Lawas belum tentu kuno. Lawas belum tentu tak menarik lagi untuk ditengok kembali. Lawas justru bisa memberi perspektif baru, memberi pelajaran untuk menapaki masa depan. Bagi Arsenal, menengok kembali sesuatu yang “lawas” justru bisa menjadi bekal menemukan jati diri, memperbaiki musim dan menyiapkan masa depan.
Akui saja dengan jujur: melihat Arsenal bermain tak memberi kita kebaruan ilmu, baik soal taktik, apalagi soal manajemen pemain. Tak perlu jauh menengok. Ketika kalah dari dari Bournemouth, Arsenal tampil tanpa arah, tanpa kejelasan ide. Bisa dibilang, performa di kandang Bournemouth adalah penampilan terburuk Arsenal musim ini.
Apa yang salah dari Arsenal? Tertuduhnya tentu Arsene Wenger yang kesulitan menemukan kebaruan untuk terus berlari bersama perkembangan zaman. Manajer asal Prancis tersebut seperti kesulitan berinovasi. Ketika diri ini tak lagi bisa berkembang, tak ada kemauan untuk belajar, tertinggal dari para rival adalah konsekuensi yang tak bisa dihindari.
Meski tengah menjadi sasaran kritik, kita memang tak boleh melupakan kerja kerasnya ketika kali pertama mendarat di Inggris. Ide Wenger menjadi salah satu pemantik perkembangan sepak bola Inggris. Idenya segar, menarik bagi para penikmat sepak bola, dan yang paling penting; mampu mengeluarkan kemampuan terbaik dari hampir setiap pemain.
Sebenarnya, saya akui dengan jujur, tak masalah jika Wenger bertahan selama mungkin hingga beliau menemukan titik di mana pensiun adalah hadiah terbesar yang bisa dinikmati. Syaratnya hanya satu saja: kemauan untuk menemukan kembali gairah agar mau berinovasi. Arsenal butuh itu.
Syarat ini sekaligus berusaha menjawab klaim bahwa Arsenal tak bisa bersaing di tengah aliran dana yang begitu masif di sepak bola modern. Inovasi, adalah benteng terakhir untuk tak tertelan oleh arus uang itu.
Dan yang paling menyenangkan, inovasi tak harus menemukan ide yang “benar-benar baru”. Inovasi juga bisa berupa pengembangan ide lawas, menyesuaikan dengan perkembangan zaman dan komposisi pemain. Saya sendiri sudah sejak lama menyuarakan ini: bagi Wenger, yang perlu ia lakukan hanyalah mengembalikan Arsenal ke identitas lawas. Patokannya? Ketika satu musim penuh tak terkalahkan.
Saya sudah pernah menulis, bahwa salah satu cara Arsenal untuk memberbaiki performa adalah dengan bermain bertahan. Buang semua ego, semua kebanggaan menguasai pertandingan sebagai tim besar. Penjelasan soal bermain bertahan, bisa Anda baca di sini.
Yang paling penting adalah menemukan kembali keseimbangan. Ingat, semua tim juara pasti ditopang oleh keseimbangan. Real Madrid ketika dua kali menjuarai Liga Champions, hingga Chelsea ketika juara. Keduanya melaju kencang setelah menemukan keseimbangan.
Narasi Arsenal Invincible adalah stabil ketika menyerap serangan lawan dan melakukan serangan cepat, mengeksploitasi ruang yang ditinggalkan pemain lawan untuk menyerang. Percayalah, komposisi pemain Arsenal sangat mendukung cara bermain ini. Bahkan, mungkin akan semakin cocok ketika calon pemain anyar berhasil didatangkan.
Supaya lebih jelas, mari masukkan ide bermain ini menggunakan komposisi pemain-pemain baru. Uji coba ini untuk memberi gambaran bahwa yang tengah kita diskusikan bukan imajinasi belaka, namun opsi yang aplikatif.
