Uncategorized

Mengulik Kepantasan Napoli Gapai Scudetto Musim Ini

Selama enam musim pamungkas, kompetisi Serie A jadi makanan empuk buat Juventus. Dengan performa luar biasa, mereka terus-terusan menggondol gelar Scudetto. Namun di musim 2017/2018, ada satu kompetitor yang memberi perlawanan cukup alot bagi I Bianconeri yaitu Napoli.

Sesungguhnya, I Partenopei sudah mencoba peruntungannya untuk berlomba dengan Juventus dalam merebut titel Scudetto di beberapa musim terakhir. Akan tetapi, segala usaha yang mereka lakukan tak jua membuahkan hasil gemilang.

Kegagalan demi kegagalan yang mereka alami telah memberi banyak pelajaran berharga untuk manajemen Napoli. Selain aspek teknik, sejumlah pembenahan di sisi mental juga terus digarap oleh manajemen I Partenopei karena bagaimanapun juga, ketangguhan di atas lapangan akan terasa sia-sia jika mentalitas skuat Napoli begitu rapuh.

Tetap konsisten walau Dries Mertens mandul

Tatkala sebuah klub memiliki ketergantungan besar terhadap salah satu pemain, penampilan mereka acapkali merosot jika yang bersangkutan sedang off form atau menepi dari lapangan hijau akibat cedera.

Sedari musim lalu, ketajaman Napoli amat bergantung kepada sosok penyerang mungil dari Belgia, Dries Mertens. Walau punya bangun tubuh berbeda dengan juru gedor tajam milik Napoli sebelumnya macam Edinson Cavani dan Gonzalo Higuain, Mertens berhasil membuktikan diri bahwa dirinya adalah sosok yang pantas menjadi tumpuan di lini serang.

Tapi selayaknya siklus kehidupan yang senantiasa berputar, Mertens pun sedang memasuki periode yang kurang apik dalam beberapa bulan terakhir. Ya, pundi-pundi gol dari lelaki berumur 30 tahun ini amat seret.

Sebelum mencetak gol kemenangan I Partenopei atas Atalanta di giornata ke-21 akhir pekan lalu (21/1), Mertens menghabiskan waktu selama 910 menit tanpa sekalipun mengukir namanya di papan skor. Gol terakhir yang dibukukannya muncul di laga melawan Sassuolo, bulan Oktober lalu!

Tribes tentu bisa membayangkan jika hal serupa terjadi kepada sosok semisal Sergio Aguero (Manchester City), Robert Lewandowski (Bayern München) dan Lionel Messi (Barcelona). Kritik dan cacian sudah pasti mereka dapati dengan begitu gencar. Tak percaya? Silakan tanya Cristiano Ronaldo (Real Madrid) yang terus disorot akibat kemandulannya di La Liga musim ini.

Sadar bahwa Mertens tengah mengalami periode buruk, Maurizo Sarri yang merupakan pelatih Napoli melimpahkan tugas mencetak gol itu kepada seluruh penggawa lain yang ada di lapangan. Kolektivitas tim ada di atas segalanya dan Sarri benar-benar tidak ingin klub asuhannya cuma menggantungkan nasib kepada Mertens seorang.

Apa yang diingingkan Sarri dari skuatnya terbayar lunas. Kemandulan Mertens tak membuat performa mereka goyah. Pada sembilan  partai di mana Mertens gagal menceploskan angka ditutup dengan rekor menang-seri-kalah cukup mengagumkan yaitu 6-2-1. I Partenopei sanggup mengemas 20 poin dan tetap kokoh di puncak klasemen Serie A.

Tak mudah kehilangan angka saat bertemu tim papan atas

Salah satu alasan mengapa Juventus begitu digdaya dalam beberapa musim ke belakang di Serie A adalah tidak kehilangan angka saat berjumpa tim-tim pesaing di papan atas.

Sudah menjadi rahasia umum bila menang dari para rival terkuat selalu memberi suntikan energi tambahan. I Bianconeri pun mendapatkannya saban musim.

Hal ini pulalah yang sedang diupayakan dengan mati-matian oleh Napoli. Ketidakberhasilan mereka mengganggu laju Juventus guna memperebutkan Scudetto kerap diawali dengan ketidakmampuan I Partenopei mengalahkan tim-tim seperti AC Milan, AS Roma, Fiorentina, Internazionale Milano, Lazio dan pastinya sang juara bertahan.

Berkaca pada statistik di musim 2015/2016 dan 2016/2017, melawan tim-tim yang saya sebutkan di atas, Napoli cuma mengoleksi 45 poin. Padahal, mereka punya kesempatan untuk mengepak 72 angka maksimal dari total 24 pertemuan. Walau rasio tersebut sangat lumayan, tapi itu semua tidak menolong Napoli andai mereka tiba-tiba keok di tangan klub-klub yang lebih kecil.

Sementara di musim 2017/2018, Napoli sudah mengemas 11 poin dari 18 nilai maksimal atas seluruh pertemuannya dengan klub-klub besar. Di sisi lain, mereka juga meminimalisasi catatan negatif saat berjumpa klub-klub papan tengah dan bawah.

Jika tren apik I Partenopei dalam menghadapi klub-klub besar kembali terulang di paruh kedua, bukan tidak mungkin hal itulah yang akan menentukan keberhasilan mereka menggapai Scudetto musim ini.

Potensi Liga Europa sebagai gangguan

Walau sejauh ini segalanya tampak baik-baik saja buat Napoli, namun belum tentu per bulan Februari nanti. Pasalnya, di bulan kedua kalender Masehi tersebut, Marek Hamsik dan kolega akan kembali bertempur di ajang regional. Usai tersingkir dari Liga Champions, mereka kudu berjuang di Liga Europa sekarang.

Seperti yang sama-sama kita pahami, jadwal pertandingan di Liga Europa agak kurang bersahabat sebab pertandingan-pertandingan di kompetisi kelas dua ini dilangsungkan pada Kamis malam waktu Eropa. Hal itu akan memengaruhi masa recovery yang dibutuhkan pemain mengingat laga-laga Serie A senantiasa dimainkan pada hari Sabtu dan Minggu.

Apabila Sarri dan anak asuhnya tidak pandai mengatur kondisi kebugaran dan juga fokus, langkah I Partenopei buat mencaplok titel Scudetto pertamanya dalam kurun dua setengah dekade terakhir bisa musnah tak bersisa.

Author: Budi Windekind (@Windekind_Budi)
Interista gaek yang tak hanya menggemari sepak bola tapi juga american football, balap, basket hingga gulat profesional