Kolom

Hristo Stoichkov: Legenda Hidup ‘Tim Cinderella’

Beruntunglah Anda yang sempat menyaksikan tim nasional Bulgaria kala membuat sensasi di Piala Dunia 1994. Tim yang saat itu mengandalkan Hristo Stoichkov, membuat kejutan dengan mengandaskan Jerman di perempatfinal sebelum ditekuk Italia di semifinal.

Stoichkov mencetak satu gol di kemenangan sensasional atas Jerman tersebut. Ia telah dinobatkan oleh federasi sepak bola Bulgaria sebagai pemain terbaik negara tersebut dalam 50 tahun terakhir.

Hristo Stoichkov lahir di Plovdiv, Bulgaria, pada 8 Februari 1966. Ia menghabiskan karier masa mudanya di akademi Maritsa Plovdiv sebelum akhirnya bergabung dengan klub profesional yang diberi nama sesuai nama astronot Eropa Timur pertama yang keluar angkasa, Yuri Gagarin.

Hanya menghabiskan waktu sebentar di klub Zavod Yuri Gagarin, ia diboyong oleh Hebros sebelum pada akhirnya berlabuh di klub raksasa Bulgaria, CSKA Sofia.

Lima tahun dihabiskannya untuk berkarier di CSKA. Di klub inilah kesuksesan demi kesuksesan menghampirinya. Tiga gelar juara Liga Bulgaria, empat gelar Piala Bulgaria dan satu gelar Piala Super Bulgaria memenuhi lemari trofinya. Tidak hanya itu, berbagai penghargaan individu juga disabetnya, antara lain pencetak gol terbanyak Liga Bulgaria selama dua tahun berturut-turut, yaitu 1989 dan 1990.

Di tahun 1990, prestasi fenomenal dicatatkannya dengan meraih sepatu emas Eropa, yaitu penghargaan bagi pencetak gol terbanyak di Eropa selama satu musim. 38 gol yang dicetaknya dalam 30 pertandingan bersama CSKA ternyata menarik perhatian sebuah klub raksasa Eropa dari Spanyol, yaitu FC Barcelona.

Kepindahannya ke Barcelona di medio 1990-an menandai terbentuknya dream team Barcelona yang dipimpin oleh pelatih yang juga mantan pemain hebat, Johan Cruyff. Bersama nama-nama keren seperti Romario, Andoni Zubizarreta dan Ronald Koeman, Hristo Stoichkov bersama Barcelona mendominasi Liga Spanyol dengan menjadi juara empat tahun berturut-turut dari tahun 1991 sampai 1994.

Stoichkov memang sepertinya selalu menjadi lucky charm untuk klub-klub yang dibelanya. Duetnya di lini depan Barcelona bersama Romario mengantarkan klub tersebut menjuarai Piala Champions Eropa untuk pertama kalinya dalam sejarah mereka. Meski tidak mencetak gol, duet ini cukup mengancam pertahanan lawan yang mereka hadapi di final Piala Champions tahun 1992, yaitu Sampdoria.

Pembuktian di negara asalnya sudah, dan di ajang antarklub Eropa juga sudah. Berarti, satu-satunya yang kurang dari karier gemerlap Stoichkov adalah pembuktian di tingkat internasional.

Sebelum Piala Dunia 1994, timnas Bulgaria telah berpatisipasi di lima edisi Piala Dunia. Namun, belum sekalipun mereka pernah meraih kemenangan. Di Piala Dunia yang berlangsung di Amerika Serikat ini, Stoichkov memimpin pasukan Bulgaria yang datang tanpa ekspektasi besar.

Mereka tergabung di grup yang dihuni oleh Yunani, Nigeria, dan tim yang di dua edisi sebelumnya Piala Dunia sebelumnya berhasil masuk ke pertandingan final, Argentina.

Pertandingan pertama Bulgaria melawan Nigeria yang berlangsung di kota Dallas, berakhir bencana bagi Stoichkov dan kawan-kawan. Nigeria yang diperkuat banyak pemain muda yang energik membantai mereka dengan skor 3-0.

Para suporter Bulgaria pun tidak berharap banyak ketika Bulgaria melangsungkan pertandingan kedua melawan Yunani. Ternyata, harapan mereka hidup kembali setelah memenangi pertandingan itu dengan skor 4-0. Stoichkov menjadi pahlawan di pertandingan tersebut dengan mencetak dua gol dari titik penalti.

Pertandingan terakhir melawan tim terkuat Argentina menjadi penentu nasib Bulgaria. Argentina sedang dalam kondisi tim yang kurang kondusif akibat dipulangkannya sang legenda, Diego Maradona gara-gara kasus penggunaan obat terlarang.

Bulgaria memanfaatkan goyahnya tim lawan dengan unggul 1-0 di pertengahan babak kedua, lagi-lagi melalui gol Stoichkov. Namun, mereka harus bermain dengan 10 orang di sisa 25 menit pertandingan akibat kartu merah. Jika skor bertahan seperti itu, Argentina akan menjadi juara grup, dan nasib Bulgaria akan tergantung hasil di grup lain.

Namun, kekurangan jumlah pemain tidak lantas membuat Bulgaria bermain bertahan. Mereka akhirnya mencetak satu gol lagi di injury time lewat Nasko Sirakov. Gol tersebut membuat mereka lolos ke 16 besar sebagai runner-up grup.

