Suara Pembaca

Lima Momen Terbaik di 119 Tahun Umur SV Werder Bremen

4 Februari menjadi tanggal bersejarah bagi klub asal Jerman, SV Werder Bremen. Pasalnya, 4 Februari 1899 atau 119 tahun lalu, pertama kalinya kota Bremen memiliki klub sepak bola. Saat itu 16 siswa sekolah menengah kejuruan yang baru saja pulang usai memenangkan turnamen sepak bola, memutuskan untuk berkumpul, dan akhirnya sepakat membentuk kesebelasan dengan nama Fusballverein Werder. Sejak pertama kali dibentuk, tim ini mengalami pergantian nama beberapa kali, namun sejak 25 Maret 1946, SV Werder Bremen menjadi nama tetap klub.

Meskipun prestasi SV Werder Bremen dalam tujuh musim terakhir jauh dari kata memuaskan, bahkan di Bundesliga saja mereka lebih sering berjuang untuk menghindari zona degradasi daripada bersaing untuk menembus kompetisi Eropa, bukan berarti sudah tidak ada momen yang bisa dibanggakan oleh para suporter. Setidaknya mereka masih bisa mengenang masa kejayaan Bremen di kompetisi domestik hingga kejuaraan antarklub Eropa selama 119 tahun berdirinya klub.

Dalam rangka memperingati 119 tahun SV Werder Bremen di hari ini, saya memiliki lima momen terbaik SV Werder Bremen versi saya:

Semifinal Piala UEFA 2008/2009

Pertama adalah semifinal Piala UEFA 2008/2009. Di musim itu sebelum melangkah ke babak 4 besar, Werder Bremen membuat kejutan dengan menyingkirkan dua klub asal Italia yaitu AC Milan (babak 32 Besar) dan Udinese (perempat-final). Akan tetapi, di laga pertama babak semifinal, mereka ditaklukan oleh klub sesama kontestan Bundesliga, Hamburger SV, 1-0, di kandang sendiri.

Tentunya, kekalahan di laga pertama, tanpa mencetak gol, dan bermain di kandang sendiri, adalah hasil yang tidak bagus. Bahkan di laga kedua saat bertandang ke Imtech Arena kandang Hamburg, mereka sudah tertinggal ketika laga baru berjalan 13 menit melalui gol Ivica Olic. Tekanan semakin besar, meskipun Diego Ribas sempat menyamakan kedudukan, namun Hamburg masih unggul agregat 2-1. Entah mantra apa yang diberikan Thomas Schaaf di ruang ganti, Bremen tampil ’menggila’ di babak kedua dengan mencetak 2 gol dalam tempo 17 menit, sehingga membalikkan keadaan agregat menjadi 2-3 untuk Bremen.

Hamburg butuh 2 gol untuk lolos ke final, tapi Bremen hanya memberi 1 gol, dan Bremen tetap lolos karena unggul agresivitas gol tandang. Meskipun pada akhirnya kalah 2-1 dari tim asal Ukraina, Shakthar Donestk di laga puncak, serunya pertandingan di Imtech Arena akan selalu teringat di benak saya dan semua suporter Werder Bremen.

Final DFB-Pokal 2008/2009

Masih di musim 2008/2009, Bremen juga punya final di kompetisi domestik yaitu DFB-Pokal mengahadapi Bayern Leverkusen. Kekalahan di final Piala UEFA, dan hanya sanggup bertengger di posisi 10 klasemen akhir Bundesliga, menjadi alasan kuat bagi Die Werderaner untuk memenangkan trofi DFB-Pokal sebagai obat pelipur lara bagi pendukung yang kecewa dengan perfoma inkonsisten Werder Bremen.

Menghadapi Bayern Leverkusen, Bremen yang tampil menyerang sejak awal babak pertama dibuat frustasi oleh penampilan gemilang kiper Rene Adler, yang mampu meredam keganasan Hugo Almeida dan koelga. Namun di babak kedua, kegemilangan Rene Adler harus berakhir. Tepatnya pada menit ke-58, Mesut Özil yang kala itu masih berusia 19 tahun, menjadi penentu kemenangan Bremen dengan golnya, usai menerima umpan Diego. Selain berhasil mengobati kekecewaan supprter, gelar juara ini menambah koleksi trofi DFB-Pokal Bremen menjadi 6 trofi.

Kedatangan Thomas Schaaf di tahun 1999

Sejak pelatih Otto Rehhegel hengkang ke Bayern München pada Juni 1995,  performa Werder Bremen justru berubah 180o . Pada era kepelatihan Rehhagel, Bremen menjadi salah satu klub tangguh di Jerman hingga Eropa dengan koleksi masing-masing satu gelar Bundesliga, Piala Jerman, dan Piala Winners.

