Dunia Asia

Ahn Jung-Hwan: Dicintai Korea, Dibenci Italia

Medio awal 2000-an, kesebelasan Italia, Perugia, sukses melambungkan pesepak bola Asia, Hidetoshi Nakata. Performa gemilang Nakata bareng klub yang berkandang di Stadion Renato Curi tersebut memang menawan sebelum akhirnya dilego ke AS Roma. Ingin mengulang kisah serupa, Perugia coba merekrut pemain Asia lain, pilihan mereka jatuh kepada Ahn Jung-hwan.

Pemain asal Korea Selatan (Korsel) yang identik dengan rambut gondrongnya itu dipinjam I Grifoni dari klub asal Negeri Ginseng, Busan IPark. Walau bukan sebuah keputusan populer, manajemen Perugia bersikukuh untuk tetap melaksanakan operasi tersebut.

Melakoni debut di Serie A pada tengah musim 2000/2001, Ahn tak secepat Nakata dalam memberi impresi positif kepada publik Stadion Renato Curi. Namun secara perlahan, Ahn memberi bukti jika dirinya memang layak mengenakan kostum merah khas Perugia.

Merumput sebanyak 15 kali di ajang Serie A, Ahn berhasil mengemas 4 gol. Pelatih Perugia saat itu, Serse Cosmi, menyambut hangat progresi yang ditunjukkan oleh sang pemain. Alhasil, Perugia pun mempertahankan tenaga Ahn buat musim kompetisi selanjutnya.

Sayangnya, pemilik 71 caps dan 17 gol buat tim nasional Korea Selatan ini gagal mengulangi aksi briliannya di musim 2001/2002. Bermain di 15 pertandingan, Ahn cuma mengukir sebiji gol.

Satu-satunya gol itu muncul tatkala Perugia berjumpa Hellas Verona. Gol yang dibukukan oleh Ahn berhasil membalikkan keadaan menjadi 2-1 setelah klub yang diperkuatnya lebih dulu tertinggal. Laga tersebut akhirnya selesai untuk kemenangan I Grifoni dengan skor 3-1.

Turunnya performa Ahn tak membuat Luciano Gaucci, presiden Perugia, enggan untuk memberinya kontrak permanen. Jelang Piala Dunia 2002 yang diselenggarakan di Korea dan Jepang, Ahn bakal mengenakan seragam Perugia di musim mendatang.

Akan tetapi, kejadian heboh di turnamen antarnegara paling megah sedunia itu mengubah peruntungan Ahn. Bersama Korea, Ahn tampil spartan dan penuh semangat guna mengukir prestasi gemilang di Piala Dunia 2002.

Dalam racikan pelatih asal Belanda, Guus Hiddink, Korsel sanggup memperlihatkan performa yang apik. Mereka lolos dari babak penyisihan dengan status juara Grup D, mengungguli tim-tim yang lebih mentereng seperti Amerika Serikat, Polandia dan Portugal. Kesuksesan Korsel lolos ke fase perdelapan-final itu pun mendapat banyak apresiasi dari penikmat sepak bola dunia.

Namun kejutan Korsel tidak berhenti sampai di situ karena mereka bisa terus lolos sampai ke babak semifinal sebelum akhirnya ditumbangkan oleh tim raksasa, Jerman, dengan skor tipis 1-0.

Di perebutan tempat ketiga, Korea juga dibekuk oleh Turki via kedudukan ketat 2-3 dan sempat diwarnai oleh gol tercepat di sepanjang sejarah Piala Dunia yang dicetak oleh penyerang Turki, Hakan Sukur.

Namun drama paling mencolok bagi Korea di ajang ini muncul pada fase perdelapan-final. Bertemu dengan Italia yang jadi runner-up Grup G, mereka digadang-gadang bakal takluk. Akan tetapi, pertandingan yang dipimpin oleh wasit berkebangsaan Ekuador, Byron Moreno, itu malah membelalakkan mata penikmat sepak bola dunia.

