Bursa transfer selalu menjadi momen yang banyak ditunggu. Apalagi bagi pesepak bola muda yang kariernya mulai naik daun dan banyak diburu klub besar, bursa transfer seakan menjadi penantian akan cita-cita yang diidamkan. Hal itu barangkali juga pernah dirasakan oleh Patrik Schick, penyerang AS Roma saat ini.
Sebenarnya dan bisa saja, tempat di mana ia akan menjalani hari demi hari berlatih bola selama kurang lebih enam bulan terkahir ini bukanlah di Trigoria, markas Roma, melainkan di Vinovo, markas latihan Juventus.
Patrik Schick merupakan primadona pada bursa transfer awal musim ini. Pemain kelahiran 24 Januari 1996 itu dibekali teknik tinggi seperti dribel dan tendangan jarak jauh akurat serta punya catatan gol apik sebagai pendatang baru Serie A di musim lalu (11 gol dan 3 asis), membuat namanya pasti ada dalam setiap pikiran pemandu bakat dari klub besar di Italia.
Terkait prospek cerah Schick, Juventus hampir saja merekrut pemain asal Republik Ceko itu dari Sampdoria pada awal musim. Bukan sekadar rumor basa-basi semata, bahkan Schick sudah menjalani tes medis pada medio Agustus 2017 lalu.
Tetapi jalan Schick ke Juventus awal musim ini tak mulus bagaikan angan. Menurut pengumuman dari pihak Juventus, ditemukan ada sedikit masalah kesehatan jantung Schick di dalam hasil tes medis tersebut. Tentu saja hal itu membuat hubungan antara Sampdoria dan Juventus sedikit merenggang. Presiden Sampdoria, Massimo Ferrero, mengkalim apa yang dilakukan Juventus hanyalah tipu muslihat mereka, agar Sampdoria bersedia merevisi banderol Schick sebesar 30 juta euro.
Transfer itu pun pada akhirnya gagal terjadi. Padahal ketertarikan Bianconeri pada Schick sudah masuk level ngebet. Sebelum sengkarut Juventus-Sampdoria muncul, wakil presiden Juventus, Pavel Nedved bahkan angkat bicara soal performa bagus rekan senegaranya itu. “Dia (Schick) mengingatkan saya pada sosok seorang Zlatan Ibrahimovic”, begitu ucap pria berambut pirang nan gondrong tersebut.
Manusia boleh berencana, namun takdir membuktikan lain. Schick gagal ke Juventus dan justru merapat ke Roma jelang bursa transfer ditutup. Dia diangkut dengan skema pinjam dan opsi beli. Kehadiran Schick menjadi awal dari revolusi yang dicanangkan Roma bersama pelatih dan direktur olahraga baru, Eusebio Di Francesco dan Monchi. Skuat Serigala Ibu Kota Italia itu dirombak dengan komposisi baru seperti Rick Karsdrop, Hector Moreno, Lorenzo Pellegrini, Gregoire Defrel, Maxime Gonalons, dan Aleksandar Kolarov.
Pada giornata 18 lalu, Patrik Schick hampir saja melakukan vendetta pada Juventus, andai dia mampu menyelamatkan Roma dari kekalahan dengan menyeploskan bola ke gawang Wojciech Szcszesny pada menit-menit akhir laga. Tetapi, Schick gagal dan justru menjadi bulan-bulanan kekesalan penggemar AS Roma, terutama di media sosial pascalaga tersebut.
Tentang performa Schick, cedera memang menghambat proses integrasinya kedalam sistem racikan Di Francesco. Dia pun baru mencetak satu gol sepanjang paruh musim 2017/2018, itupun bukan di Serie A, tetapi di ajang Coppa Italia. Dengan fakta (cedera) yang membuat performanya tak membaik itu, barangkali pendukung Roma masih sedikit bersabar akan hal itu. Namun seandainya saja Schick mampu menggagalkan kemenangan Juve kala itu, mungkin tekanan kepada dirinya tak makin membesar.
Schick kini dianggap sebuah transfer yang gagal. Monchi sebagai direktur olahraga yang terkenal akan kehebatannya menilai potensi pemain, tentu menjadi pihak yang patut dipertanyakan akan keputusan merekrut Schick. Padahal deal transfer Patrik Schick berpotensi menjadi transfer termahal yang pernah dilakukan oleh Roma.
Biaya pinjaman 5 juta euro ditambah berbagai klausul dan bonus hingga 40 juta euro selama tiga musim dalam skema pinjam plus opsi beli Schick, akan menjadi rekor tertinggi bila terealisasi. Sebelumnya, pembelian termahal Roma adalah ketika mengangkut penyerang mematikan dari Fiorentina, Gabriel Batistuta, dengan biaya 36 juta euro pada tahun 2000 lalu.
Keputusan Monchi menggaet Schick juga seakan berlabel kesan “dadakan”. Sebelumnya, Roma lebih sering dikaitkan dengan anak-anak didik Di Francesco di Sassuolo seperti Gregoire Defrel dan Domenico Berardi atau penyerang antah berantah semacam Cengiz Under, dari Istanbul Basaksehir. Bagi AS Roma, membeli Schick yang sebelumnya dirumorkan punya masalah kesehatan dengan jantungnya, ibarat membeli kucing dalam karung.
Kondisi Schick menjadi bias akibat dikotomi laporan tim kesehatan Juventus dan tim kesehatan Sampdoria perihal masalah kardio pada Schick. Meski keputusan Juventus itu masih menjadi perdebatan dan menimbulkan konflik dengan Sampdoria, rupanya keputusan mereka membatalkan transfer Schick terbukti benar, setidaknya hingga setengah musim Serie A 2017/2018 ini berjalan.
Pemain berusia 21 tahun itu tak kunjung menunjukkan permainan yang memikat di Roma. Padahal musim lalu, meski Schick hanyalah berstatus pelapis bagi duet Luis Muriel dan Fabio Quagliarella, dia tetap mampu bermain bagus. Lain daripada itu, Schick tipe penyerang yang punya sisi versatile karena bisa dimainkan sebagai penyerang tengah dan kanan.
Juventus kini sepertinya menang satu lnangkah tentang Schick. Namun itu hanyalah semacam keunggulan sementara, karena bisa saja Patrik Schick membangkitkan dirinya menjadi penyerang kelas dunia suatu saat nanti. Apalagi setelah Edin Dzeko pergi ke Chelsea, harusnya Schick mampu memanfaatkan momen tersebut dan membuktikan bahwa dirinya bukanlah pembelian yang sia-sia.
Author: Haris Chaebar (@chaebar_haris)