada luka besar yang menganga.

Ketika peluit panjang dibunyikan, dua gol Marko Simic serta satu sumbangsih dari Novri Setiawan memastikan Persija menjadi juara Piala Presiden 2018. Euforia pun membuncah, para Jakmania, sebutan dari pendukung Persija, pun turut larut dalam kemenangan. Di sini luka tersebut muncul. Segelintir oknum Jakmania tertangkap kamera tengah memaksa masuk lapangan untuk merayakan kemenangan timnya.

Hal ini menyebabkan rusaknya pagar stadion. Tak hanya itu, oknum lain juga menyebabkan kerusakan pada kursi penonton serta pintu masuk stadion. Sementara itu, untuk kawasan di luar stadion, kerusakan taman komplek Gelora Bung Karno (GBK) disinyalir mencapai 80% dari total luas taman yang mencapai 4,8 hektar.

Hal ini tentunya menyisakan kepedihan yang cukup dalam. Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR), Basuki Hadimuljono, mengaku menangis setelah mengetahui bahwa SUGBK rusak hanya karena satu laga.

“Kemarin kejadian itu saya pas di Yogyakarta, jadi pas saya tahu dari media sosial, ya saya nangis betul ya,” ungkap Basuki ketika meninjau kerusakan di SUGBK, dikutip dari Detik.

Kementerian PUPR yang dinaunginya memang menjadi bertanggung jawab atas renovasi SUGBK yang baru saja selesai beberapa waktu lalu. Ia merasa sangat sedih karena perjuangan timnya dan pihak lainnya dalam merenovasi SUGBK tidak mudah, dan hasil kerja keras timnya bisa rusak hanya dalam satu malam.

“Itu yang buat hati saya sedih, mungkin bapak-bapak semua tidak merasakan bagaimana tanggung jawab saya untuk menyelesaikan ini. Kita sudah menyelesaikan itu untuk dipakai, kok bisa rusak. OCA (Olympic Council of Asia) tadinya nggak percaya kalau kita bisa menyelesaikan renovasi ini, jadi siang-malam kita kerjakan.”

Tak usah bayangkan apa yang Pak Basuki atau tim renovasi SUGBK yang rasakan selepas kerusakan terjadi. Sebagai pencinta sepak bola, geram tentu hati kita melihat bagaimana stadion kita yang baru saja naik kelas, baru selesai direnovasi, baru dipercantik, rusak oleh oknum-oknum yang tidak bertanggung jawab.

Namun, rasanya hanya memperkeruh suasana apabila menunjuk Jakmania sebagai satu institusi sebagai pihak yang bersalah, karena pada dasarnya yang merusak adalah sebagian oknum yang tak berotak, namun yang salah adalah kita semua.

Baca juga: Dari Gelora Bung Karno untuk Para Suporter, Apa Salah dan Dosaku, Sayang, Pintuku Kau Jebol!

Jakmania tentunya wajib bertanggung jawab atas kelakuan anggotanya. Sebagaimana yang telah diminta oleh Wakil Gubernur DKI Jakarta, Sandiaga Uno, agar pihak Jakmania menghukum anggotanya yang telah berbuat salah. Hingga saat ini, belum ada tanggapan resmi dari pihak Jakmania atas permintaan Sandiaga yang satu ini.

Sementara itu, kerusakan di SUGBK sendiri kabarnya masih tegolong sebagai kerusakan yang minor. Disinyalir, biaya yang harus dikeluarkan untuk memperbaiki kerusakan ini ‘hanya’ mencapai 150 juta rupiah, dan semua biayanya akan ditanggung oleh panitia Piala Presiden. Panitia memang telah menyediakan biaya jaminan sebesar 1,5 miliar rupiah kepada pengelola stadion kalau-kalau terjadi kerusakan (dan memang benar terjadi), uang itu akan digunakan sebagai biaya perbaikan nantinya.

Meskipun begitu, seperti yang sudah kita ketahui, mencegah tentu lebih baik dari mengobati. Kita sebagai pencinta sepak bola, sebagai suporter tim sepak bola, sudah sepatutnya bersama-sama menjaga stadion kita sendiri. Jika dianalogikan, kita sebagai penganut satu agama, merusak rumah ibadah kita sendiri!

Sungguh tidak masuk akal rasanya apabila ada yang masih membela diri atas terjadinya kerusakan ini. Jika dikatakan kerusakan ini adalah tanggung jawab Jakmania dan panitia Piala Presiden, tentu saja benar, namun ada baiknya kita intropeksi diri dan saling mengingatkan satu sama lain untuk tidak merusak stadion terbaik yang kita miliki.

Kerusakan pasca-final Piala Presiden 2018 tentu lebih masif, namun untuk sekadar pertandingan persahabatan Indonesia melawan Islandia, yang bahkan tidak masuk dalam kalender FIFA saja, ada suporter yang kelakuannya bikin geram. Kursi single seat yang sudah seharusnya dipakai duduk malah diinjak dan tentu saja ada yang rusak.

Dari sini, kita bisa menarik bahwa memang mentalitas sebagian suporter sepak bola di Indonesia, sekali lagi, di INDONESIA, masih terbelakang, masih barbar, masih tidak cukup pintar untuk mematuhi peraturan yang tertera.

Kami yakin bahwa kalian yang membaca tulisan ini sudah cukup pintar untuk sekadar memahami bahwa kursi itu untuk diduduki, pagar itu untuk membatasi, dan stadion itu harus dijaga baik-baik, bukan justru dirusak. Maka dari itu, kami ingin mengajak kalian semua untuk sama-sama saling menjaga dan mengingatkan satu sama lain agar kejadian seperti ini tidak terulang lagi. Karena sekali lagi, lebih baik kita mencegah adanya kerusakan, ketimbang memperbaiki kerusakan tersebut.

#SaveGBK

Author: Ganesha Arif Lesmana (@ganesharif)
Penggemar sepak bola dan basket