Eropa Champions League

Kaleidoskop Liga Champions 2017: Rekor Real Madrid dan Gelombang Kejutan

Sekitar 48 jam lagi, tahun 2017 akan segera tutup tirai, meninggalkan jejak-jejak kebahagiaan, haru, perayaan juara, hingga kesedihan yang mendalam. Tahun 2017 juga meninggalkan kesan yang kuat untuk Madridistas di seluruh dunia, terutama di ajang Liga Champions. Rekor dan gelombang kejutan adalah narasi Liga Champions 2017.

Ada satu persamaan dari rekam jejak Madrid di Liga Champions 2016/2017 dan 2017/2018, yang akan melakoni babak 16 besar di bulan Februari 2018, yaitu telat panas. Ketika masih menjalani babak putaran grup, Los Blancos seperti kesulitan membangi fokus antara Liga Champions atau kerja mereka di ajang La Liga.

Praktis, musim lalu, Madrid diragukan untuk bisa melaju lebih jauh, alih-alih sampai babak final, apalagi mempertahankan juara. Madrid, yang tergabung di Grup F, hanya mampu duduk di posisi dua, di bawah Borussia Dortmund. Bahkan, Madrid kalah produktif ketimbang Dortmund. Madrid hanya mampu mencetak 16 gol, sementara Dortmund mencapai 21.

Di babak 16 besar tahun 2017, Madrid akan melawan Napoli, juara Grup B. Tahun lalu, bersama Maurizio Sarri, Napoli menghentak Serie A dengan gaya bermain mereka yang atraktif. Sebuah situasi yang tak ideal bagi Madrid, bertemu lawan berat, pun tengah berada di performa yang meyakinkan. Napoli diprediksi bisa menyingkirkan Madrid apabila bisa bermain sempurna.

Namun, Madrid adalah “Madrid”, penguasa Liga Champions dengan 11 piala. Mental juara sudah bersemayam di dalam skuat. Yang perlu mereka lakukan hanya membangkitkannya. Zinedine Zidane sendiri menyadari bahwa Madrid sudah menderita untuk bisa lolos dari babak putaran grup. Oleh sebab itu, Zidane membuat dua perubahan yang menjadi kunci Madrid di ajang Liga Champions.

Perubahan pertama adalah rotasi skuat yang jitu. Madrid berani mengistirahatkan hingga sembilan pemain di ajang La Liga demi bisa tampil dengan skuat terbaik di Liga Champions. Alhasil, semua pemain kunci selalu berada dalam level kebugaran terbaik. Dengan demikian, Madrid selalu bisa menghadapi pertandingan dengan intensitas tinggi dalam durasi yang panjang.

Perubahan kedua yang dilakukan Zidane adalah pendekatan cara bermain. Mulai dari babak 16 besar, Madrid bermain semakin sederhana. Namun, meski terlihat sangat sederhana, Madrid justru sangat efektif. Yang paling utama dari perubahan cara bermain ini adalah memaksimalkan Cristiano Ronaldo yang efisien memanfaatkan peluang di depan gawang lawan.

Analisis cara sederhana Madrid membobol gawang lawan, bisa Anda baca di sini:

Cara Sederhana Real Madrid Membongkar Pertahanan Lawan

Maka terjadilah, raksasa itu bangkit. Napoli menjadi korban pertama. Dua leg berakhir dengan skor identik, 3-1, untuk kemenangan Madrid. Total, Madrid unggul agregat 6-2. Selanjutnya, di babak delapan besar, Madrid bertemu dengan Bayern München.

Madrid tampil sangat efektif di kandang Bayern. Ronaldo memborong dua gol dan Madrid pulang mengantongi kemenangan dengan skor 1-2. Drama terjadi di leg kedua, di Santiago Bernabeu, ketika Bayern mampu unggul 1-2 dan memaksa pertandingan berlanjut ke perpanjangan waktu. Di sini efek rotasi Zidane berbicara. Madrid tetap tenang menghadapi laga dengan intensitas tinggi ini, sebelum akhirnya menutup pertandingan dengan kemenangan 4-2.

