PHP tingkat dewa. Mungkin itu yang kita pikirkan saat mendengar nama Valeri Bojinov. Lahir tepat pada hari ini, 32 tahun yang lalu, Bojinov digadang-gadang akan menjadi pesepak bola top berikutnya dari Bulgaria, meneruskan estafet kepahlawanan dari Hristo Stoichkov dan membentuk duet maut bersama Dimitar Berbatov. Namun, Bojinov tak pernah sampai ke tujuannya sebagai pemain kelas dunia.
Nama Bojinov pertama kali meroket saat berseragam Lecce dalam rentang waktu 2002 sampai 2005. Di klub semenjana Italia itu, ia memecahkan rekor sebagai pemain termuda yang melakoni debut di Serie A, dalam usia 15 tahun 11 bulan, dan dua tahun kemudian kembali menjadi pemecah rekor, kali ini sebagai pemain asing pencetak gol termuda saat Lecce kalah 1-2 dari Bologna pada Januari 2004.
Dua rekor yang membuat popularitasnya melambung, tak hanya di Bulgaria tapi juga di Italia. Bojinov di periode juniornya adalah penyerang yang sangat komplet. Kaki kanan, kiri, maupun kepalanya sama bahayanya, yang membuatnya berlabel wonderkid di beberapa gim sepak bola, seperti Football Manager dan Winning Eleven.
Selama tiga tahun bermain di Lecce, Bojinov mengemas 16 gol dari 65 penampilan. Jumlah yang tidak sedikit dari pemain yang belum genap berusia kepala dua, dan membuat Fiorentina rela memindahkan 14 juta euro uangnya ke rekening Lecce demi mendapatkan jasa Bojinov.
Dari Lecce ke Fiorentina, yang saat itu diperkuat pemain masa depan lainnya seperti Giampaolo Pazzini dan Giorgio Chiellini (21 tahun), lalu diperkuat pemain beken seperti Hidetoshi Nakata dan Martin Jørgensen, di atas kertasnya seharusnya juga melecut Bojinov untuk semakin berkembang. Namun, kenyataannya ia hanya menjadi hiasan yang semakin memperburuk musim Fiorentina.
La Viola saat itu mengakhiri musim di peringkat 16, hanya sanggup menang 9 kali dari 38 pertandingan. Torehan Bojinov yang datang di paruh musim pun sangat buruk, tak ada gol yang dicetaknya dan mayoritas penampilannya dimulai dari bangku cadangan.
Di musim kedua performanya sedikit membaik. Ada 9 gol yang dikemasnya saat itu dari 32 pertandingan. Tidak banyak memang, tapi terhitung lumayan bagi pemain yang lebih banyak difungsikan sebagai super-sub. Apalagi, usia Bojinov saat itu baru memasuki 20 tahun.
Juara Serie B dan jadi pemain yang “B aja”
Melihat ada pemain muda yang sedang menanjak, Juventus yang saat itu terdemosi ke Serie B akibat tersangkut kasus Calciopoli melayangkan proposal peminjaman ke Fiorentina. Negosiasi pun berjalan mulus, Bojinov hijrah ke Juventus, dan turut membawa I Bianconeri kembali naik ke Serie A.
Sampai di sini sebenarnya jalan cerita Bojinov masih seindah dongeng anak-anak. Meroket sejak usia 15 tahun, bertumbuh kembang di Serie A dan meraih gelar juara Serie B, adalah pencapaian cukup memuaskan, yang membuat Manchester City kesengsem di bursa transfer 2007/2008.
Proposal pembelian pun dilayangkan ke Fiorentina selaku klub pemilik, dan disetujui di angka 7,2 juta paun. Sedikit turun dari harga belinya, akibat masa-masa Bojinov yang terlempar ke Serie B. Tapi bagi City yang saat itu belum setajir sekarang dan sedang membangun kekuatan baru di bawah kepemilikan Thaksin Shinawatra, merasa membeli Bojinov adalah mengamankan aset masa depan.
Namun, segalanya berubah cepat di derbi Manchester pada Agustus 2007. Bojinov menderita cedera lutut, yang membuatnya harus beristirahat selama lima bulan. Sejak saat itu Bojinov melalui hari-harinya jauh dari gemerlap lampu stadion, riuh suara penonton, dan puluhan sorot kamera, seperti yang pernah didapatnya di Italia.
Setelah pulih dari cedera ia lebih banyak bermain di tim reserve, dan apesnya ia kembali mendapat cedera panjang, saat melakukan pemanasan di awal musim 2008/2009. Kali ini, pemain setinggi 179 sentimeter itu terkena cedera Achilles yang memaksanya menepi selama 6 bulan. Setengah tahun, yang tidak hanya menjadi awal dari perpisahannya dengan Manchester City, tapi juga awal dari kariernya yang merosot.
Setelah dilepas City, Bojinov berulang kali pindah klub. Secara berturut-turut ia pernah mencatatkan namanya sebagai pemain di Parma, Sporting Lisbon, Lecce, Hellas Verona, Vicenza, Levski Sofia, Ternana, FK Partizan, Meizhou Hakka di kasta kedua Liga Cina, dan Lausanne-Sport di Liga Swiss.
Dari semuanya, hampir tak ada kenangan manis dari Bojinov, kecuali periode subur bersama Partizan dengan 23 gol dari 51 pertandingan. Selain itu, namanya hampir tak pernah diperbincangkan lagi, kecuali saat ia memaksa jadi eksekutor penalti dengan merebut bola dari Matías Fernandez ketika di Sporting Lisbon, padahal sudah 6 tahun lamanya ia tak pernah jadi eksekutor.
Singkat cerita, sepakan Bojinov kemudian gagal menemui sasaran dan Sporting Lisbon yang andaikan penalti itu masuk akan memenangkan pertandingan, harus menghadapi kenyataan membuang dua poin di kandang sendiri. Suporter kecewa, dan pelatih pun murka, lalu membekukan status Bojinov. Ia dilarang masuk stadion ataupun lapangan latihan, dalam kurun waktu yang ditentukan.
Valeri Bojinov, yang di masa mudanya mendapat tugas untuk menjemput prestasi dan menjadi pemain kelas dunia, pada akhirnya melenceng jauh dari jalurnya dan tak pernah sampai di tujuan. Ibarat pengemudi ojek online, Bojinov sangat layak diberi bintang satu, yang berakibat status wonderkid-nya di-suspend lalu putus mitra dari label pemain kelas dunia.
Author: Aditya Jaya Iswara (@joyoisworo)
Milanisti paruh waktu yang berharap Andriy Shevchenko kembali muda dan membawa AC Milan juara Liga Champions Eropa lagi.