Untuk kali kedua secara beruntun, Milan meraih kemenangan di bawah pelatih Gennaro Gattuso. Setelah akhir pekan lalu menundukkan Bologna di ajang Serie A, pada Kamis dini hari (14/12), Milan berhasil mengalahkan Hellas Verona dengan skor telak 3-0 di ajang Coppa Italia. Yang menarik, kemenangan beruntun ini diraih setelah Gattuso memutuskan untuk menggunakan kembali formasi 4-3-3.
Pola 4-3-3 yang telah digunakan sejak musim lalu oleh mantan pelatih Vincenzo Montella sebetulnya telah memberikan identitas bagi Milan. Namun karena pergerakan masif di bursa transfer musim panas, yang termasuk mendatangkan bek andalan Juventus, Leonardo Bonucci, Montella berpendapat bahwa pola 4-3-3 tidak lagi nyaman untuk digunakan. Ia pun mengubah pendekatan dengan pola tiga bek.
Namun, Gattuso yang belum sebulan menggantikan Montella memiliki pemikiran lain. Melihat bahwa pola tiga bek menumpulkan serangan Milan, termasuk dua hasil minor pada debutnya sebagai pelatih, yaitu diimbangi Benevento di ajang Serie A dan dikalahkan Rijeka di ajang Liga Europa, Gattuso beranggapan bahwa sudah saatnya kembali ke pola 4-3-3.
Sejauh ini, terbukti keputusan pelatih yang disapa Rino itu cukup jitu. Kemenangan mulai kembali mengakrabi Rossoneri. Sebuah pertanda baik karena pada sisa laga putaran pertama Serie A, Milan menghadapi jadwal yang relatif lebih ringan ketimbang para pesaing. Akan tetapi, untuk mengetahui apakah kebangkitan Milan ini memang benar-benar nyata atau hanya sekadar kebangkitan sesaat, kita dapat menganalisa kelebihan dan kekurangan digunakannya pola 4-3-3.
Memaksimalkan peran Suso dan Giacomo Bonaventura
Sudah bukan rahasia bahwa Suso merupakan figur kunci dalam serangan Milan. Pergerakan pria asal Spanyol ini memang amat efektif jika dilakukan dari sisi kiri pertahanan lawan, alih-alih dari sentral. Dengan menempatkannya pada posisi favoritnya ini, Suso pun kembali menikmati permainannya. Setelah laga melawan Bologna, ia pun dengan tegas mengatakan bahwa pola 4-3-3 harus terus digunakan.
Lain halnya dengan Giacomo Bonaventura. Pria asli Italia ini sedang tampil bagus-bagusnya. Setelah mencetak dua gol ke gawang Bologna, Bonaventura juga berperan besar dalam kemenangan Milan atas Verona. Sebagai pemain paling berbakat di skuat, Bonaventura memang tidak terpaku pada satu posisi. Ia mampu berperan sama baiknya sebagai gelandang maupun penyerang sayap.
Namun dengan pola 4-3-3, Bonaventura memiliki peran yang lebih spesifik, yaitu antara sebagai penyerang sayap maupun gelandang serang. Tidak lagi bermain terlalu ke dalam atau malah sebagai wingback dalam pola tiga bek. Mendekatkannya ke gawang lawan dalam peran yang spesifik adalah satu-satunya cara untuk memanfaatkan talenta besarnya, karena ia mampu mencetak gol dengan banyak cara dan piawai memberikan asis.
Pada dasarnya, Milan tidak banyak berubah dibanding musim lalu dalam hal mengandalkan Suso dan Bonaventura. Meski dua pemain ini sebetulnya tidak diandalkan sebagai pencetak gol utama, namun karena Milan tidak lagi memiliki penyerang tajam dan mumpuni, mau tidak mau membuat mereka diandalkan. Lalu apabila kondisi ini masih sama dengan musim lalu, untuk apa mengubah pola dasar permainan?
Kedalaman skuat dan pertahanan mungkin menjadi masalah
Bukan berarti kembali ke 4-3-3 akan menyelesaikan masalah Milan sepenuhnya. Sisi positif dari pola tiga bek adalah maksimalnya proteksi di lini belakang. Pada akhir-akhir jabatan Montella, sebetulnya ia telah mewariskan lini belakang yang cukup kokoh dan makin jarang kebobolan. Namun sayangnya, penguatan lini belakang ini juga harus dibayar dengan sulitnya Milan mencetak gol.
Performa Bonucci memang tidak sebaik ketika bermain sebagai tiga bek, namun patut diingat pula, sekalipun Montella mengganti formasi untuk mengakomodasi kehadirannya, Bonucci pun masih jarang tampil bagus. Kita juga masih jarang melihat manfaat akurasi umpan jauh Bonucci di Milan seperti halnya yang sering diperlihatkannya bersama Juventus atau tim nasional Italia, karena pola permainan Montella yang terlalu barbasis pada ball possession dan umpan-umpan pendek.
Dengan pola 4-3-3, Bonucci yang terkadang lemah dalam tekel dan penjagaan ini memang dapat menjadi titik lemah pertahanan Milan, seperti halnya ketika Milan dihajar Lazio dengan skor telak 1-4. Namun di bawah Gattuso yang lebih galak dan menginginkan permainan yang lebih direct, siapa tahuBonucci termotivasi meningkatkan kemampuannya sekaligus melatih skema umpan lambung dengan para gelandang atau penyerang.
Satu masalah yang pernah diungkapkan Montella ketika ia meninggalkan pola 4-3-3 adalah kedalaman skuat. Maklum, Milan ditinggal tiga penyerang sayapnya, yaitu Gerard Deulofeu yang kembali ke Barcelona, Lucas Ocampos yang kembali ke Marseille dan M’baye Niang yang dibeli Torino. Sayangnya, hilangnya tiga pemain ini tidak diganti oleh Milan dengan pemain-pemain baru karena ide memainkan pola tiga bek seiring datangnya Bonucci amat menggoda untuk digunakan.
Montella mungkin benar. Menggunakan pola 4-3-3 dengan komposisi skuat sekarang agak berisiko jika melihat kedalaman skuat. Gattuso pun menempatkan Bonaventura bersama Suso sebagai penyerang sayap, atau jika Bonaventura digeser ke gelandang, ia menempatkan Andre Silva sebagai penyerang sayap. Hasilnya memang belum semaksimal ketika Milan diperkuat penyerang sayap murni.
Masalah dapat timbul apabila pemain-pemain yang mampu bermain sebagai penyerang sayap absen. Terlalu sering mengandalkan Suso dan Bonaventura tentu menyimpan potensi bahaya karena mereka tidak dapat terus dipaksa menjadi penyelamat. Solusi berupa pembelian pemain baru pun tidak dapat digunakan, karena kondisi finansial Milan sedang dipantau dengan serius oleh UEFA. Membeli pemain pada kondisi seperti ini amatlah sulit untuk direalisasikan, kecuali jika mereka menjual terlebih dahulu.
Kita nantikan, jika pola 4-3-3 ini mampu mengembalikan kestabilan tim dengan hasil-hasil memuaskan, maka memang sudah sepantasnya untuk tidak berpaling ke pola lain.
Author: Aditya Nugroho (@aditchenko)