Dua calon rekrutan utama Arsenal hingga artikel ini selesai ditulis adalah Pierre-Emerick Aubameyang dan Malcom. Supaya bisa maksimal, tentu pemain membutuhkan ekosistem yang mendukung. Sementara itu, ekosistem yang tepat akan menjadi lahan yang produktif ketika ditopang oleh biota yang tepat.
Aubameyang dan Malcom punya beberapa kelebihan yang dapat dipindai dengan mata telanjang. Pertama, akselerasi, bergerak cepat dari posisi diam menujuk ke puncak kecepatan. Kedua, kemampuan olah bola, mempertahankan penguasaan sembari berakselerasi. Ketiga, teknik umpan yang matang, ditunjang visi yang jelas.
Tiga kelebihan tersebut akan hidup dengan subur di tengah sebuah tim yang mampu bertahan dengan baik dan punya skema serangan balik yang matang. Ingat, sekali lagi harus pembaca ingat: ide pelatih dan pemain harus kawin. Tanpa ide yang matang, pemain berkaliber besar pun tak akan mencapai level terbaik mereka. Begitu juga ide yang matang, jika tak ditunjang pemain yang tepat, tak akan memberi hasil sesuai harapan.
Perhatian grafis di bawah ini:
Empat skema di atas didukung oleh pemain-pemain yang, (1) punya kecepatan di lini depan dan di dua sisi lapangan, (2) keberadaan pemain-pemain dengan teknik mengumpan yang baik, cocok untuk serangan balik cepat dari berbagai sisi lapangan, (3) pemain-permain yang sudah terbukti bisa bermain dengan pressing intensitas tinggi selama 90 menit, dan (4) pemain-pemain yang pernah dan punya pengalaman bermain dengan garis pertahanan rendah sekaligus tertib ketika mempertahankan struktur tim.
Ingat, mau membeli siapa pun, jika tak ada perbaikan dari sisi sistem, tak akan ada perubahan berarti. Kalimat dari Ganesha Arif Lesmana(@ganesharif) perlu menjadi perhatian serius. Kawan saya menulis bahwa:
“Namun, jika Wenger masih menjadi manajer, rasanya pemain-pemain baru tersebut hanya terasa seperti painkiller, seperti penghilang rasa sakit saja yang bersifat sementara dan tidak benar-benar menhilangkan penyakitnya. Apa gunanya rebuilding jika sang manajer sudah kehilangan kemampuannya dan tak mampu lagi mengembangkan dan mengeluarkan kemampuan terbaik dari pemainnya? Apa gunanya membangun kembali, jika akar permasalahannya tidak segera dicabut?”
Supaya kalimat tersebut tak menjadi kebenaran ketika pemain baru datang, maka perbaikan sistem adalah mutlak. Kembali ke langgam lawas, di mana Arsenal bisa memaksimalkan kemampuan pemain dengan sistem yang tepat adalah urgansi nyata.
Wenger pernah dan bisa menyajikan sepak bola direct menggunakan perpindahan bola mendatar, umpan pendek cepat, dan pergerakan pemain yang cair. Komposisinya sudah ada. Mengapa tak membuka kembali perpustakaan ilmu dari Wenger lalu menerapkan kembali cara bermain yang membuat Arsenal begitu disegani dan dihormati. Bukan seperti klub badut, menjadi bahan meme dan tertawaan banyak orang.
Belajar dari kesalahan dan terus berkembang adalah usaha bertahan hidup. Jangan sampai, narasi Gooners menjadi “yang terbaik untuk Wenger karena sejarah manis masa lalu”, bukannya “yang terbaik untuk Arsenal sebagai sebuah entitas nyata”.
Mari belajar, memperbaiki diri, dan berubah. Jangan mau menjadi bebal dan terjebak dalam kesombongan. Bebal itu dosa.
Author: Yamadipati Seno (@arsenalskitchen)
Koki Arsenal’s Kitchen