Di semifinal, Madrid sudah ditunggu Atletico Madrid, rival sekaligus ‘kekasih’ di Liga Champions. Keduanya begitu sering bertemu di Liga Champions, terutama di dua babak final. Seperti kisah lama, Atletico tak kuasa membendung Madrid. Dua leg, dua kemenangan. Skor yang tercatat adalah 3-0 dan 1-2. Madrid melaju ke babak final.

Final Liga Champions tahun lalu mempertemukan Real Madrid dan Juventus. Final ini diprediksi akan berjalan seimbang dan minim gol. Salah satu alasannya adalah lini belakang Juventus yang hanya kebobolan satu kali setelah masuk babak sistem gugur, sementara Madrid punya lini depan paling efektif dengan total 16 gol. Benturan dua lini ini akan membuat pertandingan menjadi alot.

Kejutan terjadi, antiklimaks tersaji. Juventus bisa menghadirkan perlawan hingga babak pertama saja ketika skor 1-1. Di babak kedua, Madrid menemukan ritme yang mereka cari, sementara Juventus kehilangan fokus. Lini belakang yang tersohor itu bobol empat kali. Skor akhir 4-1 dan Madrid menjadi juara!

Madrid juara, rekor baru tercipta. Madrid menjadi klub pertama yang berhasil menjuarai Liga Champions dua kali berturut-turut.

Gelombang kejutan

Tahun 2017, AS Monaco dan Leonardo Jardim gemar memberi kejutan. Di babak 16 besar, Jardim berhasil menyingkirkan Manchester City yang dilatih Pep Guardiola, lalu mengalahkan Dortmund yang tampil luar biasa dan mengungguli Madrid di babak putaran grup. Monaco tersingkir oleh Juventus setelah permainan atraktif mereka terbentur oleh tembok tebal Gianluigi Buffon dan kolega.

Musim lalu, Monaco juga melahirkan satu bintang yang kini tengah “menghajar” Eropa dengan kualitasnya, yaitu Kylian Mbappe. Di musim Liga Champions yang baru pun, Monaco masih memberi kejutan setelah menjadi juru kunci Grup G, yang diisi FC Porto, Besiktas, dan RB Leipzig. Permainan mereka yang atraktif seperti lesap dan ketangguhan yang biasanya terlihat tak lagi bisa dikenali.

Putaran grup Liga Champions 2017/2018 sendiri dipenuhi kejutan. Di Grup C, grup neraka itu, AS Roma mematahkan semua prediksi dengan berhasil lolos sebagai juara grup. Di bawahnya, Chelsea menempati posisi dua, sementara Atletico terlempar ke Liga Europa. Pertandingan yang paling menarik adalah ketika Roma menekuk Chelsea dengan sor 3-0 di Olimpico.

Kejutan kedua ada di Grup F, di mana Napoli gagal mendampingi City untuk lolos ke babak 16 besar dan harus puas ditendang ke Liga Europa. Pendamping City sendiri adalah Shakhtar Donetsk. Atas keberhasilan Shakhtar lolos ke babak 16 besar, pelatih mereka, Paulo Fonseca berdandan seperti Zorro ketika konferensi pers sebagai bentuk memenuhi nazar.

Kejutan terakhir ada di grup terakhir, grup H, di mana lagi-lagi, Real Madrid tampil tak meyakinkan di babak putaran grup. Sebaliknya, Tottenham Hotspur, yang selama ini hanya dianggap penggembira di Liga Champions, justru mampu memuncaki grup. Salah satu penampilan terbaik mereka adalah ketika mengalahkan Madrid dengan skor 3-1 di Wembley.

Tunggu dulu, masih ada kejutan menarik yang tersisa, yaitu hasil undian babak 16 besar yang akan dihekat tahun 2018. Final kepagian terjadi di babak 16 besar ketika PSG bersua Madrid dan pertandingan penuh kontroversi antara Chelsea dan Barcelona berpeluang terjadi lagi.

Kejutan seperti apa lagi yang akan tersaji tahun depan?

Author: Yamadipati Seno (@arsenalskitchen)
Koki Arsenal’s Kitchen