Bagi umat Kristiani di seluruh dunia, hari Natal adalah hari yang paling berkesan sekaligus sakral. Perayaan dari kelahiran Yesus di zaman modern seperti ini tentu berlangsung dengan ceria dan penuh kasih sayang. Namun, hari Natal juga terbukti mampu membawa semangat perdamaian di zaman perang dunia berpuluh-puluh tahun yang lalu. Salah satunya terjadi di tanggal 25 Desember 1914, ketika salah satu perang terbesar dan paling berdarah dalam sejarah manusia, Perang Dunia I, tengah berlangsung.
Semangat Natal mampu mendamaikan serdadu Inggris dan Jerman yang tengah berperang di tanah Prancis. Menariknya, sepak bola yang menjadi cara kedua kubu yang saling berlawanan ini untuk melakukan perdamaian sesaat. Peristiwa historikal yang mengagumkan sekaligus mengharukan ini kemudian dikenal dengan nama Christmas Truce.
Kejadian ini dipicu oleh permintaan Paus Benedict XV yang dilontarkan di tanggal 7 Desember 1914, bahwa ketika perayaan Natal berlangsung, kedua kubu yang tengah berperang diminta untuk melakukan gencatan senjata sejenak demi menghormati sekaligus merayakan kelahiran Sang Juru Selamat.
Petinggi dari negara-negara yang berperang mengabaikan saran dari Sri Paus, namun apa yang terjadi di beberapa medan perang, tak seperti yang mereka duga.
Dilansir dari Imperial War Museums, di malam Natal tahun 1914, serdadu Inggris mendengar nyanyian dan teriakan dari parit seberang yang ditinggali oleh serdadu Jerman, di no mans-land, tanah yang belum diakui oleh suatu negara, yang saat ini berada di daerah Laventie, Prancis Utara. Keesokan harinya, kedua kubu yang tengah berperang ini saling bertukar pesan dan hadiah, mengambil beberapa foto, saling menyerahkan tawanan, dan menguburkan rekan-rekannya yang sudah gugur, dan tentunya, bermain sepak bola!
Permainan sepak bola yang dilakukan tersebut sebenarnya tidak seperti mitos sebelumnya, bahwa pertandingan diadakan antara Jerman melawan Inggris, melainkan hanya sekedar menendang-nendang suatu benda, yang dilakukan oleh banyak tentara dari kedua pihak. Hal ini yang diceritakan oleh Bertie Felstead, veteran Inggris di Perang Dunia Pertama yang menjadi saksi hidup dari Christmas Truce. Cerita Felstead yang bisa disimak di situs resmi FIFA ini dapat memberi gambaran tentang seperti apa pertandingan sepak bola yang dilakukan saat itu.
“Sejauh yang saya mampu ingat, beberapa tentara Jerman keluar dari parit mereka, dan berjalan ke arah kami. Saya ingat banyak dari kami yang juga keluar dari tempat perlindungan dan menemui mereka. Kejadian itu sama sekali tidak direncanakan, semua terjadi dengan spontan.”
“Ada satu permainan yang dilakukan, permainan semacam sepak bola karena tidak tepat juga rasanya apabila disebut sebagai sepak bola. Ada satu orang yang menjadi inisiator, dan entah dari mana asalnya, mereka membentuk sekumpulan benda menjadi sebuah bola. Yang kami lakukan tidak seperti pertandingan, melainkan hanya sekadar menendang-nendang bola. Permainannya juga sangat bebas, satu tim terdiri dari 50 orang, bahkan lebih. Saya tentu saja ikut bermain karena saya sangat menyukai sepak bola. Saya tak ingat berapa lama permainan berlangsung, sepertinya selama satu jam setengah, dan sepertinya tidak ada yang menghitung skornya.”
Pada dasarnya, penuturan Felstead ini adalah satu dari sekian cerita mengenai pertandingan sepak bola yang terjadi di Christmas Truce atau gencatan senjata di hari Natal. Versi lainnya menyebutkan bahwa ada pertandingan yang diadakan antara kedua pihak, Jerman melawan Inggris, yang terbagi menjadi tiga atau empat pertandingan.
Baca juga: Kolaborasi Natal dan Sepak Bola yang Bernama FC Santa Claus
Ada juga yang menyebutkan kalau ‘tim Jerman’ berhasil mengalahkan ‘tim Inggris’ yang diperkuat oleh tentara dari Resimen 133 Royal Saxon dan beberapa serdadu Skotlandia dengan skor 3-2.
Meskipun begitu, entah bagaimanapun versinya, yang terpenting dari cerita Christmas Truce ini adalah esensinya, tentang bagaimana nilai sepak bola dan juga hari Natal yang mampu mendamaikan orang-orang yang diseret untuk saling menghabisi satu sama lain di dalam perang, demi kepentingan orang-orang yang lebih tinggi kedudukannya.
Ya, pahit memang karena kegiatan yang mereka lakukan dihentikan oleh atasan mereka sendiri, yang dalam versi Felstead disebutkan bahwa seorang Mayor Inggris berteriak “We’re here to kill the Hun, not make friends with him!”.
Di tengah perang yang sedang berkecamuk, menyenangkan rasanya bahwa orang-orang dahulu masih memiliki kesadaran akan betapa sucinya hari Natal, hari di mana Sang Penyelamat dilahirkan ke Bumi. Walaupun hanya sebentar, mereka setidaknya mampu menerapkan nilai dari hari Natal tersebut, yaitu kedamaian. Kedamaian yang diwujudkan melalui permainan sederhana bernama sepak bola.
Selamat hari Natal, Tribes!
Author: Ganesha Arif Lesmana (@ganesharif)
Penggemar sepak bola dan basket