Lima menit laga berjalan, Korea mendapat sepakan penalti usai Moreno menyatakan bahwa bek Italia, Christian Panucci, melakukan pelanggaran. Beruntung, eksekusi Ahn gagal membuahkan hasil karena sanggup diantisipasi oleh kiper Gli Azzurri, Gianluigi Buffon.

Wakil Eropa yang saat itu telah menggenggam trofi Piala Dunia sebanyak tiga kali akhirnya berhasil mencetak gol lebih dulu pada menit ke-19 via sundulan penyerang ganas, Christian Vieri, yang diandalkan allenatore Giovanni Trappatoni sebagai ujung tombak.

Di babak kedua, Korea sukses menjawab gol itu. Pada pengujung laga, tepatnya menit ke-88, Seol Ki-Hyeon, mampu memperdayai Buffon guna mencetak gol penyeimbang sekaligus memaksa diadakannya perpanjangan waktu.

Pada perpanjangan waktu, laga berlangsung semakin keras. Ada begitu banyak pelanggaran yang terjadi. Ironis bagi Italia, salah satu pemain andalannya yakni Francesco Totti, malah dihadiahi kartu kuning kedua hanya beberapa menit jelang usainya perpanjangan waktu babak pertama sebab telah melakukan diving. Para pemain Italia pun memprotes keputusan ini karena menurut mereka, Totti tidak melakukan hal tersebut. Namun Moreno tak menggubrisnya.

Pada 15 menit tambahan kedua, Italia sempat membukukan gol via Damiano Tommasi yang bisa menyudahi laga. Sialnya, gol itu dianulir karena sang pemain sudah terperangkap offside.

Dalam situasi genting di mana satu gol saja bisa menyudahi jalannya lag, Ahn muncul sebagai pembeda sekaligus menebus dosanya akibat gagal mengeksekusi penalti. Memanfaatkan umpan lambung salah seorang rekannya, Ahn melompat lebih tinggi daripada Paolo Maldini buat menyundul bola masuk ke gawang Italia. Korea pun menang dengan skor tipis 2-1.

Bagi masyarakat Korea, aksi Ahn pada laga itu bak sebuah kisah kepahlawanan yang nilainya begitu tinggi. Sebaliknya, hal itu ibarat aib luar biasa untuk Italia. Hanya sehari setelah peristiwa fenomenal itu, Perugia pun membatalkan kontrak permanen Ahn.

Tak memperoleh kontrak dari Perugia membuat Ahn memilih untuk mudik ke Asia. Ia sempat ‘terdampar’ di Jepang untuk membela Shimizu S-Pulse dan Yokohama F. Marinos. Tampil cukup baik di sana, Ahn mendapat tawaran supaya kembali lagi ke Benua Biru.

Akan tetapi, perjuangannya untuk membuktikan diri sebagai pemain yang pantas berlaga di Eropa berakhir pahit lantaran aksi-aksinya bersama FC Metz di Prancis dan MSV Duisburg di Jerman dianggap biasa-biasa saja.

Ahn lantas pulang lagi ke Benua Kuning dan membela sejumlah klub Korsel sebelum menyelesaikan karier sepak bolanya bersama klub Cina, Dalian Shide, di tahun 2011 lalu. Pasca-pensiun, Ahn kini memilih untuk menjadi komentator sepak bola dan pembawa acara di sejumlah stasiun televisi di Korsel.

Ya, meski karier sepak bolanya bisa disebut tidak kelewat gemilang, tapi Ahn bakal selalu dikenang sebagai salah satu pahlawan Korea di Piala Dunia 2002. Namun bagi Italia, Ahn adalah sosok yang senantiasa dibenci.

Saengil chukka hamnida!

Author: Budi Windekind (@Windekind_Budi)
Interista gaek yang tak hanya menggemari sepak bola tapi juga american football, balap, basket hingga gulat profesional