Di babak 16 besar, Stoichkov dan kawan-kawan bertemu Meksiko. Stoichkov kembali menunjukkan ketajamannya dengan mencetak gol di awal babak pertama. Skor sempat disamakan Meksiko sehingga pemenang harus ditentukan melalui adu penalti. Magis Bulgaria ternyata masih berlanjut dengan memenangi adu untung-untungan tersebut.

Di perempatfinal, kejutan sesungguhnya Bulgaria terjadi. Dunia dibuat gempar karena mereka berhasil menyingkirkan juara dunia tiga kali, yaitu Jerman. Meski Jerman sempat unggul oleh penalti Lotthar Matthaeus di awal babak kedua, Bulgaria tidak kehilangan kepercayaan diri.

Stoichkov kembali memimpin gebrakan Bulgaria dengan mencetak gol di menit ke-75. Gol penyama kedudukan itu disusul gol kemenangan Yordan Letchkov tiga menit kemudian, sehingga mengantarkan Bulgaria ke posisi tertinggi mereka sepanjang sejarah, yaitu semifinal Piala Dunia.

Para jurnalis pun memberi julukan bagi timnas Bulgaria ‘Tim Cinderella’. Prestasi gemilang Bulgaria diibaratkan ‘Si Upik Abu’ dalam cerita anak-anak yang menjelma menjadi seorang putri cantik. Julukan manis itu sangat bertolak belakang dengan julukan macho yang sudah sejak dulu melekat pada diri Stoichkov, ‘El Pistolero’, atau ‘moncong senapan’. Julukan yang sama yang kini dimiliki penyerang Barcelona, Luis Suarez.

Keajaiban Bulgaria akhirnya terhenti di semifinal oleh Italia. Dua gol Roberto Baggio yang terjadi terlalu cepat tidak mampu mereka balas. Stoichkov sempat memberi harapan pada rekan-rekannya dengan mencetak gol dari titik penalti. Namun, skor 2-1 tetap bertahan sampai akhir pertandingan. Bulgaria harus puas hanya berlaga di perebutan juara tiga. Namun, karena kehabisan bensin, mereka dihantam Swedia 0-4.

Bulgaria boleh terhenti di posisi juara empat. Namun, kejutan yang diledakkan oleh Stoichkov dan kawan-kawan membuahkan gelar pemain terbaik Eropa untuk El Pistolero.

Bulgaria kembali berlaga di Piala Dunia 1998, meski tidak lagi berprestasi gemilang. Kekalahan 1-6 dari Spanyol membuat mereka terhenti di penyisihan grup. Sejak saat itu, Bulgaria belum pernah lagi lolos ke Piala Dunia.

Stoichkov sempat pindah ke Parma, lalu kembali ke Barcelona. Ketika merasa kariernya sudah di masa senja, Stoichkov meninggalkan Barcelona dan memperkuat klub yang membesarkan namanya, CSKA. Merasa masih ingin berpetualang, Stoichkov menjajal Liga Arab Saudi bersama Al Nassr, Liga Jepang bersama Kashiwa Reysol dan Major League Soccer (Amerika Serikat) bersama Chicago Fire. Kesuksesan seolah tidak berhenti menghampirinya. Ia sempat memenangi Piala Winners Asia bersama Al Nassr dan US Open Cup bersama Chicago.

Sang legenda Bulgaria menutup karier panjangnya sebagai pemain di Amerika Serikat bersama DC United pada tahun 2003. Namun, ia tidak sempat beristirahat lama karena tim nasional Bulgaria membutuhkan tenaga dan pikirannya. Ia akhirnya dikontrak menjadi pelatih timnas selama tiga tahun dari 2004 hingga 2007.

Apa daya, talenta Bulgaria tidak lagi sama ketika ia menjadi pemain dulu. Temperamen keras yang dibawanya ke bangku kepelatihan ternyata tidak disukai oleh banyak pemain nasional Bulgaria. Kegagalannya membawa Bulgaria lolos ke Piala Dunia 2006 ternyata berbuntut panjang. Kapten Bulgaria ketika itu, Stylian Petrov, bersumpah tidak akan pernah lagi memperkuat timnas selama masih ditangani Stoichkov.

Setelah dipecat oleh timnas Bulgaria, Stoichkov menjajal kepelatihan klub. Celta Vigo di Liga Spanyol hanya memanfaatkan jasanya dalam waktu singkat akibat mereka terdegradasi ke divisi dua setelah ditangani pria Bulgaria ini. Stoichkov pun hijrah ke Afrika Selatan untuk menangani Mamelodi Sundowns.

Kegagalan demi kegagalan akhirnya membuatnya pulang ke Bulgaria. Latex Lovech adalah klub pertama di negaranya yang ditanganinya. Lagi-lagi, ia hanya bertahan satu musim. CSKA sempat memanggilnya untuk menjadi pelatih, tapi hanya bertahan selama setengah musim di tahun 2013. Saat ini, ia tidak menjabat sebagai pelatih apapun dan lebih banyak aktif di dunia pertelevisian untuk menjadi komentator sepak bola.

Meski demikian, Stoichkov sendiri akan selalu abadi di hati rakyat Bulgaria. Layaknya Ferenc Puskas di Hungaria, kaus-kaus bertuliskan namanya masih meramaikan toko-toko merchandise di kota-kota Bulgaria.

Author: Mahir Pradana (@maheeeR)
Mahir Pradana adalah pencinta sepak bola yang sedang bermukim di Spanyol. Penulis buku ‘Home & Away’.