Pelatih-pelatih Die Werderaner berikutnya dari Aad de Mos hingga Felix Magath, justru membuat klub berkutat di zona degradasi. Tahun 1999 pun menjadi titik balik Bremen, ketika mantan pemain belakang mereka, Thomas Schaaf, dipercaya untuk mengambil alih tim. Tidak hanya berhasil meloloskan Werder Bremen dari zona degradasi, Schaaf juga langsung memberikan Piala Jerman beberapa pekan kemudian.

Sejak saat itu Schaaf berhasil mengembalikan kejayaan klub, dan salah satu prestasi terbaiknya adalah double winners tahun 2004. Thomas Schaaf mengakhiri masa baktinya dengan Bremen musim 2012/2013. Kala itu, Bundesliga masih menyisakan satu pekan terakhir, namun Schaaf dan manajemen Werder Bremen sepakat berpisah. Bundesliga musim 2012/2013 memang bukan musim yang baik bagi Thomas Schaaf, karena ia hanya sanggup membawa Bremen bertengger di posisi 14 klasemen dengan raihan 34 poin dari 33 laga.

Double winners musim 2003/2004

Seperti yang telah saya sebut sebelumnya, Werder Bremen pernah meraih double winners di masa kepelatihan Thomas Schaaf musim 2003/2004. Pada musim tersebut, dua trofi yang berhasil dimenangkan Werder Bremen adalah Bundesliga dan DFB-Pokal. Di Bundesliga, Bremen yang sepanjang musim bermain dengan sepak bola menyerang dan atraktif berhasil mengakhiri musim dengan bertengger di puncak klasemen dengan koleksi 74 poin, unggul 6 poin dari Bayern München (68) yang menempati posisi kedua.

Sementara di final DFB-Pokal, Bremen bertemu klub dari divisi dua, Alemannia Aachen. Melihat perjalanan Alemannia menuju final di Olympiastadion, Berlin, jelas Bremen tidak bisa meremehkan mereka, sebab sebelum menuju babak final, Alemannia berhasil menyingkirkan dua tim kuat Bundesliga, yaitu Bayern dan Borussia Mönchengladbach. Namun, sayangnya anak asuh Thomas Schaaf masih terlalu tangguh bagi Alemannia. Bremen berhasil mengalahkan Alemannia dengan skor tipis 3-2, dan gelandang asal Jerman, Tim Borowski, menjadi bintang dengan sumbangan 2 gol. Sementara 1 gol Bremen lainnya dibuat penyerang asal Kroasia, Ivan Klasnic.

Lolos degradasi musim 2015/2016

Ini mungkin bukan momen terbaik bagi beberapa suporter Werder Bremen, namun bagi saya ini adalah salah satu momen menegangkan dan sulit terlupakan. Karena di musim tersebut, hingga pekan ke-33, Werder Bremen masih berkutat di zona degradasi tepatnya di posisi 16 klasemen, dan masih harus bersaing dengan Stuttgart (17), dan Eintracht Farankfurt (15) untuk tetap bertahan di Bundesliga musim depan.

Werder Bremen harus ‘saling bunuh’ dengan Frankfurt, sementara Stuttgart akan bertandang ke markas Vfl Wolfsburg. Untuk bisa bertahan otomatis musim depan, Die Werderaner harus memenangkan pertandingan tersebut, karena jika hanya seri atau mengalami kekalahan lalu Stuttgart bisa mengalahkan Wolsfburg dengan mencetak 6 gol atau lebih, mereka bisa menjalani laga play-off, atau bahkan harus rela langsung terdegradasi.

Pertandingan antara Bremen melawan Frankfurt di Weserstadion memang sangat menegangkan dan mengkhawatirkan, sebab hingga menit ke-87 belum ada gol yang dibuat oleh kedua tim, dan tentunya ini buruk bagi Bremen. Namun, menit ke-88 rasa tegang dan khawatir sekektika berubah menjadi rasa senang dan bahagia.

Papy Djilobodji menjadi pahlawan di laga ini. Berawal dari free-kick Zlatko Junuzovic yang mengarah ke kotak penalti Frankfurt, menimbulkan kemelut, dan bola liar pun langsung disambar oleh Djilobodji, dan menghasilkan gol kemenangan yang bertahan hingga pertandingan berakhir. Kemenangan ini bukan sekedar tiga poin belaka, namun terasa lebih spesial, karena Bremen memastikan tetap bertahan di Bundesliga musim depan.

Selamat ulang tahun, Werder Bremen!

Author: Fajar Rivaldi (@RivaldiFF99)