Eropa Inggris

Intervensi Politik dalam Rencana Pembangunan “New” Stamford Bridge

Sebelumnya, saya pernah menulis tentang cahaya pembaruan Stadion Stamford Bridge yang meredup. Mengapa dikatakan redup? Hal itu disebabkan proses pembangunan mengalami hambatan oleh warga yang melayangkan gugatan hak atas cahaya ke pengadilan setempat pada Mei 2017.

Penggugat yang di dokumen bernama The Crosthwaite, saat ini adalah pemilik sah dari Stamford Cottages, rumah hunian yang lokasinya sangat dekat dengan markas Chelsea itu. Lantas apabila “New” Stamford Bridge benar-benar terwujud, otomatis kemegahannya akan menghalangi cahaya alami yang masuk ke bangunan mereka.

Chelsea tentu saja tidak tinggal diam. Gugatan “right to light” atau hak atas cahaya yang dilayangkan warga, akan gugur secara otomatis jika warga tidak mampu membuktikan lahan yang saat ini ditempati adalah lahan milik mereka. Itu sebabnya, Chelsea sampai harus meminta tolong kepada dewan Hammersmith and Fulham, yakni sebuah lembaga politik yang bernaung para anggota dewan.

Baca juga: Cahaya Pembaruan Stamford Bridge Sedang Meredup

Di Indonesia, konsep Hammersmith and Fulham persis seperti Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) tingkat Kabupaten atau Kota. Orang-orang di dalamnya adalah anggota partai yang terdiri dari berbagai latar belakang. Namun di Inggris, hanya terdapat dua partai penguasa dewan Hammersmith and Fulham, yaitu Partai Buruh dan Partai Konservatif.

Dibentuk melalui Undang-Undang Pemerintahan London 1963 silam, Hammersmith and Fulham berwenang mengurusi urusan di 13 distrik atau wilayah, antara lain: Brook Green, Chelsea Harbour, College Park, East Acton, Fulham, Hammersmith, Old Oak Common, Parsons Green, Sands End, Shepherd’s Bush, Walham Green, West Kensington, dan White City.

Stamford Bridge yang beralamat di Fulham, London SW6, secara geografis masuk ke dalam kekuasaan dewan Hammersmith and Fulham. Sehingga bilam suatu waktu terjadi konflik di daerah tersebut, maka haram hukumnya bagi anggota dewan untuk tinggal diam. Apalagi kasus renovasi Stamford Bridge, melibatkan warga yang notabene merupakan konstituen mereka. Selain itu, konflik turut melibatkan lahan yang selama ini difungsikan sebagai jalur rel kereta. Sehingga ada aspek publik di sana yang amat menuntut campur tangan dewan.

Pihak Chelsea mendesak dewan untuk segera mengakuisisi lahan yang belum sudi dilepas oleh warga. Keterlibatan dewan dalam proses akuisisi lahan, diyakini Chelsea sebagai satu-satunya cara demi memuluskan langkah renovasi. Sehingga implikasinya, pengadilan tidak dapat memproses gugatan karena sertifikat lahan serta bangunan yang menjadi alat bukti, beralih kepemilikan dari semula milik warga menjadi kewenangan otoritas setempat.

Adapun secara hukum yang berlaku di Inggris, memungkinkan terjadinya peralihan itu. Klaim hak atas cahaya, bisa gugur dengan Undang-Undang Perumahan dan Perencanaan. Pada bab 203 tentang “kuasa untuk mengganti kenikmatan dan hak-hak lainnya”, Pasal 5 Undang-Undang yang disahkan pada 2016 itu, menyatakan bahwa seseorang (badan hukum ataupun individu), dapat menggunakan lahan hanya jika selaras dengan tujuan perencanaan otoritas lokal yang dalam hal ini, tidak lain dan tidak bukan adalah dewan Hammersmith and Fulham. Ditambahkan pula, jika dewan telah menetapkan perencanaan untuk membangun sesuatu, maka akuisisi lahan menjadi wajib hukumnya.

Senin malam waktu Inggris (15/1), digelar rapat paripurna untuk mengambil sikap terhadap konflik yang terjadi akibat rencana pembangunan “New” Stamford Bridge. Stephen Cowan yang menjabat sebagai ketua kabinet, merasa perlu mengagendakan “New” Stamford Bridge sebagai pembahasan pertama di dalam rapat. Hal itu mengundang perhatian karena semula dijadwalkan, rencana pembangunan stadion itu akan menjadi pembahasan yang ke-17. Dari sini terlihat jelas adanya intervensi politik terhadap rencana pembangunan “New” Stamford Bridge.

Tanpa hadirnya perwakilan dari pihak Chelsea maupun dari pihak keluarga Crosthwaite, seluruh anggota dewan dalam kabinet rapat setuju dengan rekomendasi akuisisi lahan. Hanya ada satu anggota yang memutuskan untuk tidak ikut voting, yakni Lisa Homan. Sejak isu renovasi stadion bergulir, Lisa sebisa mungkin berjarak karena statusnya sebagai pemegang tiket terusan di Stamford Bridge. Sebagai anggota dewan, Lisa merasa khawatir keputusannya nanti tak lagi objektif dan merepresentasikan hati nurani rakyat.

Malam itu jelas menjadi babak baru bagi masa depan Stamford Bridge. Cahaya yang sempat meredup kini sedang bersinar terang. Adapun sinarnya berasal dari pantulan cahaya politik Hammersmith and Fulham. Berkat keputusan itu, pihak Chelsea makin percaya diri untuk mencapai persetujuan penggunaan lahan yang saat ini masih didiami keluarga Crosthwaite. Demi kegagahan “New” Stamford Bridge, apa saja rela dilakukan. Apa saja termasuk politik. Hal ini setidaknya membuktikan satu hal: sepak bola dan politik tidak akan pernah dipisahkan.

Author: Agung Putranto Wibowo (@agungbowo26)